Akademisi Atas Nama Demokrasi, Tuding Jokowi "Bajingan-Tolol", Ilmiahkah?

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 06 Agu 2023 20:31 WIB

Akademisi Atas Nama Demokrasi, Tuding Jokowi "Bajingan-Tolol", Ilmiahkah?

i

Raditya M. Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Rocky Gerung itu siapa sebenarnya? Apakah masih layak menyandang atribut akademisi?

Pertanyaan ini juga saya sampaikan untuk akademikus lain? Paling tidak untuk instrospeksi,menghisab, Muhasabah, renungan sampai otokritik.

Baca Juga: Jokowi-Mega, Hanya Relasi Politik

Nalar saya, seorang akademisi adalah profesi. Ini merujuk kepada seseorang yang berpendidikan tinggi. Akademisi juga disebut intelektual, ilmuwan sampai peneliti.

Ia bahkan menyandang guru besar di perguruan tinggi.

Maka itu, saat ini saya masih ragu Rocky Gerung, yang ngoceh apa saja, dimana-mana dan bukan di kampus layak disebut ilmuwan atau akademisi.

Literasi yang saya baca, seorang ilmuwan adalah seseorang yang ahli yang memiliki pengetahuan mengenai suatu ilmu.

Katakan Rocky Gerung mengklaim sebagai ilmuwan? Pertanyaannya apakah omongannya yang menuding Presiden Jokowi sorang "bajingan dan tolol" bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.?

Mengingat tugas akademisi, ilmuwan atau peneliti yang saya tahu bertugas untuk menemukan sesuatu yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.?

Apakah pernyataannya itu dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.?

Sejauh ini tidak ada akademisi dan pimpinan perguruan tinggi yang membenarkan perkataan Rocky Gerung, dosen filsafat di Universitas Indonesia.

 

***

 

Kini Rocky Gerung, dilaporkan dengan sangkaan menyebarkan berita bohong, yang diatur dalam pasal 14, 15 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1946.

Laporan terhadap Rocky ternyata ada di 12 pelbagai Polda wilayah di Indonesia. Saat itu semua laporan diambil alih Bareskrim Polri.

"Yang dilaporkan adalah terkait dengan menyebarkan berita bohong, dimana termaksud dalam pasal 14, 15 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1946. Jadi ini yang dilaporkan," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, dalam konferensi pers, Jumat (4/8/2023).

Sampai Sabtu (5/8/2023), laporan terhadap pria kelahiran menado yang mengaku sebagai ilmuwan filsafat feminisme, masih diproses. Saat ini baru tahap penyelidikan.

Bila tahap laporan ini naik ke penyidikan, tak menutup kemungkinan kasusnya bakal maju ke meja hijau. Rocky bisa-bisa dipidana seperti Ratna Sarumpet, Aktivis dan eks anggota tim kampanye capres Prabowo.

Ratna Sarumpaet divonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (11/07/2019). Ratna dinyatakan terbukti menyiarkan berita bohong dan sengaja membikin keonaran.

Dalam amar putusan, Pengadilan menjerat Ratna dengan 2 pasal. pertama Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana karena diduga dengan sengaja menimbulkan keonaran. Kedua, Pasal 28 ayat 2 UU ITE.

Pertanyaannya saat mengucapkan tudingan "bajingan dan tolol" apa status Rocky Gerung? Apakah aktivis kayak Ratna Sarumpaet, masih akademisi atau pengamat politik? Jejak digital yang saya lacak sampai Minggu semalam (6/8/2023) masih tidak jelas.

Ucapan Rocky yang bikin onar telah viral di media sosial. Dalam video itu, terlihat Rocky tengah mengisi sebuah acara. Tidak dijelaskan profesi Rocky saat mengisi acara itu.

Temuan publik, pada video tersebut, Rocky melemparkan kritik pada Jokowi. Rocky menyinggung kunjungan Jokowi ke China yang membahas soal IKN. Setelah itu, Rocky pun melontarkan kalimat yang kemudian menjadi dasar laporan relawan Jokowi ke polisi.

 

***

 

Literasi hukum yang pernah saya baca hukum pidana Indonesia telah mengatur mengenai larangan penyebaran berita bohong yang menyebabkan keributan dalam masyarakat.

Larangan ini diatur dalam Pasal XIV dan Pasal XV Undang-Undang tentang Peraturan Hukum Pidana (UU No. 1 Tahun 1946).

Pasal XIV:

(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.

Pasal XV: Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun.

Pasal XIV dan Pasal XV UU No. 1 Tahun 1946 merupakan pencabutan dan penambahan atas ketentuan dalam Pasal 171 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan bagian dari bab V mengenai ketertiban umum dalam buku II KUHP mengenai kejahatan.

Baca Juga: Permendag Tentang Pengaturan Impor akan Direvisi Lagi

Rumusan Pasal XIV ayat (1) dan (2) dan Pasal XV UU No. 1 Tahun 1946 mensyaratkan adanya tiga unsur.

Ketiga unsur tersebut adalah unsur menyiarkan atau menyebarkan, unsur kedua berita bohong atau kabar angin atau kabar yang disiarkan dengan tambahan atau dikurangan, dan unsur ketiga adalah keonaran.

Pertama unsur menyiarkan. Dalam penjelasan Pasal XIV diartikan sama dengan verspreiden yang dalam bahasa Indonesia disepadankan dengan kata menyebarkan. Kata menyiarkan dimaknai memberitahukan kepada khalayak umum artinya berita atau kabar bohong atau yang patut diduga bohong tersebut harus disiarkan atau disebarkan kepada khalayak umum. Dengan demikian tindak pidana penyebaran berita bohong dalam Pasal XIV dan Pasal XV UU No. 1 Tahun 1946 ada unsur menyiarkan berkaitan dengan publitas yang harus disampaikan kepada umum.

Publik paham media sosial saat ini tidak hanya menghubungkan individu dengan individu tetapi dengan komunitas.

Maknanya, suatu konten yang hanya disampakan kepada beberapa individu dapat dibaca dan dilihat oleh pihak lain serta dapat dengan cepat menyebar kepada komunitas dan masyarakat umum.

Akal sehat saya berpendapat ini berkaitan dengan motif dari disebarkannya suatu berita bohong tersebut.

Unsur kedua adalah berita bohong atau yang patut diduga bohong dan kabar angin atau kabar yang disiarkan dengan tambahan atau dikurangi.

Baik Pasal XIV dan Pasal XV UU No. 1 Tahun 1946 mensyaratkan suatu berita atau kabar yang tidak benar atau kabar yang disiarkan secara tidak utuh.

Hal ini dipertegas dengan Penjelasan Pasal XV UU No. 1 Tahun 1946 yang menyatakan bahwa bagi yang menyiarkan berita atau kabar benar secara benar tidaklah dipidana. Rafly Harun, yang menyiarkan bisa lega

Justru yang fokusnya sesuatu kebenaran (truth) dari suatu berita atau kabar tersebut menjadi hal yang pokok yang harus dibuktikan. Unsur kebenaran (truth) menjadi penting, seperti halnya dalam libel dan slander yang merupakan bagian dari defamation statement, dimana kebenaran (truth) dibangun sebagai pertahanan absolut.

Pertanyaannya, suatu kebenaran menurut siapa yang dimaksud. Terutama di era sosial media ketika alogaritma dalam media sosial membuat makna kebenaran (truth) seolah dikesampingkan oleh post truth karena masyarakat lebih menerima suatu berita atau informasi menjadi suatu kebenaran berdasarkan kepercayaan dan emosi terlepas dari fakta-fakta yang ada. Frase ini bisa dijadikan bahan Rocky untuk pembelaannya. Apalagi ia dikenal suka berdebat gunakan untaian kata yang sangat filosofis.

Unsur ketiga adalah keonaran. Unsur ini merupakan bahaya atau kerugian (harm) yang merupakan akibat yang ditimbulkan dari penyiaran berita bohong atau kabar angin atau kabar yang disiarkan dengan ditambahkan atau dikurangkan tersebut. Penjelasan Pasal XIV UU No. 1 Tahun 1946 memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan keonaran adalah bukan hanya kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya tetapi lebih dari itu berupa kekacauan.

Hal yang terlihat dan terdengar, ucapan Rocky Gerung terkait Presiden Joko Widodo, telah memicu gelombang laporan ke polisi dan demo di daerah daerah. Dan Rocky mengakui keonaran ini.

"Saya minta maaf karena peristiwa itu membuat perselisihan ini makin menjadi-jadi tuh, itu intinya tuh. Yang tentu ini berbahaya di dalam tahun-tahun politik," kata Rocky Gerung dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (4/8/2023).

Rocky Gerung menerima kemarahan masyarakat terhadap dirinya. "Saya terima kemarahan itu, saya minta maaf karena saya buat kalian itu marah. Tetapi, sebagai orang yang bertahun-tahun berupaya menghidupkan demokrasi saya mesti terangkan, jadi mohon dimengerti. Bagi mereka yang sudah mengerti terima kasih, bagi mereka yang mungkin satu waktu akan paham 'oh itu ya beda antara pejabat publik dan pribadi dan individu'," katanya..

 

Baca Juga: Ramai-ramai Suarakan Jokowi, Jangan Pensiun

***

 

Pernyataan Rocky Gerung diatas, menggelitik akal sehat saya. Ternyata dia mengklaim orang yang turut berupaya menghidupkan demokrasi.

Sejauh ini saat ia berlindung soal iklim demokrasi ia lupa soal peristiwa hukum dan bukan.

Apakah Rocky bisa buktikan Jokowi itu bajingan dan tolol.

Untuk dua kata ini Rocky Gerung bisa gunakan acuan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia. KBBI telah mendefinisikan dua kata itu, sehingga Rocky tak bisa berkilah dengan untaian kata-katanya yang puitis dan mengandung filosofi.

Hal yang saya pahami filsafat, falsafah, atau filosofi adalah metodologi yang mengkaji pertanyaan-pertanyaan umum. Pertanyaan-pertanyaan tentang eksistensi, penalaran, nilai-nilai luhur, akal budi, dan bahasa.

Akal sehat saya bilang ucapan soal peristiwa hukum yang definisinya tak terukur seperti rumusan dalam berita tidak seperti dalam KBBI bisa dikualifikasikan

hoax.

Rocky bisa masuk penyebar informasi yang dibuat-buat atau direkayasa untuk menutupi informasi yang sebenarnya.

Bila Rocky Gerung tak bisa membuktikan Jokowi itu bajingan dan tolol, ia mudah dijaring pasal hoax. Mengingat Ia bisa disejajarkan orang yang berupaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang seolah-olah meyakinkan akan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya.

Saya pikir, kini banyak anak muda yang tahu demokrasi kini mulai bergeser ke ruang digital.

Semua orang bisa memanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam politik .

Pendeknya, demokrasi digital membawa angin segar dalam demokrasi: proses memberikan pendapat dan berekspresi kian instan dan super gampang. Aspirasi rakyat pun bisa tersampaikan lebih mudah.

Kasus Rocky Gerung seperti menggambarkan demokrasi seakan hanya menjadi menjadi keriuhan penuh pergunjingan politik. Ada muatan serangan dengan menghembuskan isu privasi seperti tudingan bajingan dan tolol yang kini bikin gaduh sebagian rakyat.

Akal sehat saya mencuit sebagai akademisi, Rocky Gerung, mesti lebih paham ada UU ITE. Undang undang ini memastikan ruang digital bersih dan ekosistemnya sehat agar tidak berpotensi menimbulkan kegaduhan. Termasuk informasi hoaks yang berseliweran mengandung ujaran kebencian, misinformasi maupun malinformasi. Tak keliru ada sebagian masyarakat melapor polisi agar Rocky Gerung ditindak tegas agar tidak menimbulkan permusuhan. Tudingannya tidak termasuk ilmiah. Mengingat dalam narasi yang diviralkan, tak disertai data dan fakta yang didapat dari observasi, eksperimen, dan kajian pustaka bahwa Jokowi itu bajingan dan tolol. Mari kita ikuti perkembangan penyelidikan yang sedang dilakukan Bareskrim Polri. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU