Anak Gugat Ibunya, Gegara Rumah Dijaminkan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 07 Sep 2020 22:04 WIB

Anak Gugat Ibunya, Gegara Rumah Dijaminkan

i

Kondisi rumah mewah milik Swee Ing dan Welly di Jalan Raya Kertajaya Indah No. 155-157 Surabaya. Sp/Patrik

 

Saat Dijaminkan, Ibu dan Kakak Tiga Penggugat itu Kebingungan Membayar Hutang di Bank Agris Rp 37 Miliar. Akhirnya Goei Swei Ing dan Welly Tanubrata Pinjam ke Costaristo Tee Sebesar Rp 52,5 Miliar, pada tahun 2016 dengan Jaminan Tanah dan Rumah. Sampai Pertengahan Agustus 2020, Swei Ing dan Welly tak Bisa Lunasi Utangnya. Rumah yang sudah Diletakkan Hak Tanggungan kini Dilelang melalui KPKNL Surabaya

Baca Juga: Ajak Masyarakat Berolahraga dan Bersenang-senang, AKG Entertainment Gelar Pokemon Run 2024 di Surabaya

 

SURABAYAPAGI, Surabaya- Pengelola dan pemilik Factory Outlet (FO) Elektronik Gunungsari Intan, yang merupakan toko milik keluarga, bergejolak. Secara tidak diduga, Linda Tanubrata, Sandy Tanubrata dan Fera Tanubrata menggugat Goei Swee Ing alias Mariani Tanubrata, ibunya dan saudara tertuanya Welly Tanubrata. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum didaftarkan di PN Surabaya itu bernomor 752/Pdt.G/2020/PN Sby tanggal 11 Agustus 2020.

Gugatan ini secara hukum menjadi kontroversial, sebab gugatan antar anak dan ibu ini menyinggung obyek Hak Tanggungan, yang telah ditandatangani oleh kedua orangtua. Tandatangan HT ini dilakukan pada tanggal 24 Agustus 2016, sebelum Kuncoro Tanubrata, ayah tiga anak itu meninggal dunia.

Gugatan ini oleh sejumlah pakar perdata diduga akal-akalan mengusik obyek tanah HGB jalan Raya Kertajaya Indah No 155-157 Surabaya, yang sudah diletakan Hak Tanggungan (HT).

Dalam gugatan yang didaftarkan ketiga anak Swee Ing, Mariani Tanubrata sebagai Tergugat III, anak Mariani, Welly Tanubrata sebagai Tergugat IV. Kemudian Costaristo Tee, sebagai Tergugat I dan Kepala KPKNL Surabaya sebagai Tergugat II.

Isi petitum yang diajukan tiga bersaudara Linda, Sandy dan Fera Tanubrata, diantaranya, 1) Menerima dan mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya ; 2) Menyatakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV telah melakukan perbuatan melawan hukum ; 3) Menyatakan batal demi hukum hak tanggungan yang dipasang atas 2 (dua) bidang tanah dan bangunan yang terletak di Jl. Kertajaya Indah Timur No. 155 dan No. 157, RT.001/RW.006, Kelurahan Gebang Putih, Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya, sebagaimana dimaksud dalam Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 201/Kel. Gebang Putih seluas 1.200 M2 (seribu dua ratus meter persegi) dan Sertipikat Hak Guna Bangunan No. 202/Kel. Gebang Putih seluas 1.219 M2 (seribu dua ratus sembilan belas meter persegi).

Kedua sertifikat HGB tertulis atas nama : Mariani Tanubrata (Tergugat III ).

Selain itu, tiga anak Goei Swee Ing, minta pembatalan lelang hak tanggungan yang dimohonkan oleh Tergugat I melalui Tergugat II .

 

HT Ada Kekuatan Eksekutorial

Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (HT) Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, terdapat kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". Kata-kata ini menurut hukum disebut irah-irah.

Dan HT ini terdapat pada Sertifikat Hak Tanggungan, bukan pada Akta Pemberian Hak Tanggungan. Hukum HT untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada Sertifikat Hak Tanggungan. Pesan hukumnya,  jika debitor cidera janji, hak tanggungan tersebut otomatis dieksekusi yang kekuatannya sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Seperti yang tertera pada Pasal 6 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UU Hak Tanggungan), apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

Bahkan, dalam UU Hak Tanggungan, juga diatur bahwa bila tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan (Pasal 14 ayat (1) UU Hak Tanggungan). Dimana, Sertifikat Hak Tanggungan inilah yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 14 ayat (3)).

Sedangkan, APHT yang dibuat oleh PPAT adalah langkah pertama dari pemberian hak tanggungan tersebut. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU Hak Tanggungan, pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan APHT oleh PPAT. (Pasal 10 ayat (2)).

Jadi, jika merunut pada pasal-pasal tersebut diatas, pada dasarnya jika APHT tersebut telah didaftarkan di Kantor Pertanahan dan telah memperoleh sertifikat hak tanggungan, maka kreditur dapat melakukan penjualan secara lelang jika debitur wanprestasi.

 

Klaim Rumah Warisan

Baca Juga: KPU Kota Surabaya Mulai Seleksi Calon Anggota PPK dan PPS Pilkada 2024

Sementara, menurut pengacara ketiga anak Swee Ing, Aris Eko Prasetyo SH, MH, gugatan itu diajukan setelah rumah warisan tersebut dilelang karena perkara utang piutang. Costaristo Tee mengajukan lelang atas rumah itu di KPKNL Surabaya setelah Mariani dinyatakan pailit dalam perkara PKPU yang diajukan dirinya sendiri di Pengadilan Niaga di PN Surabaya.

Saat itu, hakim memutus pailit setelah Mariani tidak sanggup membayar utang Rp 47 miliar ke Costaristo Tee, dikarenakan Swee Ing hanya sebagai penjamin bersama suaminya Kuncoro Tanubrata. “Yang berhutang itu Welly, kepada Tee, saat mereka tinggal bertetangga di Malang. Nah, ketiga saudara Welly ini gak terima kalau rumahnya dilelang akibat utang kakaknya itu. Karena ini adalah rumah warisan mereka yang di Kertajaya. Mereka baru tau rumahnya dilelang setelah papa mereka meninggal,” ujar Aris Eko Prasetyo, saat dihubungi Surabaya Pagi, Jumat (28/8/2020) lalu.

 

Dihuni Welly dan Swee Ing-Kuncoro

Rumah itu selama ini ditempati mendiang Kuncoro, Mariani dan Welly. Ketiga anak ini sudah tidak tinggal di rumah tersebut. Hanya saja, alamat di data kependudukan masih tercatat tinggal di rumah tersebut. Meski demikian, mereka mengklaim tetap berhak terlibat atas warisan rumah tersebut.

 

Utang Piutang

Sedangkan, pengacara Mariani, Trisno Hardani menyatakan, yang punya utang kepada Costaristo Tee sebenarnya anak Mariani bernama Welly Tanubrata.

Menurut dia, Mariani hanya sebagai penjamin utang anaknya saja. Tee adalah anak Teguh Kinarto, tetangga Mariani ketika masih tinggal di Malang. Kedekatan itu yang membuat kedua pihak ini punya utang piutang. "Utang piutang personal biasa," ujar Trisno kemarin.

Baca Juga: Adi Laksamana Putra Dijerat Pasal TPPO

Klaim Trisno sebagai pengacara Mariani, bahwa Mariani tidak lepas tanggungjawab. Bahkan Mariani alias Swee Ing, pernah mencicil secara bertahap sebanyak tiga kali. Pertama, Rp 590 juta dan kedua Rp 607 juta yang dibayar dengan ditransfer. Pembayaran ketiga berupa ruko.

"Sekarang aset itu masih haknya kurator. Bukan hak kreditur separatis. Kreditur sudah menjual barang jaminan debitur," katanya.

Dia juga keberatan dengan nilai appraisal atau penghitungan terhadap nilai aset oleh KPKNL. Nilai yang sudah ditetapkan Rp 58,5 miliar. Dia mengklaim berdasarkan penghitungannya nilainya mencapai Rp 90 miliar.

 

Costatisto Tee Berhak Lelang

Terpisah, advokat Costaristo Tee, Dr. Tonic Tangkau SH MH menyatakan, berdasarkan penetapan hakim pengawas dan kurator, masa insolvensi berlaku sejak 26 Juni, bukan 26 Maret. Karena itu, kliennya masih berhak melelang rumah warisan yang menjadi hak tanggungan sebab masih belum lewat batas masa insolvensi.

Tonic juga mempertanyakan kapasitas ketiga anak Mariani yang mengajukan gugatan ke pengadilan. Sebab, Mariani dan suaminya, mendiang Kuncoro sudah menandatangani penyerahan hak tanggungan. "Saya tidak tahu kalau itu dianggap juga aset anak-anaknya. Seingat saya ketika memberikan hak tanggungan ke kreditur, sudah ditandatangani Mariani dan suaminya," kata Tonic.

Rumah itu dijaminkan untuk utang anak Mariani, Welly. Menurut dia, saat debitur tidak bisa menyelesaikan kewajibannya untuk membayar utang, aset yang menjadi hak tanggungan bisa digunakan untuk memenuhi kewajiban. "Mariani memberikan jaminan berupa rumah di Kertajaya untuk menjamin pelunasan utang anaknya," ujarnya.

Sementara, kliennya sebagai kreditur berhak melelang aset debitur. Sebab, statusnya kreditur separatis. Lelang itu juga atas sepengetahuan kurator. Pengajuan lelang oleh kreditur ke KPKNL juga sudah diatur dalam perundang-undangan.

Menurut dia, kreditur separatis punya hak pelunasannya didahulukan setelah adanya putusan insolvensi dari Pengadilan Niaga. Maksimal 60 hari sejak putusan dibacakan harus sudah dilelang. "Bisa saja jual lelang langsung karena undang-undang memberikan kewenangan kepada kreditur separatis pelunasannya didahulukan," kata Tonic. tyn/pat/rmc/007

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU