Sindiran Warga Blitar ke Jokowi, Ditangkap, Keterlaluan

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 09 Sep 2021 21:15 WIB

Sindiran Warga Blitar ke Jokowi, Ditangkap, Keterlaluan

i

Ilustrasi karikatur

Pendapat Pengamat Politik dan Hukum Surabaya

 

Baca Juga: Politisi Jalin Politik Silaturahmi

 

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya  - "Pak Jokowi bantu peternak beli jagung dengam harga yang wajar". Kalimat di atas adalah tulisan salah satu warga Blitar dalam kertas karton tatkala Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerja di Blitar pada Selasa (07/09/2021) lalu.

Alih-alih berharap presiden dapat menolong ketika melihat tulisan itu, nyatanya ia justru diamankan oleh petugas kepolisian setempat. Kejadian ini bukanlah yang pertama, pembuat mural "Tuhan Aku Lapar" di kota Tanggerang pada Juli 2021 lalu juga didatangi oleh pihak kepolisian.

Adanya kontras antara ucapan presiden dengan aksi dari aparat, mendapat perhatian dari Pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura yang juga Peneliti senior Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdussalam.

Menurutnya, secara psikologi politik terdapat dua kemungkinan dari kekontrasan tersebut. Pertama adalah tindakan penangkapan masyarakat yang memohon bantuan kepada presiden merupakan tindakan spontanitas dari aparat.

Berikutnya adalah tindakan aparat tersebut memang telah diarahkan untuk melakukan aksi tersebut manakala ada warga yang memberikan kritikan atau masukan kepada presiden.

"Tapi saya kok lebih cendrung ke yang ke-2, mengapa? Karena tidak mungkin presiden tidak tahu tindakan aparat. Kalau ia tahu seharusnya aparat itu akan ditegur dan masyarakat tadi dipanggil, ditanya apa yang mungkin sekirannya bisa dibantu pemerintah. Kan begitu, logikanya," kata Surokim kepada Surabaya Pagi, Kamis (09/09/2021).

Lebih lanjut ia sampaikan, dalam kondisi darurat seperti saat ini, pemerintah tentu secara politik memiliki hasrat untuk mempertahankan sekaligus memberi kesan yang baik dan positif kepada masyarakat.

Bila ada masyarakat yang melakukan tindakan yang berpotensi merusak citra baik tersebut, maka negara akan bertindak untuk menganulir tindakan tersebut.

"Kan Jokowi selama ini citranya di masyarakat selalu baik. Peduli wong cilik, sederhana, kesan itu yang dalam pandangan saya ingin beliau hadirkan ke masyarakat. Jadi kalau ada yang mau merusak itu, ya tentu berurusan dengan aparat. Tinggal dipakai saja, pasal penghinaan presiden atau UU ITE. Kan begitu politik di Indonesia bekerja," katanya.

 

Tak Ada Pasal Penghinaan Presiden

Senada dengan itu, Pakar hukum dan Advokat Surabaya M. Sholeh, SH., MH menjelaskan, secara hukum pasal tentang penghinaan presiden telah lama dicabut oleh Mahkamah Kontitusi (MK).

Putusan tersebut termaktub dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006 dan putusan MK No. 6/PUU-V/2007. Adapun pasal yang dicabut adalah Pasal 134, 136 bis, dan Pasal 137 serta Pasal 154 dan 155 KUHP tentang penghinaan presiden dan pemerintah.

Baca Juga: Jokowi vs Mega, Prabowo vs Mega = Kekuasaan

"Soal penghinaan terhadap presiden itu selalu ada pro dan kontra. Tapi kalau kita merujuk pada putusan MK maka sebetulnya dalam KUHP sudah tidak adalagi pasal penghinaan terhadap presiden," kata Sholeh kepada Surabaya Pagi.

Pasal 134 KUHP yang telah dicabut oleh MK, secara verbatim berbunyi, Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden/Wakil Presiden diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun, atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

"Jadi saya kira soal kasus Blitar mungkin itu adalah tindakan spontan dari petugas. Meski begitu, setidaknya presiden ya harus bereaksi terhadap permintaan warga tadi. Karena apa? Sudah pandemi, harga naik kok pemerintah mau tutup mata. Ya tolonglah mereka untuk dibantu," ucapnya.

 

Rakyat Terkekang

Sementara itu menurut Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie, apa yang dilakukan aparat polisi sangat keliru. Dia sebetulnya  tidak melakukan kejahatan atau tindakan kriminal tapi hanya menyampaikan uneg-uneg lewat poster.  

“Pertama menurut saya beliau itu takut bicara apalagi karena bertemu dengan kepala negara.  Seharusnya, dengan protokol kesehatan pak Jokowi ini bertemu orang dengan orang ini dan tanya ini apa keluhannya, kenapa mengangkat poster ? Sebetulnya ada apa? barangkali orang ini ingin menyampaikan hal-hal yang terjadi di lapangan?

Jerry menambahkan, para petani  kan lagi susah ya karena  produk-produk mereka ditidak dihargai dan mengalami harga jual rendah. “Kedua, menurut saya Pak Jokowi jangan hanya blusukan-blusukan itu bagi-bagi sembako dan sebagainya, tapi yang paling penting itu Presiden Jokowi mendengarkan isi hati rakyat, apa sebetulnya kendala-kendala yang terjadi ? Contohnya dia pergi ke tempat garam, contohnya mereka tanya harga garam ? dan kenapa garam impor lebih banyak daripada garam lokal,”tegasnya.

“Bagi saya untuk poster seperti  itu saya lihat baik itu bukan bagian dari mural-mural yang memojokkan , kita kan juga dijamin oleh UUD’45 , yang bunyinya kebebasan berpendapat,”imbuh Jerry.

Baca Juga: Dinyatakan oleh Ketua Dewan Kehormatan PDIP, Sudah Bukan Kader PDIP Lagi, Jokowi tak Kaget

Menurut Jerry, kejadian semacam ini makin menurunkan kepercayaan rakyat pada pemerintah. “Kalau terjadi lagi akan menyebabkan distrust atau keper pada  birokrasi. Kalau gini kan berarti kita sudah dikekang diterkam dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi,”pungkas pria asli Manado ini.

 

Minta Dikritik

Fenomena petugas menangkapi masyarakat yang mengkritik pemerintah, kontras dengan pernyataan Jokowi pada hari pers 9 Februari 2021 lalu. Dirinya dengan tegas meminta agar pemerintah selalu diingatkan melalui kritik yang membangun.

Bahkan sehari sebelumnya itu, dalam pertemuan bersama lembaga Ombudsmen, orang nomor satu di Indonesia juga meminta agar masyarakat selalu memberi masukan dan kritik kepada pemerintah.

"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik masukan ataupun potensi maladministrasi dan para penyelenggara pelayanan publik juga harus terus meningkatkan upaya-upaya perbaikan," kata Jokowi saat memberi sambutan di Laporan Akhir Tahun Ombudsman RI, Senin, 8 Februari 2021.

Bahkan untuk ke-3 kalinya, dalam sidang bersama DPR RI pada 16 Agustus lalu, ia lagi-lagi meminta agar masyarakat terus memberi masukan kepada pemerintah. Dan dengan yakin, ia tegaskan, kritikan tersebut akan dibalas dengan pemunuhan tanggung jawab pemerintah.

"Kritik yang membangun memang sangat dibutuhkan dan itu selalu kami jawab dengan pemenuhan tanggung jawab, sebagaimana yang diharapkan rakyat," kata Jokowi disadur dari media Indonesia. sem/ana/rl/jk01

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU