SURABAYAPAGI, Surabaya - Amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 harus dikaji secara mendalam karena bisa menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.
Saya tak ingin kudeta di Guinea ikut terjadi di Indonesia buntut pemaksaan amendemen yang berpotensi mengubah masa jabatan presiden.
Baca Juga: Pengamat Politik: Ganjar Hancur Lebur, Karena....
Menurut saya, tidak ada pihak yang bisa menjamin amendemen UUD 1945 akan berhasil dengan mulus karena Indonesia tidak mengenal istilah amendemen konstitusi terbatas.
Kita harus mengkaji secara mendalam, karena bisa saja amandemen tersebut tidak terkendali dan menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.
Contohnya saja kudeta yang terjadi Guinea terjadi setelah amendemen konstitusi dilakukan untuk mengizinkan presiden menjabat maksimal tiga periode.
Baca Juga: Segelintir Elite PDIP 'Ogah' Menangkan Ganjar
Saya tak ingin reputasi Jokowi hancur akibat bisikan serta ambisi segelintir orang untuk amendemen UUD 1945.
Jokowi cukup berhasil memimpin bangsa ini, terlepas ada yang suka atau tidak suka, tapi terbukti mampu membangun kepemimpinan yang kondusif dengan merangkul Prabowo Subianto yang merupakan lawan politiknya untuk membangun bangsa ini.
Lebih lanjut PDIP, yang merupakan partai Jokowi, tidak sependapat dengan wacana perubahan masa jabatan maksimal presiden dari dua menjadi tiga periode.
Saya khawatir wacana menghidupkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) hanya menjadi pintu masuk untuk mengubah ketentuan lainnya.
Intinya, amandemen konstitusi harus dikaji betul-betul. Jangan sampai Pokok-pokok Haluan Negara hanya menjadi pintu masuk untuk memasukkan agenda politik yang lain.
Baca Juga: Kursi Rakyat Sebagai Kekuasaan Bukan Keterwakilan
(Dikatakan Ketua Fraksi Golkar MPR, Idris Laena kepada dalam keterangannya kepada wartawan yang dikutip dari laman medcom.com pada Rabu (8/9).
Editor : Mariana Setiawati