Home / Opini : Catatan Hukum Wartawan Surabaya Pagi

Adakah Niat SYL Benturkan KPK dan Polda Metro

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 13 Okt 2023 11:37 WIB

Adakah Niat SYL Benturkan KPK dan Polda Metro

i

Catatan Hukum Wartawan Surabaya Pagi, Raditya Mohammer Khadaffi

Mantan Menteri Pertanian SYL sudah diambil paksa dan diperiksa penyidik KPK. Sampai Jumat (13/10/2023) pagi, SYL sudah menjawab 25 pertanyaan dari penyidik.

Tim pengacara SYL, Ervin Lubis, sudah sempat bertemu dengan SYL di KPK pada Kamis (12/10/2023) pukul 23.00 WIB.

Baca Juga: KH Marzuki, Diduga Kandidat Rival Pragmatisnya Khofifah

Sebelum diperiksa, ada penjemputan paksa terhadap SYL oleh tim KPK, Kamis malam (12/10/2023). KPK langsung memborgol mantan Menteri Pertanian ke gedung Merah Putih KPK.

Saat ditangkap, status SYL, sudah tersangka. Bisa jadi nasibnya seperti Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono. Saat datang di gedung KPK, Kasdi, dalam posisi non tahanan. Tapi malam harinya, si Sekjen sudah dipamerkan ke wartawan, memakai jacket orange. Diborgol hadap tembok. Artinya ia sudah berstatus tahanan.

Malam Jumat itu, SYL langsung diperiksa. Penyidik punya waktu 1x24 jam untuk menentukan SYL ditahan atau tidak. Hitungan liniernya pengumuman hasil penyidikan SYL Jumat malam tadi di atas pukul 20.00 wib.

Saya baru rampungkan catatan ini pukul 19.00 wib. KPK menyatakan pertimbangan penahanan SYL, dikhawatirkan kader PartaI NasDem itu melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.

 

***

 

Secara hukum, semua praktisi hukum tahu, jemput paksa diatur karena hukum tidak membenarkan proses keadilan in absentia, yaitu dalam acara pemeriksaan biasa dan pemeriksaan acara singkat, tanpa hadirnya tersangka.

Dalam KUHAP, penjemputan paksa adalah dihadirkan dengan paksa. Ini dilakukan, setelah pemanggilan yang dilakukan sebanyak dua kali namun tidak dipenuhi.

Pasal 112 ayat 2 KUHAP menjelaskan, orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, maka penyidik memanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya.

Secara hukum, jemput paksa berbeda dengan panggil paksa dan penangkapan.  Terkait pelaksanaan tugas penangkapan diatur dalam KUHAP, yaitu dilakukan oleh penyidik dengan memperlihatkan surat perintah tugas penangkapan, dan tersangka berhak menerima surat tersebut.

Sementara penangkapan merupakan suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti, guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan.

Febri Diansyah, pengacara mantan Mentan  mengatakan terbitnya surat penangkapan SYL pada Rabu (11/10) bersamaan dengan panggilan pemeriksaan pertama kepada kliennya. Saat itu SYL absen dari panggilan dan telah memberikan penjelasan kepada KPK.

"Jadi kalau kira runut tanggal 11 Oktober itu jadwal pemeriksaan untuk panggilan pertama. Kemudian Pak Syahrul melalui kuasa hukum menyampaikan surat, ingin menjenguk ibunya yang sedang sakit di Makassar dan sudah berumur sangat tua 88 tahun, alasan kemanusiaan," jelas Febri.

Dari penjelasan pengacara SYL ini, tampaknya ia merancukan arti jemput paksa dan penangkapan. Maka itu, Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri,meluruskan pihaknya sampai melakukan penjemputan SYL di apartemen di Jakarta Selatan pada Kamis (12/10) malam, khawatir SYL melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.

"Kami melakukan upaya paksa baik penggeledahan, penangkapan, penyitaan dan lain-lain pasti kami punya dasar hukum yang kuat," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan di gedung KPK, Kamis (12/10).

Ali menuturkan KPK sebelumnya sudah memberikan ruang kepada SYL untuk datang ke KPK memenuhi panggilan. Meski SYL tidak dapat hadir saat itu, KPK menghargai.

"Dalam konteks perkara ini tentu ada beberapa hal yang mengikuti perkembangan dari tersangka ini, sekalipun kami memanggilnya kemarin. Artinya kami sudah memberikan ruang, waktu, untuk hadir di gedung KPK tapi dengan alasan yang sudah disampaikan, tentu kami menghargai itu," tambah Ali Fikri

KPK, kata Ali, mendapat informasi SYL sudah berada di Jakarta sejak semalam. KPK menunggu kehadiran SYL namun tak kunjung datang hingga akhirnya dilakukan analisis.

 

Baca Juga: Jokowi-Mega, Hanya Relasi Politik

***

 

Nah, analisis penyidik dari KPK bisa luas jangkauannya.  Bisa juga memperhitungkan niat baik dari tersangka SYL. Secara akal sehat poin analisis ini bisa mempertimbangkan manuver manuver SYL, sejak ia diperiksa sebagai saksi pada bulan Juli 2023.

Ada kiriman fotocopy panggilan dari Polda Metro Jaya ke ajudan dan sopirnya ke medsos? Apa relevansinya?  Secara akal sehat bisa jadi diskusi menarik mungkinkah niat penyebaran fotocopy panggilan datang murni dari ajudan dan sopirnya? Kedua, relevansi penyebaran foto SYL dengan Firli tahun 2021 pada saat SYL diperiksa dalam kasus dugaan korupsi tahun 2023. Ada tenggang dua tahun. Ini saya duga contoh manuver SYL.

Masuk akal saat jemput paksa, penyidik KPK melakukan analisis.

Menurut saya analisis penyidik ini tergolong analisis contens (content analysis) atau analisis isi. Pemahaman saya content analysis adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Disini bisa menyentuh niat SYL mengatakan akan kooperatif ikuti proses hukum di KPK? Tapi ia mangkir dengan alasan jenguk ibunya. Pertanyaannya mengapa tengok ibunya tidak saat usai mendarat di bandara Soetta, 5 Oktober sampai 9 Oktober. Penyidik KPK bisa menganalisis niat SYL, baru pulang kampung tanggal 10 Oktober, saat dipanggil KPK.

Dalam ilmu hukum, niat menentukan apakah tersangka melakukan kejahatan dengan sengaja atau tidak? Kaitan niat adalah motif. Mengapa sebagai penyelenggara negara sekaligus dewan pakar partai NasDem, SYL melakukan kejahatan tiga jenis. Pemerasan, gratifikasi sampai TPPU. Dan mengapa urusan sangkaan korupsinya melebar melapor ke Polda Metro Jaya. Adakah niat mengadu domba KPK dengan Polda Metro Jaya.?

Sebagai Dewan Pakar Partai NasDem, ia mesti tahu logika hukum. Apalagi punya back ground sekolah ilmu hukum sampai tingkat doktoral.

Aturan di UU KPK, bila ditemukan dugaan pelanggaran oleh pimpinan KPK, prosedurnya dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK lebih dulu. Dewas memeriksa etiknya. Bila ada unsur pidananya, Dewas merekomendasi laporkan pidana ke instansi penegak hukum.

Sebagai seorang bergelar doktor ilmu hukum, akal sehat saya bilang SYL tahu pengawasa MB KPK, terutama terhadap pimpinannya.

Konstitusi mengatur, pengawasan legislatif terhadap KPK dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pengawasan eksekutif oleh Presiden Republik Indonesia, pengawasan internal oleh Direktorat Pengawasan Internal, pengawasan publik oleh Deputi Pengaduan Masyarakat, dan pengawasan media oleh jurnalis.

Baca Juga: Sandra Dewi, Perjanjian Pisah Harta, Sebuah Strategi

Kenapa SYL langsung melompat lapor ke Dumas Polda Metro Jaya menggunakan jargon pengaduan masyarakat? Logika hukum saya bisa paham bila laporan dugaan pemerasannya ke Polda Metro Jaya disinyalir mengadu domba antar dua institusi penegak hukum?.

Catatan jurnalistik saya menunjukan polemik antara Polda Metro Jaya dengan KPK, kini kian memanas.

Sebagian pimpinan KPK saya ikuti di medsos ada yang meradang. Terutama narasi tentang adanya oknum pimpinan KPK melakukan pemerasan terhadap SYL.

Atas manuver SYL ini, muncul sikap saling mendegradasi atau menghujat bahkan menjatuhkan antar KPK dan Polda Metro Jaya.

Berpikir kenegarawan, SYL melaporkan dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK seharusnya tidak perlu terjadi. Ini menyangkut eksistensi dua lembaga negara bidang hukum.

Secara fatsun politik hulum, Polda Metro Jaya dengan KPK adalah sama-sama penyelenggara negara. Keduanya mesti saling menghormati dan menjunjung tinggi martabat lembaga negara demi kepentingan bangsa dan negara, bukan individu.

Masih menggunakan logika hukum bernegara,, sikap Kapolda Metro Jaya mesti mengedepankan sikap kenegarawanannya. Antara lain tidak menonjolkan kewenangannya dulu sebagai penegak hukum. Apalagi kini sedang ramai hukum pidana dengan pendekatan Restorative Justice.

Apalagi menurut Pasal 5 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002, polisi merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Penonjolan UU ini memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dulu, baru menegakkan hukum. Mengingat bila Polda Metro Jaya memprioritaskan penegakkan hukum bisa disoal ada keberpihakan kepentingan individu maupun kelompok.

Apalagi dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK yang saya ikuti dari media sosial masih di ranah Grey area.

Siap Komandan Irjen Karyoto dan Ketua Firli Bahuri. Pesan saya dari laptop, dalam memberantas tindak pidana korupsi jangan dimanfaatkan kepentingan individu dan kelompok, tapi amankan keuangan negara dari tikus tikus berbaju penyelenggara negara. ([email protected])

Editor : Raditya Mohammer Khadaffi

BERITA TERBARU