Calon Legislator Jatim, Non Dana Hibah

author Raditya Mohammer Khadaffi

- Pewarta

Rabu, 28 Feb 2024 20:24 WIB

Calon Legislator Jatim, Non Dana Hibah

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Membaca nama-nama calon anggota DPRD Jatim periode 2024-2029, hasil hitungan sementara KPU, tampak bertebaran nama nama wakil rakyat usia muda.

Berdasarkan data dari KPUD Jatim itu, hanya sedikit wakil rakyat berusia tua, sekelas terdakwa korupsi dana hibah, Sahat Simanjuntak (Partai Golkar). Dari nama yang ada, tercatat Rasiyo, mantan Sekdaprov Jatim, wakil rakyat sepuh.

Baca Juga: Jokowi vs Mega, Prabowo vs Mega = Kekuasaan

Nama-nama legislator terdakwa korupsi dana hibah teman Sahat Simandjuntak, tak tercatat. Mereka wakil rakyat dari partai politik lintas partai.

Mereka pernah dikenakan pencekalan oleh KPK. Mereka terdiri Kusnadi (Ketua/PDIP), Anik Maslachah (Wakil Ketua/PKB), Anwar Sadad (Wakil Ketua/Gerindra), dan Achmad Iskandar (Wakil Ketua/Demokrat). Dari catatan daftar caleg, Anwar Sadad memilih maju tingkat ke DPR RI.

Saya dari laptop redaksi mengingatkan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah di Provinsi.

Ada tiga tugas yang sama dengan legislator tingkat pusat.

Tiga tugas itu membentuk Peraturan Daerah bersama Gubernur; membahas dan memberikan persetujuan rancangan Peraturan Daerah mengenai APBD yang diajukan oleh Gubernur; melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan APBD;

Artinya, wakil rakyat diamanahi tugas memperjuangkan aspirasi rakyat. Terpilihnya 50 anggota DPRD Jatim baru membawa harapan terwujudnya pemerintahan bersih dan berwibawa di daerah. Dengan kewenangan yang luas, saya berharap DPRD dapat mewujudkan itu.

Mengingat DPRD merupakan aktor penting pembangunan di daerah, terutama pasca berlakunya otonomi daerah di mana DPRD memiliki kekuasaan lebih besar.

Bahkan, pada awal masa reformasi, DPRD diberikan kewenangan ala pemerintahan parlementer; memilih dan memberhentikan kepala daerah. Hal ini merupakan respons terhadap model sentralistik yang diterapkan pemerintahan Orde Baru yang menghasilkan buruknya tata kelola dan tingginya korupsi di jajaran pemerintahan daerah.

Praktis, DPRD yang kuat, diharapkan dapat memunculkan pengawasan yang efektif terhadap jalannya pemerintahan.

Artinya, melalui kewenangan legislasi, pengawasan dan anggaran, DPRD diharapkan jadi aktor pendorong munculnya tata kelola pemerintahan yang baik.

 

***

 

Catatan jurnalistik saya mencatat pernah ada Wakil Ketua DPRD Jawa Timur yang dihukum, karena korupsi.

Ia adalah Sahat Tua Simanjuntak. Sahat, diduga menerima uang suap Rp. 5 miliar dari pengurusan alokasi dana hibah APBD DPRD Jawa Timur.

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, mengatakan kasus Sahat Simandjuntak, bermula dari anggaran tahun 2020 dan 2021 APBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Saat itu Pemerintah Provinsi Jawa Timur merealisasikan dana hibah dengan total Rp. 7,8 triliun. Dana tersebut, akan didistribusikan penyalurannya melalui kelompok masyarakat (Pokmas) sebagai dana proyek infrastruktur hingga ke pedesaan.

Dana belanja hibah tersebut merupakan usulan dari para anggota DPRD Jawa Timur .

Sebagai wakil ketua DPRD Jawa Timur, Sahat kemudian mengajukan diri membantu memuluskan pemberian dana hibah.

Menuruf Johanis, dari penawaran tersebut Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang Abdul Hamid menyanggupi tawaran dari Sahat tersebut.

Kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka atau ijon tersebut ditandai dengan adanya uang komitmen dimana ada penyunatan sebesar 30 persen dana hibah dimana Sahat mendapat 20 persen .

Besaran dana hibah Pokmas yang difasilitasi Sahat pada tahun 2021 dan 2022 adalah masing-masing sebesar Rp. 40 miliar.

Baca Juga: Cari SIM Dibawah 17 Tahun, Benchmark Gibran

Sahat yang dihukum divonis 9 tahun penjara dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) di Madura Rp 39,5 miliar.

Vonis tersebut lebih ringan 3 tahun daripada tuntutan jaksa, 12 tahun.

Selain pidana kurungan, Sahat juga didenda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara. Sahat juga diminta mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 39,5 miliar.

Selain divonis 9 tahun penjara, hak politik Sahat juga dicabut selama 4 tahun.

 

***

 

Sahat Simanjuntak, salah satu pengusul alokasi dana hibah bersama para anggota DPRD Jawa Timur lain. Usulan itu kemudian ditindaklanjuti Pemerintah Provinsi dengan merealisasikan anggaran dana hibah sebesar Rp 7,8 triliun. Namun dibalik usulan tersebut diduga ada skenario untuk mencari keuntungan dengan modus “ijon” atau kelompok masyarakat harus memberikan komitmen fee 10%-20% dari alokasi yang dana hibah yang disalurkan.

Maklum, DPRD memang memiliki kewenangan atau hak budgeting untuk terlibat dalam setiap pembahasan anggarannya bersama eksekutif. Namun bercermin pada kasus Sahat, ini, kewenangan itulah yang diduga disalahgunakan untuk mengatur orang orang yang bisa mendapatkan dana hibah, termasuk jumlah alokasi yang akan didapatkan serta lokasi didistribusikan dana hibah.

Penyalahgunaan wewenang tersebut kemudian diakhiri dengan meminta komitmen fee atau ijon dari para Pokmas.

Pada pertengahan Desember 2022 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak. Politisi Partai Golkar ini diduga menerima suap sebesar Rp 5 miliar, karena memuluskan pengurusan dana hibah untuk proyek infrastruktur pedesaan yang disalurkan melalui kelompok masyarakat (Pokmas).

Sahat merupakan salah satu pengusul alokasi dana hibah bersama para anggota DPRD Jawa Timur lain.

Baca Juga: Sengketa Pilpres 2024 Berakhir dengan Dissenting Opinion

Ternyata dibalik usulan tersebut diduga ada skenario untuk mencari keuntungan dengan modus “ijon” atau kelompok masyarakat harus memberikan komitmen fee 10%-20% dari alokasi yang dana hibah yang disalurkan.

Ditengah proses hukum kasus Sahat, banyak pertanyaan yang muncul. Salah satunya apakah kasus korupsi dana hibah hanya akan menjerat Sahat atau juga melibatkan anggota DPRD lain termasuk pihak eksekutif?

Jika merunut kronologi perencanaan dana hibah provinsi Jawa Timur, sebenarnya dengan mudah publik bisa menerka siapa saja yang terlibat. Misalnya dengan mengusut dan memeriksa anggota DPRD yang mengusulkan. Lalu dibahas dengan siapa saja? Kemudian memverifikasi kepada para Pokmas sebagai penerima. Dalam verifikasi itu apakah jumlahnya sesuai dan memang layak menerima alokasi dana hibah.

Bercermin pada kasus di Jawa Timur ini, kewenangan itulah yang diduga disalahgunakan untuk mengatur siapa saja yang bisa mendapatkan dana hibah, berapa jumlah alokasi yang akan didapatkan serta dimana saja akan didistribusikan. Penyalahgunaan wewenang tersebut kemudian diakhiri dengan meminta komitmen fee atau ijon dari para Pokmas.

Fakta menunjukan jika dana hibah seringkali menjadi sasaran para pemburu rente.

Modus yang digunakan yaitu, pemotongan anggaran, laporan fiktif, penggelembungan harga atau mark up, penggelapan dan penyalahgunaan anggaran.

Selain menjadi sasaran rente, dana hibah juga bisa dimanfaatkan secara politik baik oleh anggota legislatif daerah maupun pihak eksekutif. Pada situasi menjelang pesta demokrasi, dana hibah dapat digunakan sebagai dana politik untuk meraup suara, misalnya membiayai tim sukses atau dana hibah disalurkan di daerah pemilihan (dapil) dan mengklaim sebagai prestasi atau uang pribadi kandidat.

Dari kasus Sahat, menunjukan dana hibah sangat rawan penyimpangan, tidak hanya oleh legislatif daerah tetapi juga eksekutif. Maklum keduanya memiliki kewenangan masing-masing.

Sebagai wakil rakyat yang akan dilantik pertengahan tahun 2024, ditunggu kinerja mengabdi kepada rakyat untuk melayani masyarakat setulusnya. Kita tunggu wakil rakyat yang akan meneruskan perjuangan menyampaikan aspirasi masyarakat, bukan mengikuti jejak Sahat Simandjuntak, mantan Wakil Ketua DPRD Jatim.

Harapan saya semoga kewenangan yang besar ke wakil wakil rakyat di DPRD Jatim akan membawa kabar gembira.

Semoga korupsi dan penyalahgunaan wewenang tidak tumbuh subur mengikuti jejak Sahat Simandjuntak.

Akal sehat saya berpesan DPRD Jatim yang baru tidak dijadikan episentrum baru korupsi di Provinsi Jatim. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU