Jaksa Diperintahkan untuk Kurangi Kelebihan Rumah Tahanan, Tersangka Penyalahgunaan Narkotika Jangan Dipenjara

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 08 Nov 2021 19:41 WIB

Jaksa Diperintahkan untuk Kurangi Kelebihan Rumah Tahanan, Tersangka Penyalahgunaan Narkotika Jangan Dipenjara

i

Susasana dalam Rutan Medaeng yang terlalu padat dan tak mampu lagi menampung tahanan, beberapa waktu lalu.

Perintah Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kepada Semua Jaksa Penuntut Umum Untuk Optimalisasi Penyelesaian penanganan kasus penyalahgunaan narkotika dengan rehabilitasi

 

Baca Juga: Jaksa Agung Bertekad Utamakan Kasus 'Big fish'

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta- Semua Jaksa diperintahkan mengoptimalisasi penyelesaian penanganan kasus penyalahgunaan narkotika dengan rehabilitasi.

Perintah itu keluar dari Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin melalui Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 yang berlaku sejak tanggal 1 November 2021. Pedoman tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi ini didasarkan dengan pendekatan Keadilan Restoratif. Pedoman ini bagian dari Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.

“Tujuan ditetapkannya pedoman ini agar menjadi acuan bagi penuntut umum guna optimalisasi penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi,” Tegas Burhanuddin melalui keterangan tertulis pada Senin, (8/11/ 2021).

 

Lebihi Kapasitas LP

"Memperhatikan sistem peradilan pidana yang saat ini cenderung punitif, jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan yang melebihi kapasitas (overcrowding) . Selain sebagian besar merupakan narapidana tindak pidana narkotika," tambah Burhanuddin.

Jaka Agung menilai, isu overcrowding telah menjadi perhatian serius masyarakat dan pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan kriminal yang bersifat strategis. Khususnya dalam penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika, salah satunya melalui reorientasi kebijakan penegakan hukum dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Jaksa, kata Burhanuddin, selaku pengendali perkara berdasarkan asas dominus litis dapat melakukan penyelesaian perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi pada tahap penuntutan.

"Penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi merupakan mekanisme tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan keadilan restoratif, dengan semangat untuk memulihkan keadaan semula yang dilakukan dengan memulihkan pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang bersifat victimless crime," ucap Burhanuddin.

Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 ini terdiri dari sembilan Bab, dengan ruang lingkup meliputi prapenuntutan, penuntutan, pengawasan, pelatihan, dan pembiayaan penyelesaian penanganan perkara tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan keadilan restoratif sebagai pelaksanaan asas dominus litis jaksa.

Baca Juga: Disebut Terima Rp 500 Juta dari Koruptor Tambang

 

Pelaku sekaligus Korban

Rehabilitasi merupakan bagian dari implementasi lahirnya UU Narkotika yang baru. Sebelum ada undang-undang Narkotika, tidak ada perlakuan yang berbeda antara pengguna atau penyalahguna, pengedar, bandar maupun produsen narkotika. Penyalahguna narkotika atau pecandu narkotika di satu sisi merupakan pelaku tindak pidana, namun di sisi lain merupakan korban.

Dengan lahirnya UU Narkotika (UU No. 35 Tahun 2009) dapat memberikan peluang bagi penyalahguna narkotika untuk di rehabilitasi. Dimana penyalahguna narkotika yang sudah cukup umur dan ingin di rehabiltasi dapat melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya ke pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit maupun lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah. Ini untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan. Untuk penyalahguna atau pecandu narkotika yang belum cukup umur, maka yang melaporkan adalah orang tua atau wali, sebagaimana amanah Pasal 55 UU Narkotika.

Rehabilitasi ini hanya berlaku hanya bagi pelaku penyalahgunaan narkotika dalam hal ini "pemakai/pengkonsumsi" . Mereka dipandang merupakan korban kecanduan narkotika yang memerlukan pengobatan atau perawatan. Pengobatan atau perawatan ini dilakukan melalui fasilitas rehabilitasi. Kewajiban rehabilitasi sejatinya telah dijelaskan dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika), dalam Pasal 54 yang dinyatakan bahwa:

“Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”.

Baca Juga: Rutan Polrestabes Surabaya Overload, Didominasi Tahahanan Kejari Perak

Kemudian dipertegas kembali dalam Pasal 103 ayat (10) huruf a dan b  UU Narkotika, yang menyatakan bahwa:

Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:

Memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau

Menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.

Pengertian dari rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial telah diuraikan dalam UU Narkotika. Pasal 1 Angka 16 menjelaskan bahwa rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan penyalahguna narkotika dari ketergantungan narkotika. n jk, 07,er

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU