Perppu Ciptaker Dikritik Sana-sini, Jokowi Tenang

author surabayapagi.com

- Pewarta

Senin, 02 Jan 2023 20:30 WIB

Perppu Ciptaker Dikritik Sana-sini, Jokowi Tenang

Mantan Wakil Ketua KPK, Partai Buruh, YLBHI dan Kuasa Penggugat UU Ciptaker ke MK, tak Setuju Keputusan Presiden Jokowi

 

Baca Juga: Uang Pesangon dalam Perppu Ciptaker Dikabarkan Dihapus, Menaker: Hoaks!

 

 

SURABAYAPAGI.COM, Jakarta - Siapa duga, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja (Ciptaker) yang baru diterbitkan Presiden Joko Widodo, dikritik sana-sini. Apa kata Jokowi? Kritik atau perbedaan pendapat terhadap suatu kebijakan merupakan hal biasa.

"Ya biasa dalam setiap kebijakan dalam setiap keluarnya sebuah regulasi ada pro dan kontra," kata Jokowi di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (2/1/2023).

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015 Bambang Widjojanto menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melecehkan Muruahqw Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal itu lantaran MK dalam putusan nomor: 91/PUU-XVIII/2020 meminta pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja yang inkonstitusional bersyarat dalam jangka waktu paling lama dua tahun hingga 25 November 2023, bukan dengan menerbitkan Perppu.

 

Manipulasi Argumentasi Kegentingan

"Penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 'menantang' Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 untuk tidak menyebutnya 'mengorupsi' hingga dapat disebut sebagai State Captured Corruption. Penerbitan Perppu juga dapat dikualifikasi sebagai suatu sikap dan perilaku yang bersifat melecehkan, menyepelekan dan mendekonstruksi muruah Mahkamah Konstitusi," ujar BW sapaan akrabnya lewat keterangan tertulis, Senin (2/1/2023).

BW memandang kegentingan memaksa yang salah satunya adalah dampak perang Rusia-Ukraina terhadap perekonomian Indonesia sebagaimana disampaikan pemerintah adalah alasan yang prematur. Dia menyatakan pemerintah memanipulasi argumentasi kegentingan yang memaksa tersebut sebagai syarat mengeluarkan Perppu.

 

Pembangkangan terhadap Konstitusi

Sebelumnya, Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menegaskan pihaknya menolak isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker). Menurutnya, isi Perppu yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo tidak sesuai dengan harapan buruh.

Sementara Viktor adalah Kordinator Tim Kuasa Penggugat UU Ciptaker ke MK, menilai penerbitan perppu merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Dia menyebut perppu itu sebagai jalan pintas pemerintah saat MK memerintahkan perbaikan UU Ciptaker harus melibatkan partisipasi publik.

"Bahkan dapat dikatakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi, di mana amanat MK adalah memperbaiki prosedur pembentukan UU Cipta Kerja dan memaksimalkan partisipasi publik, namun pemerintah malah mengambil jalan pintas dengan mengeluarkan Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang kemudian dalam penalaran yang wajar DPR akan menyetujui perppu tersebut menjadi UU sehingga tidak melaksanakan Putusan MK No 91/PUU-XVIII/2020," ujarnya.

 

Jokowi Siap Jelaskan

Jokowi mengatakan pemerintah siap menjelaskan semua alasan di balik penerbitan Perppu 2/2023 itu. "Tapi semua bisa kita jelaskan," ujar Jokowi, dengan mimik tenang.

Sedang Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai penerbitan Perppu ini  selain bentuk pembangkangan, pengkhianatan atau kudeta terhadap Konstitusi RI, juga merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo," demikian bunyi siaran pers YLBHI, Minggu (1/1/2022).

 

Baca Juga: Buruh Tolak Keras Outsourcing di Perppu Cipta Kerja: Perbudakan Modern

Desakan YLBHI

YLBHI mendesak Jokowi menarik Perppu Ciptaker mentaati putusan Mahkamah Konstitusi (MK). "Ini semakin menunjukkan bahwa Presiden tidak menghendaki pembahasan kebijakan yang sangat berdampak pada seluruh kehidupan bangsa dilakukan secara demokratis melalui partisipasi bermakna (meaningful participation) sebagaimana diperintahkan MK," sambungnya.

 

Tak Penuhi Syarat Kegentingan

Keterangan itu ditandatangani Ketua Umum YLBHI Muhamad Isnur dan Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Zainal Arifin. Menurut YLBHI, penerbitan Perppu itu tidak memenuhi syarat seperti kegentingan yang memaksa dan proses pembuatan tidak bisa dengan proses pembentukan UU seperti biasa.

"Penerbitan Perppu ini jelas tidak memenuhi syarat diterbitkannya Perppu yakni adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa, kekosongan hukum dan proses pembuatan tidak bisa dengan proses pembentukan UU seperti biasa," bebernya.

Presiden, kata YLBHI, seharusnya mengeluarkan Perppu Pembatalan UU Cipta Kerja sesaat setelah UU Cipta Kerja disahkan, karena penolakan yang masif dari seluruh elemen masyarakat. YLBHI meminta presiden melaksanakan Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 dengan melakukan perbaikan UU Cipta Kerja dengan syarat-syarat yang diperintahkan MK.

"Menuntut Presiden melaksanakan Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 dengan melakukan perbaikan UU Cipta Kerja dengan syarat-syarat yang diperintahkan MK. Menarik kembali Perppu No. 2 Tahun 2022," kata YLBHI.

"Mengembalikan semua pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan prinsip konstitusi, negara hukum yang demokratis, dan hak asasi manusia," imbuhnya.

 

Sikap Partai Buruh

Baca Juga: Wapres: Perppu Cipta Kerja Jalan Keluar agar Investor Tidak Bingung

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menyatakan menolak isi dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja. "Kami tidak setuju dengan isi Perpu setelah mempelajari, membaca, menelaah, dan mengkaji salinan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 yang beredar di media sosial," kata Said dalam konferensi pers secara virtual pada Ahad, 1 Januari 2023.

Said berujar pihaknya telah menyandingkan UU Cipta Kerja sebelumnya dengan Perpu Cipta Kerja dan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hasilnya, ada empat poin yang menjadi sorotan Partai Buruh bersama organisasi serikat buruh lainnya.

 

Upah Minimum

Pasal pertama yang dinilai bermasalah adalah Pasal 88 ihwal upah minimum. Said menjelaskan di dalam Perpu Cipta Kerja disebutkan bahwa kenaikan upah minimum kabupaten dan kota 'dapat' ditetapkan oleh gubernur. Kata dapat, menurutnya, menimbulkan celah di mana gubernur bisa saja tidak menetapkan kenaikan upa minimum.

"Usulan kami jelas, cukup gubernur menetapkan upah minimum. Tidak perlu pakai kata dapat," ujarnya.

 

Mau-maunya Menko Perekonomian

Said juga menyoroti soal formula kenaikan upah yang tercantum pada Pasal 88D Perpu Cipta Kerja. Dalam beleid itu, disebutkan variabel perhitungan kenaikan upah berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi. dan indikator tertentu. Sementara itu, tidak ada penjelasan soal indeks tertentu itu seperti siapa pihak yang menetapkan indikator tersebut maupun dasar kajiannya. Pasalnya, menurut Said, tidak ada variabel atau istilah indeks tertentu dalam hukum internasional ihwal penetapan upah minimum.

Dia berujar, hanya ada dua formula yang bisa digunakan pemerintah dalam menetapkan upah minimum, yaitu melalui survei kebutuhan hidup layak (standard living cost) atau melalui variabel inflasi plus pertumbuhan ekonomi.

"Ini hanya mau-maunya Kemenko Perekonomian nih. Kami menginginkan tidak menggunakan indikator tertentu. Cukup inflasi plus pertumbuhan ekonomi," tuturnya. n erc/jk/as/cr4/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU