Bayu, Hanya Menantu Pak De Karwo

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 16 Mei 2022 20:03 WIB

Bayu, Hanya Menantu Pak De Karwo

i

H. Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Bayu Airlangga, kini malah jadi trending topik saat Pak De Karwo, Watimpres silahturahmi ke pengurus Partai Golkar Jatim.

Apakah ia jadi perbincangan, usai menyatakan mundur dari keanggotaan Partai Demokrat, akhir April lalu? Benar!

Baca Juga: Vinanda Datang Pertama di Undangan Pendaftaran Bacawali Demokrat Kota Kediri

Apakah anak mantan Kepala BPN Jatim H Gede Ariyudha SH, ini akan mencatatkan diri politisi lokal yang berprestasi? Walahualam.

Sebagai wartawan muda, saya mencatat pengunduran dirinya dari keanggotaan partai berlambang bintang Mercy, karena tak terpilih menjadi Ketua DPD Partai Demokrat Jatim? Ya. Bahasa gaulnya, diduga ngambek.

Bayu klaim ia keluar dari partai besutan SBY, sebagai bentuk tanggung jawab terhadap 25 DPC yang mendukungnya saat Musyawarah Daerah.

Pasca Bayu keluar dari Partai Demkrat, sampai kini sudah ada dua partai politik yang dikaitkan dangan Bayu. Pertama, Partai NasDem. Kedua Partai Golkar.

Sebagai jurnalis muda, saya tak mengusik kemana Bayu akan berlabuh usai meninggalkan partai Demokrat.

Saya lebih tergelitik terkait prestasi seorang politisi muda, seperti Bayu. Beda dengan Emil Elestianto Dardak, Ketua DPD Partai Demokrat Jatim. Jejak digital orang tua Emil adalah mantan Wakil Menteri PU era pemerintahan SBY, Hermanto Dardak. Juga sekolah terakhir Emil.

Sedangkan Bayu, saya tidak bisa mengakses jejak digital sekolah dan karir politiknya, kecuali dia meminang putri Pak De Karwo.

 

***

 

Kali ini saya menulis Bayu, tergelitik atas kemunculan politisi-politisi muda yang belum matang. atau bahasa lain proses pematangannya masih instan.

Bahkan kemunculan karena karena darah biru. Sosok yang demikian bisa mencitrakan politisi karbitan atau dimatang cepatkan. Nah politisi semacam ini akan dianggap belum teruji dalam satu proses kerja politik.

Temuan politisi muda karbitan, bisa terjadi karena proses politik di partai politik lokal sejauh ini tidak-belum membuka ruang untuk anak muda yang berprestasi. Entah itu anak muda yanh berasal dari gerakan mahasiswa atau LSM.

Saya catat, terutama di Jawa Timur justru politisi muda karbitan yang tidak dididik dengan kerja politik. Merekq lebih karena dimunculkan oleh politisi yang sebenarnya masih dikuasai generasi tua.

Peluang anak muda tidak (belum) dibuka karena masih ditentukan para seniornya. Makanya, generasi muda pun masih menjadi golongan menengah yang kurang diperhitungkan.

Saya lebih melihat politisi muda bukan golongan utama yang menjadi penentu keputusan.

Saya contohkan politisi lokal Armuji, Adi Sutarwiyono, M. Mahmud, Reni Astuti, Herlina Harsono, Habiba, Emil Elestianto, Faf Adisiswo. Ery Cahyadi, politisi muda PDIP, pasca dikader Risma.

Saat ini saya bangga dengan politisi Nur Muhyidin, dari Tulungagung. Ia dulu aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Dan pendalaman terus  dilakukan ketika masuk perguruan tinggi, dan langsung aktif dalam  organisasi kemahasiswaan. Nur berbekal pengalaman menjadi guru terbaik.

Nah, berbekal pengalaman di kampus, Politisi murah senyum ini mengembangkan sayapnya di Surabaya, bersama 17 eksponen Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP).

Nur malah membentuk kaukus bersama pemuda lainnya untuk mempromosikan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi pemimpin Nasional.

Perkembangan terus mengalir, tahun 2005 nama Nur Muhyidin menjelma menjadi sosok yang populer di pengurus Partai Demokrat. Ia lantas didaulat menjadi Ketua Pemuda Partai Demokrat di Jawa Timur.

Berbeda dengan Bayu Airlangga. Seusai menikahi Kartika Prawitasari, putri bungsu Gubernur Jatim periode 2009-2014, Soekarwo, Bayu baru mulai menggeluti dunia politik.

Ia dikenal mengikuti jejak mertuanya bergabung dengan Partai Demokrat dan duduk sebagai Ketua Muda Mudi Demokrat Jatim.

Baca Juga: Cari SIM Dibawah 17 Tahun, Benchmark Gibran

Saat Pemilu 2019, pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Airlangga ini maju sebagai calon legilstif untuk DPRD Jawa Timur.

Agar peluang terbuka, dia berjuang di Daerah Pemilihan XI, di wilayah kelahiran Soekarwo (Kabupaten Nganjuk, Kota/Kabupaten Madiun).

Hasilnya, Bayu terpilih sebagai anggota legislatif Jatim dengan perolehan 37.501 suara. Sejak saat itu namanya mulai dikenal.

Bahkan pada Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya, namanya sempat masuk radar partai. Namun, dia memilih fokus membesarkan Partai Demokrat dan mengabaikan tawaran tersebut.

 

 

***

 

Saya perlu bertanya pada politisi muda seperti Bayu yang tidak memiliki rekam jejak aktivis kampus apalagi politis. Pertanyaan saya apa sebenarnya politik itu?

Menurut Bung Karno, idola saya, politik itu tidak lain ialah machtsvorming dan machtsaanwending, penyusunan kekuatan dan kekuasaan yang bila sudah tersusun digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Nah, ada dua hal yang melekat yaitu kekuatan dan kekuasaan. Bagaimana bagi politisi muda disuatu partai yang tidak pernah mengikuti kaderisasi di internalnya seperti Bayu dari Partai Demokrat ke partai lainnya?

Saya bisa pastikan di partai barunya, seorang pendatang yang bukan menapak dari bawah bisa mandek dalam pengkaderan.

Dalam pikiran saya, hanya partai-partai nasionalis seperti Demokrat, Golkar, NasDem, Gerindra dan PDIP sama-sama mempunyai kader-kader yang dididik bersemangat nasionalisme dan patriotisme.

Baca Juga: Demokrat Buka Penjaringan Bacawali Kota Kediri, Nama Vinanda Masuk Dalam Daftar

Jadi katakan Bayu Airlangga berlabuh ke Partai Golkar, bisa jadi kader yang kuat nasionalismenya. Tapi ia tidak bisa menghindari dari tudingan kader karbitan.

Dengan status kader Partai Golkar karbitan, belum tentu Bayu bisa merekrut kader Demokrat menjadi anggota Partai Golkar. Ini terkait dana.

Apalagi bila tiba-tiba menduduki pos strategis. Prakiraan saya keterpilihannya bisa timbulkan pro dan kontra.

Akal sehat saya, bila Bayu akan masuk Partai diluar PD, ia mesti melakukan persiapan mental terutama menghadapi serangan-serangan dari pihak-pihak tertentu. Termasuk harus siap menghadapi hujatan yang tidak objektif.

Orang yang nyelonong masuk partai dari samping bisa dituding kader palsu alias kader karbitan!

Beda dengan Puan, AHY dan Ibas. Mereka masuk Parpol sudah bisa berada di tempat yang bernama kekuasaan. Selanjutnya mereka akan menjadi penerus dari kekuasaan yang ada.

Dari sinilah keturunan SBY dan Mega tidak pernah menderita atau kekurangan harta, sebab dalam sejarah yang ada, sosoknya yang sudah lama berkuasa identik dengan sosok yang kaya raya.

Pola yang terjadi pada Bayu Airlangga, seperti saat ini pasti bukan “murni politik dinasti” seperti AHY, Ibas, Puan dan Gibran. Bayu sepertinya “menggandol” prestasi yang dirintis mantan Gubernur Jatim.

Mengingat putra kandung Watimpres yaitu Ferdian Timur Satyagraha , berkarir di perbankan, bukan di partai politik. Kita tunggu kiprah Bayu Airlangga, next?.

Apakah di NasDem atau Partai Golkar. Apa pun dan dimana pun ia berlabuh di partai politik, publik masih akan mengingat Bayu Airlangga hanya menantu mantan Gubernur Jatim Soekwrwo.

Dalam pikiran saya, di parpol baru nanti pasti ada proses kompetisi di partai yang bisa tidak berjalan bagus.

Jadi bisa jadi Bayu, di partai barunya bisa tidak punya akses kuat di politik partai. Ia bisa tersisih. Ia tidak bisa berkiprah seperti Puan, AHY dan Edi Baskoro. Karena ukuran yang dipakai AHY, Puan dan Ibas bukan kerja politik. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU