Naikan BPJS, Bikin Problem Besar

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 13 Mei 2020 21:55 WIB

Naikan BPJS,  Bikin Problem Besar

i

Grafis Ilustrasi

BBM tak Diturunkan. Padahal Harga Minyak Mentah Dunia Turun. Pegawai yang di PHK akibat Pandemi Virus Corona tak Terbendung dan Kini Rakyat Kecil Dimana-mana Mengalami Kesulitan Ekonomi Menghadapi Covid-19

 

Baca Juga: Monitoring Implementasi Permenko, Bupati Ikfina Tegaskan Pentingnya Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan

Presiden Joko Widodo, diluar prakiraan publik telah membuat keputusan yang mencengangkan yaitu menaikan iuran BPJS Kesehatan. Padahal saat ini rakyat Indonesia sedang menderita psikis, ekonomi dan sosial budaya akibat pandemi virus corona (Covid-19). Harian kita minta tanggapan pebisnis kelas menengah, pensiunan, karyawati, pakar hukum tata negara, pakar komunikasi dan lembaga perlindungan konsumen. Pendapat mereka ditulis dalam empat angle berikut ini oleh tim wartawan Surabaya Pagi Raditya Mohammer Khadaffi, Aditya Putra Pratama, Byta Indrawati dan Erick Kresnadi.

 

 

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya- Pemerintahan Jokowi dinilai tak punya sense of crisis. Menaikan iuran BPJS Kesehatan saat ada pandemi virus corona, bisa membikin problem besar sekarang dan akan datang bagi bangsa Indonesia. Terutama kelas menengah bawah. Presiden Jokowi terkesan tidak kasihan pada rakyat miskin dan korban pandemi yaitu PHK dan perumahan. Ironisnya BPJS Kesehatan dinaikan pada saat banyak rakyat kecil mengalami kesulitan ekonomi menghadapi Covid-19. Padahal, iuran BPJS Kesehatan yang sempat dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) oleh Jokowi, bisa memicu rakyat “berontak” karena semakin terbebani.

 

Demikian wawancara Surabaya Pagi dengan beberapa narasumber mulai dari masyarakat menengah seperti Iwan, wiraswasta dari Surabaya Barat, Putri, Warga Surabaya Timur dan Totok, warga Surabaya Selatan. Ketiganya diwawancarai Rabu (13/5/2020) sore hingga malam secara terpisah oleh tim wartawan Surabaya Pagi. Serta Said Sutomo, Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Jatim, Arief Supriono Ketua BPJS Watch Jatim, Prof Eko Sugitario pengamat hukum pemerintah dari Univesitas Surabaya serta Suko Widodo, pakar komunikasi politik dari Universitas Airlangga Surabaya yang juga dihubungi terpisah Rabu (13/5/2020).

 

“Saya tak habis ngerti. BPJS dinaikkan, tapi BBM tidak diturunkan. Padahal rakyat tahu harga minyak dunia turun banyak. Apalagi sejak Maret banyak karyawan yang di PHK dari perusahaannya. Dan kini pegangguran dimana-mana. Saya nilai kesenjangan sosial menjadi problem besar negri ini,” kata Iwan, pengusaha jasa kelas menengah yang ditemui di lobi hotel Shangri-La Surabaya, saat berbuka puasa bersama relasinya.

 

Pebisnis Putri, bahkan mengatakan kenaikan iuran BPJS bisa mengakibatkan penurunan imunitas terhadap Covid-19.

 

Sedangkan pensiunan ASN Pemkab Sidoarjo yang kini berwirausaha di rumahnya menilai kenaikan Covid-19 akan semakin menyulitkan masyarakat Indonesia yang tengah menghadapi situasi Covid-19. Terutama pensiunan dan warga yang tinggal di berbagai perkampungqn Surabaya dan Sidoarjo.

 

Baca Juga: Bupati Mojokerto Serahkan Bantuan JKM BPJS Ketenagakerjaan kepada Buruh Tani Ngoro

Tak Punya Sense of Crisis

Sementara, Arief Supriono, anggota BPJS Watch Jatim, menyorot kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan diberlakukan sejak tanggal 1 Juli 2020 untuk Kelas II dan Kelas I. Menurut Arief, kenaikan di tengah masa Pandemi ini sangat memberatkan masyarakat. Setelah membaca Perpres tersebut, dirinya dapat menyimpulkan dua hal.

 

"Yang pertama, pemerintah melanggar ketentuan UU SJSN yg menyatakan pemerintah membayar iuran JKN rakyat miskin, tetapi di Perpres 64 ini kelas 3 mandiri yaitu PBPU dan BP disubsidi Rp. 16.500 oleh Pemerintah sejak 1 Juli 2020. Bahwa ada peserta PBPU dan BP yang mampu tapi iurannya disubsidi pemerintah," ujar Arief Supriono, dalam rilisnya yang diterima Surabaya Pagi, Rabu (13/5/2020).

 

Kesimpulan keduanya adalah Pemerintah tidak memiliki kepekaan sosial (sense of crisis) terhadap rakyat peserta mandiri. Di tengah pandemi dan resesi ekonomi saat ini, Putusan MA hanya berlaku 3 bulan yaitu April sampai dengan Juni 2020. Setalah itu peserta kelas 1 naik lagi jadi Rp.150.000 per orang per bulan, dan kelas 2 menjadi Rp 100.000, sementara kelas 3 disubsidi Rp. 16.500. Untuk tahun 2021 peserta klas 3 iurnnya naik jadi Rp. 35.000 sehingga subsidi pemerintah menjadi Rp. 7.000.

 

Denda juga Naik

Baca Juga: Sekdakot Mojokerto Ajak Awasi Kecurangan Dalam Penyelanggaraan Program JKN

Selain itu, menurut Arief ada hal lain yg memberatkan peserta, salah satunya adalah denda naik menjadi 5% di 2021, yang awalnya 2.5%. "Pemerintah sudah kehabisan akal dan nalar sehingga dengan seenaknya menaikan iuran tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat. Padahal di pasal 38 di Pepres ini menyatakan kenaikan iuran harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat," kata Arief.

 

Ditambah lagi dalam kondisi pandemi seperti ini, sudah sangat jelas dan kasat mata jika daya beli masyarakat termasuk peserta mandiri yang didominasi pekerja informal sangat jatuh. Menurutnya, pekerja informal sulit bekerja seperti biasa karena Covid-19 ini.

 

"Rakyat sudah susah malah disusahin lagi. Rakyat yang tidak mampu bayar 150 ribu dan 100 ribu di juli 2020 nanti akan jadi non aktif. Tunggakan iuran akan meningkat lagi. Kalau non aktif tidak bisa dijamin. Trus hak konstitusional rakyat mendapatkan jaminan kesehatannya dimana?" tanya Arief.

 

Pepres 82 tahun 2018 mengamanatkan iuran ditinjau paling lama 2 tahun, namun menurut Arief pasal ini juga harus melihat kondisi riil daya beli masyarakat seperti yang "diamanatkan" Hakim MA dalam pertimbangan hukumnya. Arief mengatakan pemerintah tidak boleh aji mumpung pakai pasal itu untuk memberatkan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 ini. "Saya kira masih banyak cara mengatasi defisit, bukan dengan menaikkan iuran apalagi di tengah resesi ekonomi saat ini. Presiden harus melakukan evaluasi kepada seluruh anak buahnya yang terkait JKN, terutama evaluasi kinerja Direksi BPJS Kesehatan. erk/adt/byt/cr1/cr2/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU