Ginanto: Hukuman ke Paul Gak Ada Sanksinya

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 27 Sep 2022 21:01 WIB

Ginanto: Hukuman ke Paul Gak Ada Sanksinya

i

Raditya M. Khadaffi

Menguak Perbuatan Melawan Hukum Pengurus Yayasan Sosial Budi Mulia Abadi Surabaya (3)

 

Baca Juga: Cari SIM Dibawah 17 Tahun, Benchmark Gibran

 

 

Dari tulisan saya edisi Selasa (27/9/2022) kemarin, yang berjudul “Paul Tanudjaja, Ketua Pembina Yayasan Telah Dihukum Pengadilan”, mendapat tanggapan dari salah satu pengurus Yayasan Sosial Budi Mulia Abadi Surabaya. Ia menyebut putusan menghukum Paul Tanudjaja Dkk oleh Pengadilan Negeri Surabaya pada 7 Februari 2022 lalu, telah ditinjau di tingkat banding.

Pada Selasa (27/9/2022) siang kemarin, anggota Yayasan bernama Ginanto Poernomo mengklaim bahwa hukuman yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Surabaya ke Paul Tanudjaja dkk, tak ada sanksinya. Apalagi di tingkat banding, putusan PN Surabaya yang memenangkan Tjokro dan Hartanto Nyoto, dianulir.

Ginanto Poernomo, bendahara Yayasan. Dia pernah jadi sorotan pengurus dan anggota, karena diduga gunakan uang arisan anggota sampai Rp 6 miliar. Uang ini kata beberapa anggota konon digunakan untuk judi bola dan cewek. Kini uang arisan sudah dicicil tinggal sekitar Rp 1 miliar.

Dalam putusan di Pengadilan Negeri Surabaya, Paul Tanudjaja Dkk sebagai Tergugat, dihukum dengan meminta maaf secara tertulis kepada Para Penggugat (Tjokro Saputrajaya dan Hartanto Saputrajaya Nyoto) yang dimuat pada media cetak nasional, dengan ukuran setidak-tidaknya setengah halaman, selama 3 (tiga) hari berturut-turut.

Selain itu, Paul Tanudjaja Dkk diharuskan untuk menyelenggarakan Rapat Luar Biasa Pembina dengan agenda rapat merubah data Yayasan dengan mengangkat kembali Penggugat I (Tjokro Saputrajaya) sebagai Ketua Umum Pengurus pada Turut Tergugat I (Yayasan Sosial Budi Mulia Abadi Surabaya) dan Penggugat II (Hartanto Saputrajaya Nyoto) sebagai Pengawas pada Turut Tergugat I (Yayasan Sosial Budi Mulia Abadi Surabaya).

Selain itu juga diharuskan untuk mendaftarkan perubahan data tersebut untuk dicatatkan sebagai perubahan data Yayasan Sosial Budi Mulia Abadi kepada database Kemenkumham RI.

Namun, Ginanto mengklaim, bahwa hukuman yang dijatuhkan PN Surabaya, kepada Paul Tanudjaja Dkk, tak perlu dijalankan. Jadi, kata pria yang tinggal di Wisma Permai Barat 5 No. 2 Surabaya itu, Paul tidak akan memasang iklan di tiga media nasional tiga kali berturut-turut. “Saya kira hukuman dari PN Surabaya tidak ada sanksinya,” jelas Ginanto, melalui daring dari nomor HP 0816511xxx, kepada Surabaya Pagi, Selasa (27/9/2022).

Apalagi, lanjut Ginanto, dalam proses banding di Pengadilan Tinggi Surabaya, dibatalkan. Dalam putusan banding Pengadilan Tinggi Surabaya dengan Nomor 238/PDT/2022/PT SBY, tanggal 20 Mei 2022, itu berbunyi majelis hakim banding mengabulkan permohonan banding dari para Pembanding (yang semula Para Tergugat, yakni Paul Tanudjaja Dkk). Serta membatalkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya tanggal 7 Februari 2022 dengan Nomor 61/Pdt.G/2021/PN.Sby.

Putusan banding itu diputus majelis hakim yang diketuai Herman Heller Hutapea, SH, dengan hakim anggota Agung Wibowo, SH., M.Hum dan Suhartanto SH., MH.

Kini pihak penggugat, yakni Tjokro Saputrajaya dan Hartanto Saputrajaya Nyoyo mengajukan upaya hukum kasasi. Kasus ini memang belum memiliki kekuatan hukum mengikat. Tapi dari substansi kasus yang diangkat Tjokro dan Hartanto Nyoto, ada kisah moral yang bisa dijadikan pelajaran orang-orang Indonesia keturunan Tionghoa.

Bahwa berorganisasi sosial tidak bisa dilakukan sewenang-wenang. Artinya, meski pengurus dewan pembina di Yayasan memiliki kedudukan struktural di atas dewan pengurus harian dan pengawas. Aspek etika dan budaya tidak bisa dipinggirkan. Mengingat siapapun manusia yang berorganisasi sosial dalam sebuah yayasan tidak bisa bertindak adigang, adigung dan adiguna.

Falsafah jawa ini yang mesti dipahami oleh Dewan Pembina sebuah Yayasan yang tidak ingin melakukan pencemaran nama baik terhadap sesama pengurus yayasan.

 

***

 

Saya ingin berbagi ilmu tentang pencemaran nama baik era teknologi informasi.

Ada rumusan materi Pasal 27 ayat (3) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang jauh lebih lentur dari rumusan pada Bab XVI Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penghinaan.

Penghinaan yang dimaksud dalam KUHP ini, yang menyebabkan warga negara ketakutan untuk mengirim, menerima, mengolah, mempergunakan, dan menyebarluaskan informasi tentang kredibilitas pengurus yayasan melalui media dan saluran komunikasi yang tersedia, termasuk media Internet, kepada orang lain dan/atau masyarakat secara kesuluruhan.

Siapa pun diantara pengurus dewan pembina, harian dan pengawas sebuah Yayasan mesti paham rumusan Pasal 27 ayat (3), dan beberapa pengertian kunci. Yakni pengertian “tanpa hak”, pengertian “mendistribusikan”, pengertian “mentransmisikan”, dan pengertian “membuat dapat diaksesnya”.

Baca Juga: Adi Laksamana Putra Dijerat Pasal TPPO

Secara akal sehat, pembina yayasan memberi jasa kapada pengurus harian, tapi juga memberhentikan pengurus harian mendadak tanpa alasan kesalahannya, bisa menimbulkan keonaran di publik.

Hal yang menjadi perbincangan di kalangan akademisi dan praktisi hukum adalah pasal pencemaran nama baik atau penghinaan secara pidana dan perdata.

Secara keilmuan, penghinaan dalam KUHP dapat digolongkan ke dalam 5 jenis yaitu menista, fitnah. Selain Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi dan Transaksi Elektronik.

Ada juga penghinaan ringan, pengaduan fitnah, dan persangkaan palsu. Namun dalam UU ITE, penghinaan dan pencemaran nama baik tidak lagi dibedakan berdasarkan objek, gradasi hukumannya dan juga berdasarkan jenisnya.

Dalam keilmuan, hanya disatukan dalam satu tindak pidana dalam Pasal 27 ayat (3). Lalu Pasal 27 ayat (3) belum memberikan sebuah syarat penting dalam mengatur muatan penghinaan dan pencemaran nama baik.

Termasuk belum memberikan syarat pembuktian kebenaran untuk kepentingan umum dan menyamaratakan seluruh muatan penghinaan dan pencemaran nama baik tersebut. Termasuk dengan menghilangkan syarat delik aduan sebagai salah satu syarat penting dalam tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik.

Menggunakan akal sehat, dewan pembina sampai membuat keputusan yang ambigu seperti surat kepada Tjokro dan Hartanto seperti itu berpotensi melanggar kebebasan berekspresi, berpendapat, menyebarkan informasi yang bisa dianggap pencemaran nama baik seseorang. Apalagi terhadap pengusaha kelas internasional tanpa kesalahan.

Kebebasan berekspresi menulis surat merupakan salah satu syarat penting yang memungkinkan berlangsungnya demokrasi dan partipasi publik dalam pembuatan keputusan-keputusan tapi tetap memperhatikan hak asasi orang lain, agar tidak anarkis secara moral terkait integritas seseorang.

Maklum, kebebasan berekspresi menggunakan surat tidak hanya penting bagi martabat individu, tetapi juga untuk berpartisipasi, pertanggungjawaban, dan demokrasi yang sehat. Pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi melalui surat seringkali terjadi berbarengan dengan pelanggaran lainnya, terutama pelanggaran terhadap hak atas kebebasan untuk berserikat dan berkumpul dalam sebuah yayasan.

Menurut akal sehat saya uraian teoritis konsep pencemaran nama baik khususnya yang diatur di dalam KUHP (bisa KUHperdata) penting dikemukakan didasarkan pada dua alasan. Pertama, ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHP saat ini dijadikan sebagai pedoman dasar penyusunan perundang-undangan pidana di luar KUHP. Tujuannya adalah agar tercipta harmonisasi dan kesatuan sistem pemidanaan substantif. Juga Pengertian sistem pemidanaan dapat mencakup pengertian yang sangat luas sampai menjangkau hukum positif dalam perdata.

 

***

Baca Juga: Sengketa Pilpres 2024 Berakhir dengan Dissenting Opinion

 

L.H.C Hulsman sebagaimana dikutip oleh Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa sistem pemidanaan adalah aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi pidana dan pemidanaan.

Ini yang menurut saya memberi semangat agar setiap individu termasuk yang berorganisasi di yayasan, mesti berhati-hati melakukan ekspresi melalui surat yang isinya ambigu dan dapat mencemarkan nama baik seseorang.

Sampai kini di dalam KUHP delik pencemaran nama baik secara eksplisit diatur mulai Pasal 310 sampai dengan Pasal 321.

Terkait dengan hal ini, pertanyaan pokok yang perlu didalami setiap individu yang beradab adalah menghayati secara mendalam makna pencemaran nama baik?

Secara singkat dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan pencemaran nama baik adalah menyerang kehormatan atau nama baik seseorang. Pengertian ini merupakan pengertian umum (delik genus) delik pencemaran nama baik.

Sedangkan sifat khusus atau bentuk-bentuk (delik species) pencemaran nama baik antara lain; pencemaran/penistaan (Pasal 310 ayat 1); pencemaran/penistaan tertulis (Pasal 310 ayat 2); fitnah (Pasal 311); penghinaan ringan (Pasal 315); pengaduan fitnah (Pasal 317); persangkaan palsu (Pasal 318); dan penistaan terhadap orang yang meninggal (Pasal 320).

Selain pencemaran/penistaan. Secara eksplisit ketentuan mengenai pencemaran/penistaan diatur di dalam Pasal 310 yang berbunyi sebagai berikut:

1. Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam, karena pencemaran, dengan pidana paling lama sembila bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

2. Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka yang bersalah, karena pencemaran tertulis, diancam pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.

3. Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis. ([email protected], bersambung)

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU