Eks Kajari Diduga Ciptakan Bukti Palsu untuk Jerat Tatang

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 29 Nov 2023 21:22 WIB

Eks Kajari Diduga Ciptakan Bukti Palsu untuk Jerat Tatang

i

Raditya M Khadaffi

Jurnalisme Investigasi Disertai Eksaminasi Atas Tiga Putusan Hakim dan Surat Dakwaan Jaksa Kasus Dugaan Korupsi di Trenggalek (10-Habis)

 

Baca Juga: KH Marzuki, Diduga Kandidat Rival Pragmatisnya Khofifah

 

 

 

 

 

 

Tim eksaminasi publik akhirnya merekomendasi telah menemukan petunjuk kuat eks Kajari Trenggalek Lulus Mustafa, diduga kuat membuat dan atau menciptakan bukti palsu untuk proses peradilan. Diduga tujuan membuat dan atau menciptakan bukti palsu untuk menjerat Tatang Istiawan, ayah saya, tersangkut korupsi di Trenggalek .

Modus membuat dan atau menciptakan bukti palsu seperti 1. Membuat laporan audit foreksi bekerjasama dengan oknum auditor BPKP Jatim seolah ada kerugian negara, 2. Laporan audit itu untuk menutupi ketidakadaan kerugian keungan negara dari APBD Kabupaten Trenggalek sebesar Rp 7,4 miliar, 3. Perjanjian kerjasama usaha grafika ditempeli seolah ada perbuatan hukum pengadaan barang dan jasa, hingga 4. Dibuat narasi di Surat Dakwaan seolah ada ancaman telepon gelap ke eks Bupati Trenggalek Drs. H. Soeharto.

 

***

 

Dugaan menggunakan empat modus membuat dan atau menciptakan bukti palsu tersebut terkait kewenangan jaksa merangkap sebagai penyidik sekaligus penuntut umum.

Kewenangannya sebagai aparat penegak hukum semacam ini amat besar. Karenanya, menurut tim eksaminasi, rangkap dua fungsi penegak hukum dan jauh dari kota besar menjadi keharusan adanya mekanisme kontrol yang efektif. Ini agar kejaksaan di daerah dapat menjalankan tugasnya secara professional dan tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Contoh, ayah saya, ditempatkan di dalam gelas dan dilihat dari berbagai sudut, sejatinya tidak melakukan atau berbuat tindak pidana korupsi, tapi malah dituduh turut serta melakukan tipikor dengan alat bukti yang difabrikasi atau diciptakan dengan alat bukti yang dipalsukan atau diada-adakan (rekayasa hukum). Atau istilahnya alat buktinya fabricated evidence.

 

***

 

Tim eksaminasi membedakan antara permainan kasus oleh penegak hukum dan proses pengajuan Peninjauan Kembali atau PK. Secara hukum, dua hal itu tak bisa dicampur - adukan.

Permainan kasus, kata tim eksaminasi umumnya melibatkan Makelar Kasus (markus). Mereka orang yang berupaya mempengaruhi Penegak Hukum. Terutama yang sedang menangani suatu kasus, sehingga tercipta proses hukum yang menguntungkan orang-orang tertentu. Misalnya dengan memberi suap.

Dampak perbuatan markus, sangat merugikan pencari keadilan yang seharusnya menerima keadilan.

Juga bisa mengorbankan orang yang tidak bersalah sebagai tumbal hukum, seperti ayah saya. Itu praktik permainan kasus.

Apakah dalam kasus ayah saya, ada peran markusnya? Ini domain kajati Jatim sebagai atasan langsung Kajari Trenggalek.

Tim eksaminasi membelah kontruksi perkara sebelum ditemukan fakta baru dan setelah ada fakta baru. Tim eksaminasi menyoroti salah satu faktor eksternal penyebab pelanggaran HAM dalam penyalahgunaan kekuasaan adalah orang yang dijadikan obyek perkara. Terutama saat penguasa tidak memperhatikan hak yang dimiliki setiap manusia, sehingga berbuat semena-mena.

Hal ini pada akhirnya yang dapat membatasi dan bahkan menghilangkan Hak Asasi Manusia, seperti yang dialami ayah saya.

 

***

 

Baca Juga: Jokowi-Mega, Hanya Relasi Politik

Dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diatur mengenai pelaku penyimpangan yang dapat dikenai sanksi yaitu Penyedia Barang/Jasa, Unit Layanan Pengadaan (ULP), serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Perbuatan-perbuatan yang diancam dengan sanksi dirumuskan di dalam Pasal 118. (Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, Pasal 118).

Berdasarkan aturan ini, maka perbuatan- perbuatan yang dapat diproses secara pidana yakni apabila penyedia barang/jasa :

1. Berusaha mempengaruhi Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan/pihak lain yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan/Kontrak, dan/atau ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

2. Melakukan persekongkolan dengan Penyedia Barang/Jasa lain untuk mengatur harga penawaran diluar prosedur pelaksanaan pengadaan Barang/Jasa, sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan orang lain.

3. Membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan Pengadaan Barang/Jasa yang ditentukan dalam Dokumen Pengadaan.

4. Mengundurkan diri setelah batas akhir pemasukan penawaran atau mengundurkan diri dari pelaksanaan kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan.

5. Tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak secara bertanggungjawab; dan/atau

6. Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3), ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan Barang/Jasa produksi dalam negeri.

 

***

 

Poin a-f diatas tak ditemukan dalam berita acara penyidikan atau BAP yang dibuat penyidik Kejari Trenggalek. Tak dijelaskan panitia pengadaan barang dan jasanya seperti PA (Pengguna Anggaran), KPA (Kuasa Pengguna Anggaran), PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), Pejabat Pengadaan (PP), Pokja Pemilihan (Kelompok Kerja Pemilihan), Agen Pengadaan sampai Penyelenggara Swakelola.

Ujuk-ujuk ayah saya sebagai pihak swasta dinyatakan melanggar peraturan pengadaan barang dan jasanya Permendagri. Juga Jaksa tidak menunjukan dalam BAP proses awal pengadaan barang dan jasa yaitu pengumuman Pengadaan.

Ayah saya langsung ditetapkan dengan pasal pasal Tipikor melanggar permendagri yang Pengadaan Barang/Jasa?

Kontruksi hukum semacam ini dinilai oleh tim eksaminasi, kejari Trenggalek diduga mencari-cari bukti untuk membawa ayah saya dalam proses peradilan yang menyesatkan. (Digambarkan dalam skema perbandingan tiga vonis ayah saya, eks bupati Trenggalek dan eks Dirut PDAU Trenggalek).

Baca Juga: Sandra Dewi, Perjanjian Pisah Harta, Sebuah Strategi

Juga dilampirkannya laporan audit forensik auditor BPKP Jatim tanpa disertai alat bukti surat penetapan APBD Kabupaten Trenggalek tahun 2008 tentang pengeluaran sumber dana Rp 7,4 miliar dari APBD Kabupaten Trenggalek tahun 2008 untuk penyertaan modal usaha grafika.

Laporan audit forensik auditor BPKP Jatim diduga untuk menutupi kecurangan jaksa dalam struktur kepemimpinan eks Kajari Trenggalek Lulus Mustafa.

Modus mencari-cari bukti semacam ini dinilai oleh tim eksaminasi sebagai salah satu faktor eksternal penyebab pelanggaran HAM.

Hal semacam ini masuk dalam katagori penyalahgunaan kekuasaan saat menjadi penguasa eks Kajari Trenggalek ditenggarai tidak memperhatikan hak yang dimiliki setiap manusia, sehingga berbuat semena-mena. Hal ini pada akhirnya membatasi dan bahkan menghilangkan Hak Asasi Manusia ayah saya.

Dalam bahasa hukumnya tindakan penyalahgunaan kekuasaan semacam ini termasuk dalam perbuatan tercela yang melawan hukum abuse of power.

Beberapa bentuk abuse of power secara umum yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari misalnya penyuapan, korupsi, pengancaman atau penghinaan kepada bawahan, dan lain sebagainya.

 

***

 

Membongkar adanya permainan kasus oleh penegak hukum c/q Kejari Trenggalek bukan perkara enteng. Kejahatan dalam proses peradilan semacam ini termasuk dalam kategori White Collar Crime, yang dilakukan oleh orang-orang terpelajar dan profesional yang mengerti hukum.

Adanya fakta baru, perbandingan vonis terhadap tiga tersangka, tidak ditemukan alat bukti surat adanya kerugian negara dinilai sebagai petunjuk abuse of power dan White collar Crime.

Tim eksaminasi merekomendasi dibentuk tin investigasi dan pencari fakta oleh komnas HAM. Selain Kajati Jatim atau gabungan yang melibatkan wartawan.

Ini pernah dikakukan pembentukan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan. TGIPF telah bekerja mulai tanggal 4 Oktober 2022 bersamaan dengan diterbitkannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 19 Tahun 2022 tentang Pebentukan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta Peristiwa Stadion Kanjuruhan, Malang.

Lembaga eksaminasi yang mengusulkan pembentukan tim investigasi sesungguhnya bukan hal baru. Sejak tahun 1967, Mahkamah Agung sediri sudah menginstruksikan pengujian terhadap putusan-putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Lembaga eksaminasi melakukan studi hukum kritis. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU