SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Saya mencatat sedikitnya ada tiga isu perubahan yang diusung Koalisi Perubahan (Nasdem, Demokrat, PKS). Ini saya peroleh dari pernyataan Tim Kecil Koalisi Perubahan usung Anies Baswedan yang bertemu pada hari Jumat lalu (5/5/2023).
Tiga perubahan yang digembar gemborkan Anies Baswedan adalah soal kemiskinan, biaya hidup dan kebutuhan pokok yang harganya tinggi dan lapangan kerja .
Baca Juga: Asosiasi Driver Ojol, Jadi Pressure Grup Ikuti Partai Buruh
Saya kutip pendapat Jeffrey Sachs (2005, dalam Depdagri & LAN, 2007). Menurut Jeffrey, terdapat enam modal utama yang tidak dimiliki oleh masyarakat miskin, yaitu; 1. Modal manusia yang mencakup kesehatan, nutrisi, keahlian yang dibutuhkan untuk menjadi produktif dalam ekonomi. 2. Modal usaha yang meliputi mesin, fasilitas motor elektronik yang dipergunakan dalam bidang pertanian, industri termasuk industri jasa. 3. Infrastruktur seperti jalan, listrik, air, sanitasi dan sistem telekomunikasi. 4. Modal yang berkaitan dengan alam yaitu tanah yang subur, keanekaragaman hayati dan ekosistem. Ini berfungsi untuk menyediakan pelayanan lingkungan yang dibutuhkan oleh manusia. 5. Modal institusi publik, seperti peraturan-peraturan perdagangan komersial, sistem hukum, pelayanan dan kebijakan pemerintah. Ini mengatur pembagian tenaga kerja yang damai dan adil. Dab 6. Modal pengetahuan yang terdiri atas ilmu pengetahuan dan teknologi . Dua ilmu ini dapat meningkatkan produktifitas dalam menghasilkan produk serta meningkatkan modal fisik dan alam.
Nah, dari enam indikator ini, literasi yang saya baca terkait pertumbuhan ekonomi, ada masalah produktifitas tenaga kerja, tingkat upah, jenis pekerjaan dan jumlah jam kerja, kesempatan kerja (termasuk jenis pekerjaan yang tersedia) dan inflasi
***
Badan Pusat Statistik (BPS) menginformasikan, sejak bulan September 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 26,58 juta orang (10,12 persen), atau berkurang sebesar 1,19 juta orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2017 sebesar 27,77 juta orang (10,64 persen).
Lalu, persentase penduduk miskin pada September 2022 sebesar 9,57 persen, atau meningkat 0,03 persen poin terhadap Maret 2022 dan menurun 0,14 persen poin terhadap September 2021.
Tercatat, jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 26,36 juta.
Sementara, persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2022 sebesar 7,50 persen, naik menjadi 7,53 persen pada September 2022. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2022 sebesar 12,29 persen, naik menjadi 12,36 persen pada September 2022.
Dibanding Maret 2022, jumlah penduduk miskin September 2022 perkotaan meningkat sebanyak 0,16 juta orang (dari 11,82 juta orang pada Maret 2022 menjadi 11,98 juta orang pada September 2022). Sementara itu, pada periode yang sama jumlah penduduk miskin perdesaan meningkat sebanyak 0,04 juta orang (dari 14,34 juta orang pada Maret 2022 menjadi 14,38 juta orang pada September 2022).
Kemudian, garis Kemiskinan pada September 2022 tercatat sebesar Rp535.547,00/kapita/ bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp397.125,00 (74,15 persen). Sedang Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp138.422,00 (25,85 persen).
Dicatat oleh BPS, pada September 2022, secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,34 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp2.324.274,00/rumah tangga miskin/bulan.
Dari data ini, jumlah penduduk miskin cenderung stagnan.
Datanya pada bulan September 2017, jumlah penduduk miskin mencapai 26,58 juta orang (10,12 persen), lalu lima tahun kemudian, persentase penduduk miskin (September 2022) sebesar 9,57 persen.
Tercatat, jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 26,36 juta.
Mengerikan atau membaik?
***
Meski saya bukan seorang ekonom, sebagai jurnalis saya punya akal sehat. Saya kutip salah satu misi perubahan yang diusung Anies Baswedan, yaitu soal kemiskinan.
Baca Juga: Gubernur Kalsel Melawan, Kita Tunggu Langkah KPK
Isu kemiskinan sampai awal tahun 2023 ini, menurut saya bisa digoreng goreng oleh tim ekonomi koalisi perubahan yang beda mahzab dengan tim ekonomi Jokowi.
Maklum, mazhab konsep ekonomi yang saya ketahui beragam pendekatan. Terutama dalam sejarah konsep ekonomi. Jadi wajar para ekonom di Indonesia tidak selalu tergabung dalam aliran tertentu, terutama di era modern. Contoh,Sri Moelyani dan Faisal Basri, sama sama alumni UI.
Prediksi saya, bila Anies terpilih sebagai presiden 2024, bisa jadi dengan isu kemiskinan saja, dua proyek besar Jokowi yaitu pembangunan IKN dan Perppu Cipta Kerja, bisa diubah atau dibatalkan. Anies dengan tim ekonominya bisa mengatakan tak ada sifat kedaruratan.
Anies bisa usik anggaran IKN yang sudah menggerus APBN cukup besar.
Selama ini, Joko Widodo mengatakan, pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, mencapai lebih dari Rp 460 triliun.
Makanya ia membentuk Otorita IKN (OIKN) yang akan melaksanakan penyiapan, pembangunan, pemindahan, dan pengelolaan IKN.
Jokowi, tegaskan, proyek pembangunan IKN bukan proyek jangka pendek dan akan memakan waktu pembangunan 10 hingga 15 tahun mendatang.
***
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2023 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,99 juta orang, berkurang sekitar 410 ribu.
Baca Juga: Golput Tinggi, Masyarakat Sudah Jenuh dan Muak dengan Elite Politik
Juga Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi investasi sepanjang 2022 mencapai Rp 1.207,2 triliun.
Realisasi investasi tersebut naik 34,0% dibandingkan dengan tahun lalu.
Dengan pencapaian investasi di sepanjang 2022, penyerapan tenaga kerja selama investasi setahun tersebut baru mencapai 1.305.001 orang tenaga kerja.
Padahal ada konsep, investasi yang tidak berkorelasi dengan serapan tenaga kerja dalam jumlah besar dapat mengancam lapangan pekerjaan baru. Pasalnya, setiap tahunnya terdapat sekitar 3,3 juta sampai 3,5 juta angkatan kerja baru di Indonesia.
Saya mengutip Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan RI dr. Eni Gustina, MPH dalam pembukaannya pada kegiatan Pelatihan Pelatih Pelayanan Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja tahun 2017 di Jakarta..
Tahun itu, disebutkan pada 2020 hingga 2030 akan ada bonus demografi.
Akan ada jumlah remaja yang mencapai 30% dari jumlah penduduk Indonesia.
Dicatat oleh ahli statistik, bonus demografi yang dimaksud adalah masa di mana penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibanding usia nonproduktif (65 tahun ke atas) dengan proporsi lebih dari 60% dari total jumlah penduduk Indonesia.
Dengan data-data dan pendapat menteri Jokowi dan ekonom "swasta" saya bisa mengerti Jokowi, was-was hadapi koalisi perubahan yang sejak tahun 2014 sudah mengambil jarak. Kecuali Partai Nasdem.
Menurut akal sehat saya, pilpres 2024 adalah taruhan besar bagi reputasi Jokowi. Secara politik yang pragmatis, tak terlalu salah bila Jokowi, saat ini memobilisasi "anak buahnya" untuk merebut kekuasaan periode 2024-2029.
Ketum NasDem Surya Paloh membaca peta kekuasaan ini. Saya mengamati NasDem tak punya kader "melawan" anak buah Jokowi. Paloh, cukup jeli melirik Anies Baswedan, yang ada pengikut politik identitas. Kita tunggu perebutan kekuasaan tahun 2024. ([email protected])
Editor : Moch Ilham