Jurus 212 Ala Pemkot Surabaya

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 20 Des 2021 19:35 WIB

Jurus 212 Ala Pemkot Surabaya

i

Siswa SMP YPPI 1 Surabaya saat melakukan proses pembelajaran tatap muka.SP/SAMMY MANTOLAS

SURABAYAPAGI, Surabaya -  Di tengah hantaman gelombang covid-19, pemerintah kota (pemkot) Surabaya terus berupaya untuk bertahan.

Sejumlah strategi dan usaha dilakukan dalam memperbaiki berbagai sektor yang terdampak. Setidaknya hingga akhir tahun 2021, ada dua sektor yang diselesaikan secara maraton.

Baca Juga: Gelar Kompetisi Meracik Kopi, NESC Tingkatkan Ketrampilan Barista Surabaya

Pertama adalah sektor pendidikan dan berikutnya adalah ekonomi. Dalam menyelesaikan ini, pemkot menggunakan satu sumber yang sama yakni anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Di sektor pendidikan, pemkot menyasar pada bantuan bagi siswa yang masuk dalam kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Bantuan yang diberikan tersebut berupa pemberian beasiswa dan seragam gratis bagi siswa SD dan SMP. Sementara di bidang ekonomi, pemkot mendorong perbaikan dan pertumbuhan UMKM.

Bak sekali mendayung 2 pulau terlampaui, untuk penyediaan seragam gratis bagi siswa SD dan SMP, pemkot menggandeng UMKM Surabaya sebagai garda terdepan dalam menyuplai seragam tersebut.

Bahkan Wakil Wali Kota Surabaya Armuji memastikan, ribuan pelajar dari keluarga MBR akan mendapat seragam gratis, pada bulan Desember 2021 ini.

"Kita melibatkan ratusan pelaku UMKM dan sentra ekonomi yang ada di eks Lokalisasi Dolly untuk membuat seragam, tas dan sepatu," kata Armuji belum lama ini.

Dalam P-APBD 2021, pemkot telah menganggarkan pengadaan seragam bagi pelajar MBR senilai Rp 21,154 miliar. Sementara secara keseluruhan pos anggaran untuk pendidikan sebesar Rp 2,32 triliun atau 22,34% dari total P-APBD. Dan untuk pemulihan ekonomi sebesar Rp224 miliar.

"Program ini menyasar dua sektor sekaligus, yakni pendidikan dan perekonomian. Jadi, seragam untuk MBR akan segera disalurkan dan UMKM penjahit akan terus berproduksi," katanya.

Strategi menyasar 2 sektor sekaligus ini pun mendapat respon positif dari pakar ekonomi universitas Airlangga, Prof. Tjiptohadi Sawarjuwono. Menurutnya, dalam kondisi pandemi seperti saat ini diperlukan kebijakan yang tidak biasa atau extraordinary.

"Memang untuk penanganan ekonomi di tengah krisis seperti ini perlu kebijakan yang ekstraordinary dan holistik. Sehingga anggaran yang dikeluarkan walaupun sedikit tapi dampaknya ke segala sektor," kata Prof. Tjipto kepada Surabaya Pagi, Senin (20/12/2021).

Ditambah lagi selama pandemi, pemerintah baik pusat maupun daerah diwajibkan merealokasikan sebagian anggaran untuk penanganan covid-19.

Aturan realokasi tersebut diatur dalam Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri Dan Menteri Keuangan Nomor 119/2813/SJ Nomor 177/KMK.07/2020 tentang Percepatan Penyesuaian APBD Tahun 2020 dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.07/2020 tentang Pengelolaan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2020 dalam rangka Penanganan Pandemi Covid-19.

"Saya kira ini langkah yang tepat. Karena sekarang seluruh instansi lakukan refocusing anggaran. Semua terfokus pada penanganan pandemi. Jadi kalau ada kebijakan yang bisa menyasar 2 sektor sekaligus atau bahkan bisa lebih itu sangat bagus sekali," katanya.

Baca Juga: Ajak Masyarakat Berolahraga dan Bersenang-senang, AKG Entertainment Gelar Pokemon Run 2024 di Surabaya

Kendati begitu, ia juga memberikan catatan agar program yang baik ini dapat dikawal dan dilakukan secara transparan.

"Tapi ya harus dikawal mas. Dan laporannya harus jelas. Sehingga mengurangi terjadi praktek korupsi atau penggelapan dana," ucapnya.

Anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur, Isa Ansori sebelumnya juga sempat menyinggung terkait strategi penanganan pendidikan di Surabaya.

Berbeda dari prof. Tjipto, ia justru menyoroti strategi perbaikan pendidikan yang acap kali dinilai keliru. Menurutnya, selama ini pemerintah selalu mencampuradukan apa yang termasuk biaya pendidikan. Seolah-olah, biaya pendidikan itu hanya persoalan SPP dan seragam sekolah.

Nyatanya kata Isa, dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), biaya pendidikan terbagi atas 3 macam diantaranya adalah biaya investasi, biaya operasional dan biaya personal. Selain itu standar pembiayaan pendidikan sendiri juga telah diatur dalam Permendiknas no 41 tahun 2007.

Perlu diketahui, biaya investasi pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Sementara biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

Dan untuk biaya operasional satuan pendidikan meliputi gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji. Selain itu pula, ada juga biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Surabaya Sambut Delegasi Perdagangan dari Tiongkok

"Selama ini untuk sekolah negeri pemerintah hanya membantu di biaya investasi dan operasional, sedang di sekolah swasta hanya biaya operasional. Nah akibat itu, maka tidak akan mungkin ada pendidikan gratis selama yang dibantu pada persoalan-persoalan yang tidak tuntas," katanya.

Predikat sekolah gratis yang selama ini digaungkan oleh pemerintah kata Isa, berpotensi menimbulkan masalah baru khususnya antara sekolah dan masyarakat. Karena dalam benak masyarakat, gratis artinya tidak membayar sama sekali, sementara sekolah justru sebaliknya. Karena standar biaya pendidikan minimal tidak ditentukan oleh pemerintah.

Sebagai contoh, bantuan sumbangan anggaran dari pemerintah untuk SPP siswa  sebesar Rp150 ribu, sementara SPP di Surabaya mencapai Rp200 ribu. Maka sisanya Rp50 ribu menjadi tanggungan orang tua murid.

"Hal mendasar yang harus dilakukan adalah pemerintah menentukan dulu standar biaya pendidikan minimal bermutu setiap sekolah, setelah itu pemerintah bisa menentukan besaran bantuan untuk menuju bermutu itu, kalau bantuan pemerintah melebihi kebutuhan bermutu atau sama, maka sekolah bisa gratis, tapi kalau bantuan pemerintah lebih kecil dari kebutuhan bermutu sekolah, maka masyarakat masih sangat membutuhkan bantuan, untuk menambal kekurangan tadi," tegasnya.

"Surabaya belum ada (standar biaya minimal pendidikan bermutu-red) Nah itu yang harus dibuat kajiannya! Karena akan banyak variabel penentu biaya yang dibutuhkan," katanya lagi.

Dengan diketahui standar biaya minimal pendidikan bermutu itulah, kata Isa, akan mampu mencegah anak anak putus sekolah dan pemerintah pun bisa mendapatkan jaminan minimal bermutu pendidikan di wilayahnya.sem

Editor : Mariana Setiawati

BERITA TERBARU