Djoko Tjandra, Lihai!

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 17 Jul 2020 22:24 WIB

Djoko Tjandra, Lihai!

i

Gambar visual by SP

Seolah “Kecoh” Dokter Pusdokkes Polri dan  Karokorwas PPNS Bareksrim Polri Brigjen Pol. Prasetijo

 

Baca Juga: Dokternya Bisa Bisa Dibidik Halangi Penyidikan

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Kini ada versi baru dari Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Polri. Buronan Djoko Tjandra yang datang ke ruangan Brigjen Prasetijo Utomo, berbeda dengan yang disiarkan TV-TV swasta. Praktis, buron Djoko S Tjandra tidak melakukan pemeriksaan kesehatan secara langsung untuk mendapatkan surat bebas Covid-19 di markas Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). Lalu Djoko Tjandra yang mana?

 Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Polri Brigjen Pol Awi Setiyono menerangkan berdasarkan penelusuran saat itu yang datang untuk diperiksa di ruang Karokorwas PPNS Bareksrim--yang masih dipegang Brigjen pol Prasetijo Utomo--adalah orang lain.

"Yang datang itu bukan Djoko Tjandra, tapi mengaku Djoko Tjandra," kata Awi kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (17/7).

Dikemukakan oleh Awi, Brigjen Prasetijo, kala itu memfasilitasi pembuatan surat untuk Djoko Tjandra, dengan memanggil dokter ke ruangannya di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

Menurut Awi, pihaknya telah memastikan hal tersebut dengan memeriksa rekaman video pengawas (CCTV) di sekitar ruangan Prasetijo itu.

Tapi Awi, tidak menjelaskan, siapa yang mengantar “Djoko Tjandra” ke ruangan seorang Jenderal di bidang reserse. Juga tidak dijelaskan mengapa identitas “Djoko Tjandra” tidak diperiksa. Dan mengapa Brigjen Prasetijo, yang mengaku “kecolongan” sosok “Djoko Tjandra” berani membuat surat jalan dengan menyebut Djoko Tjandra itu konsultannya? Apakah membuat surat resmi berkop Bareskrim yang tidak sesuai faktanya, adalah membuat surat palsu? Dengan laporan ini mengesankan Djoko Tjandra ini orang yang lihai dan licik.

Polri sebelumnya memanggil dokter yang diduga mengetahui terkait dokumen surat bebas Corona  untuk Djoko Tjandra yang diterbitkan oleh Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri.

Mereka diminta keterangannya usai menggali keterangan dari Brigjen Prasetijo Utomo (BJP PU).

"Memang benar, jadi dokter tadi dipanggil (diperiksa). Ada dua orang tidak dikenal sama dokter ini dan kemudian melaksanakan rapid. Setelah rapid dinyatakan negatif, kemudian dimintakan surat keterangannya. Sebatas itu," kata Kadiv Humas Mabes Polri Argo Yuwono di Mabes Polri.

 

Dua Jenderal Dicopot Lagi

Sementara itu, tercatutnya Brigjen Nugroho Slamet Wibowo yang menghapus red notice Djoko Tjandra, ternyata berimbas pada Kadiv Hubinter Polri, Irjen Napoleon Bonaparte. Atasan Nugroho itu, ternyata ikut dicopot dari jabatannya, karena diduga juga bertanggungjawab atas pencoretan nama Djoko Tjandra dalam red notice secara internasional di Interpol.

Dalam struktur organisasi di Kadiv Hubinter Polri, Brigjen Nugroho Slamet Wibowo, sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia.

Pencopotan dua jenderal ini tertuang pada  surat telegram (STR) nomor ST/2076/VII/KEP/2020 yang ditandatangani oleh Asistem Sumber Daya Manusia (SDM) Polri Irjen Sutrisno Yudi Hermawan atas nama Kapolri tertanggal 17 Juli 2020.

Dalam surat telegram itu, Napoleon dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama Inspektorat Pengawasan Umum Polri. Posisi Napoleon digantikan Wakil Kapolda NTT Brigjen Johanis Asadoma.

Sementara Nugroho dimutasi sebagai Analis Kebijakan Utama bidang Jianbang Lemdiklat Polri. Posisi Nugroho digantikan oleh Brigjen Amur Chandra Juli Buana yang sebelumnya menjabat Kadiklatsusjatrans Lemdiklat Polri.

Baca Juga: Uangnya Rp 40 M Disita KPK, Mantan Mentan Panik

Masih dalam surat yang sama, Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Kombes Andian Rian R. Djajadi diangkat sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri menggantikan Brigjen Prasetijo Utomo.

 

Kajari dan Lurah Terseret

Dengan dicopotnya tiga jenderal dari jabatannya, akibat terkait pelolosan pelarian Djoko Tjandra. Menambah beberapa pejabat baik penegak hukum dan sipil yang terseret dalam pusaran permainan Djoko Tjandra.

Dalam waktu bersamaan, selain jenderal di Polri. Salah satu pejabat penegak hukum, yakni Kepala Kejaksaan Negeri Jakarata Selatan, pun kini terseret. Hingga Jumat (17/7/2020), Jaksa Agung masih memeriksa Kajari Jaksel Anang Supriatna.

Anang Supriatna diduga telah menemui salah satu kuasa hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking. Pertemuan itu sempat diunggah di media sosial dengan memperdengarkan rekaman percakapan antara Kajari Anang dengan Anita Kolopaking.

Atas kejadian itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin, memerintahkan jajarannya untuk memeriksa Kajari Jaksel. “Sekecil apapun informasinya, saya akan klarifikasi kepada yang bersangkutan,” jelas ST Burhanuddin, kemarin.

Ia pun memastikan untuk memproses Kajari Jaksel sesuai prosedur. "Dan apabila benar akan dilakukan pemeriksaan sesuai aturan yang ada," tuturnya.

Sementara itu, dihubungi terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono telah mengatakan Kajari Jaksel akan diperiksa. Namun, Hari belum dapat memastikan apakah pemeriksaan akan dilakukan oleh Asisten Pengawasan (Aswas) Kejati DKI atau Jaksa Agung Muda Pengawasan. "Saya cek dulu apakah Aswas DKI atau Pengawasan Kejagung," ujar Hari, kemarin.

Baca Juga: KPK tak Gentar Bupati Sidoarjo, Ajukan Praperadilan

Sementara, jauh sebelumnya, Lurah Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Asep Subahan, juga diduga memperlancar Djoko Tjandra untuk membuat sebuah KTP elektronik. Bahkan, Lurah Asep pun mengantarkan langsung KTP-el itu secara ekspres ke rumah Djoko.

Alhasil, pembuatan e-KTP Djoko Tjandra itu pun berujung pencopotan Lurah Grogol Selatan, Asep Subahan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Asep dinyatakan melanggar prosedur saat menerbitkan e-KTP milik Djoko Tjandra. Asep disebut berperan aktif yang melampaui tugas dan fungsinya dalam penerbitan e-KTP tersebut. Kini dia pun distafkan di kantor Wali Kota Jakarta Selatan.

 

 Pengawasan Polri Lemah

Sementara, menurut Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, dua kasus sekretaris NCB dan Karokorwas PPNS Bareskrim ini harusnya membuka mata semua pihak bahwa sistem pengawasan di internal polisi itu sangat lemah. Pergantian petinggi Polri hanya mengubah bagian luarnya semata tanpa menyentuh substansi isinya.

"Perubahan pucuk pimpinan Polri yang diharapkan memberi dampak pada perbaikan sistem, ternyata nyaris tak ada. Yang ada hanya ganti loko (pimpinan Polri), ganti gerbong (jajaran personel) saja," ujar Bambang, Jumat (17/7/2020).

Dia pun menolak bila kedua kasus ini disebut sebagai bentuk kecolongan Polri. Menurutnya, praktik itu bisa dikatakan demikian bila sistem yang ada sudah berjalan dengan baik. Sehingga jika terjadi terhadap di luar sistem, alarm akan berbunyi sebagai pendeteksi ancaman dini.

"Kecolongan itu kalau sudah ada sistem yang rapi, bagus untuk mencegah adanya kesalahan atau tindak kejahatan internal. Kalau sistem itu tidak ada, dan hal-hal semacam itu sudah "biasa", apakah bisa disebut kecolongan?" ujar dia.

Menurut dia kasus Djoko Tjandra hendaknya menjadi momentum untuk membenahi pengawasan internal di Polri. Namun ia meragukan, ini akan berlaku efektif. "Problemnya apakah kita percaya 'jeruk akan makan jeruk' dengan hanya menyerahkan pembenahan pengawasan kepada internal," kata Bambang. jk/erk/sr/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU