Krakatau Steel Terancam Bangkrut Tahun Ini, Ekonom Unair: Jual Saja ke Perusahaan Swasta Sejenis

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 10 Des 2021 20:46 WIB

Krakatau Steel Terancam Bangkrut Tahun Ini, Ekonom Unair: Jual Saja ke Perusahaan Swasta Sejenis

i

Ilustrasi pembuatan baja. SP/ Pixabay

SURABAYAPAGI, Surabaya -   Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan, PT Krakatau Steel (KRAS) Tbk diproyeksi bakal mengalami kebangkrutan (default) pada 31 Desember tahun 2021 ini.

Proyeksi tersebut dinilainya akan terjadi manakala restrukturisasi dan negosiasi berjalan buntu. pernyataan ini disampaikannya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI Kamis (02/12/2021) lalu.

Baca Juga: Erick Thohir, Apa Lemah Nasionalismenya, Terus "Belanja" Pemain Naturalisasi

Terkait restrukturisasi, setidaknya ada 3 tahapan yang harus dilalui oleh KRAS. Pertama adalah keluar dari proyek mangkrak pembuatan pabrik blast furnace seharga US$850 juta yang dimulai pada 2008.

Terkait proyek mangkrak ini kata Erick, sempat ada investor China yang ingin mengambil alih proyek tersebut. Namun, karena harga baja sedang tinggi dan estimasi biaya pembangunan pabrik naik dua kali lipat, investasi pun gagal direalisasikan.

Tahap restrukturisasi kedua adalah negosiasi dengan perusahaan baja Posco sebagai pemilik saham terbesar Krakatau Steel. Erick ingin mengambil alih mayoritas saham perusahaan. Namun, hingga kini belum ada jawaban dari Posco.

Tahap terakhir adalah dengan menyuntikkan dana investasi dari Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority alias INA.

"Ini krusial kalau (langkah) ketiga sudah gagal, kedua gagal, pertama gagal, Desember ini (KRAS) bisa default," kata Erick dinukil dari Antara, Jumat (10/12/2021).

Terkait proyeksi bangkrutnya krakatau steel ini pun ditanggapi oleh pakar ekonomi Universitas Brawijaya Malang Iswan Noor. Menurut Iswan, pernyataan Erick Thohir terlalu hiperbola. Dari analisanya, KRAS justru akan semakin membaik di tahun 2020.

Hal ini terjadi karena pada kuartal III tahun 2021, Krakatau Steel justru mendapatkan laba bersih perusahaan sebesar Rp853 miliar. Bahkan di kuartal II-2021, perusahaan plat merah ini pun masih meraih laba bersih sebesar Rp609 miliar.

"Saya kira Krakatau sudah mulai sehat ya. Bahkan kalau mas ingat, Pak Erick sempat membangga-banggakan prestasi Krakatau Steel ke Pak Jokowi karena perolehan laba di kuartal ke-2. Dan laba di kuartal ke-3 kalau kita lihat datanya ada kenaikan. Ya itu bahasa hiperbola saja," kata Iswan Noor kepada Surabaya Pagi, Jumat (10/12/2021).

Kendati hiperbola, maksud di balik pernyataan Erick dinilainya sebagai bentuk peringatan kepada KRAS agar tetap menjaga performa perusahaan. Karena sebelumnya, KRAS selalu mendapatkan rapor merah dan merugi selama 8 tahun. Namun di tahun 2021, terjadi kenaikan perolehan laba keuangan.

Dari penelusuran Surabaya Pagi, hingga November 2021 terjadi kenaikan volume penjualan produk KRAS. Diantaranya adalah pada produk pipa baja, long product dan pelat baja. Secara year on year, terjadi kenaikan penjualan sebesar 36,9 persen menjadi 1.592.282 ton dibandingkan di periode sama 2020 sebesar 1.162.532 ton.

Baca Juga: Pegawai BUMN akan Libur 3 Hari Sepekan

Bahkan nilai penjualan perseroan tercatat naik 71,5 persen menjadi Rp23 triliun di Kuartal III 2021 jika periode sama sama tahun lalu. Hal serupa juga terjadi pada Penjualan produk hilirisasi yang meningkat sebesar 656,2 persen menjadi sebesar 13.181 ton.

"Jadi apakah benar bangkrut seperti proyeksi pak Erick, saya kira kalau kita berbasis pada data, itu tidak akan terjadi. Tapi memang, yang perlu dijaga adalah kenaikan nilai utang BUMN kita, tidak hanya Krakatau ya. Tapi semua BUMN," ucapnya.

Terkait utang BUMN, sebelumnya pakar ekonomi Universitas Airlangga, Prof. Tjiptohadi Sawarjuwono menyampaikan, kesalahan terbesar dalam tata kelola BUMN adalah terletak pada leader atau komisaris BUMN.

Faktor ‘who is the men behind the gun’, kata Prof Tjipto, sangat penting dalam tata kelola BUMN. Seorang komisaris harus benar-benar memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam menjalankan tugas yang diberikan.

"Ya harus punya kapabilitas dong. Minimal bisa membaca laporan keuangan dan tahu penerapan good corporate governance atau tata kelola yang baik," kata Prof. Tjipto

Ia juga meminta, agar BUMN-BUMN yang dalam kategori mati segan hidup pun tak mampu, segera untuk dijual. Karena bila BUMN tersebut terus dipertahankan, maka yang terjadi adalah suntikan dana dari pemerintah untuk BUMN tersebut akan semakin besar, namun pendapatan BUMN yang diberikan ke negara kecil atau bahkan tidak ada sama sekali.

Baca Juga: Siap-siap Sambut Musim Lebaran, BUMN Bakal Gelar Mudik Gratis Lagi

"Ya dijual saja, dijual BUMN itu ke perusahaan swasta yang bidangnya sejenis. Jadi tidak ada beban negara lagi. Apalagi kalau sampe BUMN itu (mati suri-red) utang, semakin rugi negara," katanya

Berdasarkan data dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) total utang BUMN hingga 2020 mencapai Rp 2.000 triliun. Bahkan data dari Bank Indonesia (BI), Utang Luar Negeri (ULN) BUMN per Maret 2021 mencapai 59,65 miliar dolar AS atau setara Rp 851,160 triliun (Kurs Rp 14.400 per dolar AS). Nilai itu setara dengan 28 persen dari total ULN swasta.

Bahkan laporan dari Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) menyebut, di era kepresidenan Jokowi, utang BUMN non lembaga keuangan tercatat naik 100%. Saat awal menjabat utang yang tercatat mencapai Rp 500 triliun. Akhir tahun lalu utang sudah tembus Rp 1.000 triliun.

Tak hanya itu, untuk utang institusi keuangan pelat merah yang tidak memasukkan tabungan dan deposito juga meningkat secara tajam. Dengan laju yang hampir mirip utang BUMN keuangan naik dari Rp 560 triliun lima tahun lalu dan tembus Rp 1.000 triliun per akhir Desember 2020.

Hingga akhir tahun lalu tumpukan utang BUMN sudah mencapai Rp 2.000 triliun atau setara dengan 12,99% dari produk domestik bruto (PDB) nominal Indonesia tahun lalu.

"Sebenarnya utang itu boleh, asalkan digunakan untuk apa. Selama berhutang untuk hal-hal yang produktif ya silahkan, kalau berhutang untuk pembiayaan yang tidak jelas ya jangan," katanya.sem

Editor : Mariana Setiawati

BERITA TERBARU