Etika Politik Gibran, Sepertinya Mulai Tergerus

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 30 Okt 2023 20:15 WIB

Etika Politik Gibran, Sepertinya Mulai Tergerus

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah membahas status Gibran sebagai kader PDIP di sela pertemuan Council of Asian Liberal and Democrats (CALD Party) Management Workshop di Sekolah PDIP, Jakarta, Sabtu (28/10/2023).

Ditanya soal perbedaan itu, Basarah menunggu etika politik Gibran untuk mengembalikan kartu tanda anggota (KTA) PDIP.

Baca Juga: Resiko Pejabat Bea Cukai Berkongsi

"Kita tunggu niat baiknya untuk menunjukkan etika politik beliau kepada ibu Mega, kepada keluarga besar partai yang telah melahirkan, membesarkannya, dan menjaganya selama 22 tahun [pemerintahan] Pak Jokowi sejak Wali Kota Solo dua periode, Gubernur DKI, Presiden Republik Indonesia hampir dua periode," tutur Basarah.

Basarah sedang meratapi. Ia meminta Gibran, bakal cawapres usia milenial menunjukkan etika politik kepada ibu Mega, dan kepada keluarga besar partai yang telah melahirkan.

Gibran dan Jokowi, sampai tulisan ini saya buat semalam (30/10) tak merespon.

Menggunakan pendekatan etika dari

filsuf Yunani Plato dan Aristoteles, sepertinya, keduanya tidak-belum menunjukan perilaku moral, dan kebajikan manusia.

Dilansir dari Stanford Encyclopedia of Philosophy, plato melihat etika sebagai keterampilan untuk mencapainya tujuan tertinggi manusia dari pemikiran, perilaku moral, dan kebajikan manusia. Da tujuan tertinggi adalah kebahagiaan atau kesejahteraan.

Juga Aristoteles, Dilansir dari Humanities LibreTexts, Aristoteles memandang etika sebagai latihan aktif pikiran sesuai dengan kebaikan atau kebajikan yang sempurna. Di mana etika tersebut dapat diwujudkan melalui keberanian, kontrol diri, kemurahan, dan juga kejujuran.

Terkait etika politik Gibran, saya terdorong belajar lagi dasar negara Indonesia yang termaktub dalam UUD 1945.

Dijelaskan, Pancasila sebagai etika politik adalah tatanan bernegara agar lebih tertib dan terkondisikan. Saya diingatkan lagi implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai etika berpolitik.

Mengutip buku Pancasila: Persepktif Ketatanegaraan dan Paradigma Ajaran Islam oleh Cynthia Hadita (2021), etika membantu manusia untuk menentukan tindakan yang tepat dalam kehidupan bermasyarakat. Dan sebagai dasar negara, Pancasila adalah etika bagi masyarakat Indonesia yang harus diakui kebenarannya.

Ada nilai-nilai etika Pancasila yang dapat diimplementasikan dalam tatanan bermasyarakat. Seperti tatanan bernegara yang mempunyai nilai-nilai dasar merdeka, berdaulat, adil, dan makmur.

Dalam buku ini disebutkan ada manfaat menanamkan nilai-nilai semangat kebangsaan pada setiap warga negara. Antara lain agar tidak terjadi konflik atau kecemburuan satu sama lain antara anak bangsa.

Curahan elite PDIP Achmad Basarah, ada gambaran terjadi sebuah konflik kader PDIP 'diculik' oleh parpol lain yang tidak pernah melahirkan dan membesarkan Gibran.

 

***

 

Dalam pasal 1 ayat 3 Undang-undang Dasar atau UUD 1945 disebutkan negara Indonesia adalah negara hukum.

Baca Juga: Jurnalistik Investigasi Ungkap Kejahatan Tersembunyi untuk Kepentingan Umum

Maka, keadilan dalam hidup bersama harus sesuai dengan sila kelima Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan sosial merupakan tujuan dari kehidupan negara.

Segala kebijakan, kekuasaan, dan kewenangan dalam penyelenggaraan negara harus berdasarkan hukum yang berlaku.

Rumusan nilai nilai ini sepertinya bersentuhan dengan skandal Gibran.

Pertanyaannya, 'penculikan' kader PDIP apakah legitimasi demokrasi.? Kasus Gibran telah menjadi persoalan publik.

Contoh Penerapan Etika Politik dalam Pancasila bahwa segala perbuatan yang dilakukan di dunia akan mendapatkan balasan dari Tuhan, sehingga kita harus menghindari kecurangan dan perbuatan tidak terpuji lainnya dalam berpolitik. Hal ini berdasarkan sila ke-1 Pancasila. Nah, jelas kita harus menghindari kecurangan dan perbuatan tidak terpuji lainnya dalam berpolitik. Apakah kasus Gibran sampai ramai di medsos masuk kecurangan?

Menurut akal sehat saya, etika politik yang dipraktikan Gibran tidak klop dengan etika Pancasila. Lalu, untuk apa saya dulu saat kuliah diberi mata pelajaran etika Pancasila.?

Apalagi ratapan Basarah, menyebut, baik Jokowi maupun Gibran, dilahirkan dibesarkannya, dan dijaganya selama 22 tahun .

Ini bisa menggambarkan lunturnya semangat dan rasa kebangsaan Gibran yang klaim wakil milenial.

Ratapa Basarah ini mengingatkan Anak merupakan amanah yang dititipkan Allah kepada kedua orang tua untuk selanjutnya dididik, dibina dan dibesarkan sesuai dengan fitrahnya manusia. Seorang anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari figur seorang ibu. Ibu sebagai sekolah pertama bagi sang anak dan mempunyai kewajiban atas anak.

Al ummu madrasatul ula (Ibu adalah madrasah pertama untuk anak-anaknya) tempat dimana anak mendapat asuhan dan diberi pendidikan pertama bahkan mungkin sejak dalam kandungan. Ini tentu terkait etika politik Gibran.

Baca Juga: Komedian jadi Menteri, Bisa Campurkan Humor dan Joke

Ia melupakan jasa ibu. Ia tidak lagi hormat dan menghargai Megawati, "ibunya" yang melahirkan sebagai Wali Kota Solo dan membesarkan sampai menjabat dua tahun.

Apakah lalu Pancasila sebagai sistem etika akan mengalami ancaman di kalangan milenial?

Saya khawatir kasus Gibran bisa membawa lunturnya wibawa pemerintahan Jokowi?

Melihat realita kasus Gibran, etika politik di Indonesia sepertinya sudah mulai tergerus atau bahkan ditinggalkan.

Realita politik pilpres 2024 memperlihatkan ada kalangan elite politik yang cenderung melalaikan etika kenegarawanan yaitu berpolitik tanpa rasionalitas. Ada upaya mengedepankan emosi dan kepentingan kelompok sehingga tidak mengutamakan kepentingan berbangsa dan bernegara.

Saya amati elite elite itu tidak merasa bersalah.

Ada kesan menurunnya sifat kejujuran dan santun dalam urusan karakter anak-anak milenial.

Juga Presiden perlu bertindak nyata untuk mengembalikan demokrasi ke dalam tujuan awalnya.

Akal sehat saya berbisik Presiden Jokowi jangan lagi suka cawe-cawe urusan politik. Eling, Jokowi mbok memosisikan diri sebagai kepala negara yang mengarahkan jalannya pemerintahan dan simbol kewibawaan negara. Terutama mengurangi posisi-posisi politis lain terkait kepentingan lebih sempit, seperti jabatan Gibran dan anak menantunya di partai politik dan pemerintah. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU