Partai Mahasiswa, Bisa Layu Sebelum Berkembang

author surabayapagi.com

- Pewarta

Selasa, 26 Apr 2022 20:02 WIB

Partai Mahasiswa, Bisa Layu Sebelum Berkembang

i

Raditya M Khadaffi

KINI, tiba-tiba diumumkan telah berdiri Partai Mahasiswa Indonesia. Partai ini telah terdaftar di Kemenhukam. Dulu, pendaftarnya memakai brend Partai Kristen Indonesia.

Akal sehat saya, menganggap penggunaan nama Partai Mahasiswa Indonesia dari Partai Kristen Indonesia, bukan sekedar soal administrasi pendaftaran parpol. Tapi ada motif lain yang mesti dikawal apa mahasiswa kok mendadak bikin partai politik? Apalagi mengatasnamakan mahasiswa. Dan mayoritas mahasiswa se Nusantara, tidak setuju.

Baca Juga: Cari SIM Dibawah 17 Tahun, Benchmark Gibran

Pengumuman partai mahasiswa ini, saya tanyakan ke tokek di rumah saya. Percayakah hai tokek mahasiswa bikin parpol? Si Tokek, malah lari sembunyi di balik almari. Tak lama, tokek muncul dan bersuara "tokeeek..., tokeeek..sampai tiga kali.

Saya tanya ke teman yang bisa mengartikan suara tokek. Maklum, saya sendiri tak paham. Konon hanya orang tertentu yang bisa komunikasi dengan hewan reptil. Kabarnya suara tokek bisa mengarah pada berbagai hal. Bunyi suara sampai tiga kali diartikan  "suwung kepangih" yang artinya sepi didapat. Isyaratnya Partai Mahasiswa Indonesia, sepi. Arti  lainnya, lenggang.

Saya tergelitik mengkritisi partai mahasiswa ini, beberapa tahun lalu saya pernah menjadi mahasiswa di Universitas Airlangga, Stikom dan Universitas Ciputra. Seingat saya, hampir semua kampus S-1 sampai S-2, diklaim bahwa mahasiswa ini  seseorang yang tengah menempuh pendidikan tinggi. Mayoritas masih dibiayai orang tuanya.

Makanya,  saya membaca ada pengumuman Partai Mahasiswa Indonesia, saya telepon teleponan dengan teman se kampus dulu. Ternyata semuanya, bilang ini partai bentukan penguasa dan pengusaha. Hampir semua teman bilang gak masuk akal, katakan aktivis mahasiswa di BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), sampai mikir bikin partai politik menggunakan nama mahasiswa. Mengingat tugas utama mahasiswa adalah belajar dan dituntut orang tuanya untuk merampungkan kuliah tepat waktu. Bagi teman-teman eks aktivis mahasiswa, partai ini dituding bikinan orang diluar mahasiswa, bukan kebutuhan mayoritas mahasiswa bernalar.

***


Saya selain dialog dengan teman kuliah, juga bertanya pada ayah saya yang aktivis mahasiswa Surabaya tahun 1978.

Saya tanya apa yang dilakukan oleh seorang aktivis mahasiswa? Ayah saya menjawab seorang aktivis dekat dengan pemikiran- pemikiran kritis. Bacaannya selain buku politik juga filsafat. Dan harus intens diskusi tentang situasi negaranya.

Aktivitas seperti itu merupakan dorongan jiwa pemberontakan terhadap situasi yang tidak pro rakyat. Saya simpulkan menjadi aktivis mahasiswa  bukanlah sebuah  wujud praktis yang siap jadi. Umumnya aktivis mahasiswa cenderung melawan wacana publik dan terkesan berbau pemberontakan melalui sebuah proses.

Bagi beberapa orang,  kegiatan aktivis mahasiswa terkadang memang tak bisa untuk diceritakan. Pada dasarnya ia memang bukanlah sesuatu untuk dijelaskan. Ia hanyalah panggilan jiwa tentang kebenaran, yang harus dijalani dan harus dilakukan. Lalu kok ada mahasiswa mau menjadi pengurus partai politik menggunakan atribut mahasiswa?

Sebagai jurnalis muda yang non partisan, saya tanya ke beberapa wartawan yang kini beralih menjadi pengurus parpol dan anggota DPRD di daerah. Mereka bilang beralih dari jurnalis ke pengurus parpol  sebagai bentuk partisipasi aktif.

Nah, jawaban ini bisa saya cerna  dengan nalar. Mengingat partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional. Salah satunya incar kekuasaan. Maklum, sebuah parpol mesti dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela dan atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita.
Lalu, apa cita-cita beberapa mahasiswa mendirikan partai politik menggunakan nama mahasiswa?. Apa tetap ingin menjadi "pemberontak" melawan kemapanan atau digandeng pihak tertentu untuk memperkuat kemapanan penguasa dan melawan gerakan BEM Mahasiswa yang beberapa tahun ini mengkritisi pemerintahan Jokowi.

Apalagi membaca Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik, ada sejumlah syarat parpol mesti didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 50 orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 tahun dengan akta notaris.

Juga ada syarat mesti ada keterwakilan perempuan minimal 30 persen kerwakilan perempuan.

Dan kini muncul beberapa BEM yang kritis turun ke jalan dan medsos. Ada BEM Nusantara, UI dan UGM.

Saya ikuti dari medsos dan narasi BEM-BEM tersebut adalah mengkritik pertimbangan baik buruk pemerintahan Jokowi.

Baca Juga: Sengketa Pilpres 2024 Berakhir dengan Dissenting Opinion

Bagi seorang jurnalis, kritik berfungsi untuk membenarkan apa yang dilakukan seseorang agar seseorang tersebut bisa membenarkan mana yang salah agar tampak lebih baik dari yang sebelumnya.

Maka itu, saya bertanya-tanya bisakan partai Mahasiswa Indonesia dapat merebut kursi untuk memperjuangkan aspirasi anak muda di DPR-RI?.

Apalagi sebelum ada pengumuman pendirian partai mahasiswa, beberapa BEM sudah mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Misal, badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM UGM) menjuluki Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan sebutan presiden Orde (Paling) Baru. Ini disampaikan BEM UGM tepat pada hari ulang tahun Jokowi, 21 Juni lalu.

Kemudian, BEM Universitas Indonesia (BEM UI) menyebut Jokowi sebagai The King of Lip Service atau Raja Pembual.

Dua kritik dari dalam kampus seperti ini menurut pengalaman saya dulu, wujud  kampus adalah  tempat mahasiswa bebas mengkritik pemerintah.
Ternyata, daya kritis mahasiswa UGM yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UGM merespons kritik BEM UI dalam salah satu unggahan mereka di akun Twitter @UGMBergerak. Mereka menyandingkan dua poster Jokowi.

Dalam poster milik mereka, terpampang foto Jokowi. Mereka kemudian menobatkan Jokowi sebagai Juara Umum Lomba Ketidaksesuaian Omongan dengan Kenyataan.

Sementara, poster satu lagi milik BEM UI yang memberi julukan Jokowi The King of Lip Service.

Baca Juga: Peran Shin Tae Yong Bangun Team Work

Akal sehat saya yang sampai sekarang masih menerapkan sikap kritis, pendirian partai mahasiswa ini sangat mencederai nama mahasiswa dan sangat mencoreng nilai idealis perjuangan mahasiswa di Indonesia.

Tak bisa disalahkan bila kini beberapa BEM sejumlah kampus, mengecam tindakan yang diambil Eko Pratama, yang diumumkan Ketua Umum Partai Mahasiswa Indonesia. Apalagi pendirian partai ini tanpa dibicarakan dengan anggotanya di BEM Nusantara. Makanya sampai semalam, tidak ada deklarasi pendirian partai mahasiswa.

Akal sehat saya bisa menerima, bila pilihan  Eko Pratama, yang tiba-tiba membuat partai saat BEM-BEM mahasiswa sedang memperjuangkan hak-hak rakyat. Jadi situasi dan momen pendirian ini juga sangat tidak layak untuk sebuah gerakan mahasiswa mengkritisi kinerja pemerintahan Jokowi.

Saya malah khawatir situasi ini mirip adu jangkrik di antara BEM Nusantara yang memang sudah terpecah.

Gerakan dua BEM ini bisa dua ekor jangkrik yang saling serang. Apalagi ada yang mengkilik-kilik agar siap diadu.

Mengikuti penampilan satu bulan ini, akal saya tak yakin partai mahasiswa akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi sistem perpolitikan nasional, terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang dinamis dan sedang berubah saat ini, dimana pemilih muda menjadi mayoritas yang punya hak pilih.

Feeling saya partai Mahasiswa Indonesia dalam pemilu 2024 nanti, impossible dapat merebut kursi di DPR-RI yang memperjuangkan aspirasi anak muda. Bahkan dari beberapa indikator diatas, saya memprediksi, partai ini bisa layu sebelum berkembang. Lebih-lebih pengurus yang ditampilkan kali ini dikritik dimana-mana. Bisa jadi mereka akan menyerah sebelum berjuang dalam mewujudkan cita-cita partai mahasiswa. Ironisnya, cita-cita partai pun belum diumumkan ke publik.  Orang Surabaya bilang, ini partai didirikan model ludrukan. Saya teringat pendiriannya kayak Pamswaksrsa tahun 1998 dulu yang konon diinisiasi oleh Jenderal Wiranto, yang saat itu Pangab. ([email protected]).

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU