Politisi Kritik Jalan Tol, Tanpa Akal Sehat

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 21 Des 2023 19:20 WIB

Politisi Kritik Jalan Tol, Tanpa Akal Sehat

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Saya baca pernyataan Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) agak ngeri-ngeri sedap.

Politisi PKB ini mengatakan pembangunan jalan tol tidak bisa dinikmati semua golongan masyarakat. Termasuk tukang becak.

Baca Juga: Misteri Cak Imin, Tantang Khofifah

Saya tertawa sendiri. Tertawa terpingkal-pingkal. Seolah saat kampanye, politisi boleh omong saja. Termasuk omong asal bunyi. Omong tanpa referensi. Omong tanpa akal sehat.

Sebagai wartawan, saya sejak awal diajari menulis dan bicara gunakan akal sehat.

Seba, akal salah satu alat manusia untuk menjalani kehidupannya. Artinya, manusia akan terorganisir perilakunya jika ia mempunyai akal dan akalnya difungsikan sebagaimana semestinya.

Insyaallah kalau kita senantiasa mengarahkan akal kita untuk hal-hal yang dianjurkan oleh ajaran agama, maka kita termasuk orang-orang yang berakal.

Dikutip dari sejumlah sumber, tol sebenarnya singkatan dari Tax On Location.

Ini yang menjadi dasar mengapa pengendara dikenakan sejumlah tarif saat melintasi atau menggunakan jalan tol.

Akal sehat saya mengena tol memperlancar lalu lintas kendaraan.

Maklum, salah satu fungsi utama jalan tol adalah untuk memperlancar lalu lintas kendaraan.

Pemahaman akal sehat saya dengan memisahkan lalu lintas jalan tol dari jalan raya biasa, jalan tol dapat mengurangi kemacetan di jalan-jalan perkotaan. Pengalaman hidup saya, dengan jalan tol, memungkinkan pengendara untuk mencapai tujuan dengan lebih cepat dan efisien.

Akal sehat saya akhirnya mengakui ada karakteristik jalan tol dan jalan raya .

Menurut akal sehat saya, jalan raya memiliki karakteristik menurun, menanjak, dan berbelok. Ia memiliki banyak persimpangan. Sementara jalan tol cenderung lurus, menurun, menanjak, sedikit belokan dan tidak memiliki persimpangan jalan.

Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004, jalan, dibagi menjadi dua jenis, yakni berdasarkan fungsi dan jenisnya. Kemudian klasifikasi jalan raya berdasarkan fungsinya kembali terbagi menjadi 4, yaitu jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.

Biasanya, kita melewati jalan tol supaya lebih cepat sampai ke tujuan. Ini karena di jalan tol tidak ada persimpangan atau lampu lalu lintas. Realitanya, dimana pun di dunia, jalan tol hanya bisa dilewati oleh kendaraan roda empat, sehingga kendaraan bisa melaju lebih kencang.

Beda dengan jalan raya, digunakan untuk kendaraan bermotor, mobil, truk, sepeda, becak, dokar dan lain-lain.

Dan digunakan oleh masyarakat umum.

Jalan raya juga dibiayai oleh perusahaan negara. Tentu dari pajak. Penggunaannya diatur oleh undang-undang pengangkutan.

Permukaan jalan raya datar dan diperkeras.

Baca Juga: Terima Putusan MK, Anies-Muhaimin Kompak: Koalisi Perubahan Sudah Selesai

Memiliki bahu jalan. Jalan raya sering memiliki zona kecepatan yang ditentukan.

 

*

 

Cak Imin melempar isu mengapa jalan tol tidak bisa dilalui becak?

Akal sehat saya bilang ini "politisasi" jalan tol sekaligus tukang becak. Masih menurut akal sehat saya, politisasi semacam ini mengandung konotasi negatif. Ada gambaran cara-cara berpolitik yang  sangat pragmatis.

Cak Imin mempolitisasi jalan tol dan tukang becak seolah akan diangkat menjadi kesepakatan umum. Cawapres nomor urut 1 ini dikenal seorang politisi.

Menggunakan akal sehat, ia mestinya suka  memusuhi kata "politisasi".

Akal sehat saya juga sering mengingatkan tidak ada jaminan  semua politisi benar-benar bebas dari politisasi.

Ini karena akal  bisa  bermanfaat untuk orang banyak.

Baca Juga: Perbedaan Jokowi dan Muhaimin, Peringati Hari Kartini

Contoh orang yang tidak menggunakan akal sehat adalah pelaku kriminal.

Misal, maraknya kasus viral yang berhubungan dengan kasus-kasus kriminal.  

Maklum, kasus kriminalitas sering kali melibatkan keputusan yang tidak menggunakan akal sehat.  Kasus kriminalitas menurut akal sehat dapat berdampak serius pada individu dan masyarakat secara keseluruhan.

Menurut akal sehat saya orang atau politisi yang berakal sehat pasti bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang masuk akal dan tidak.

Menggunakan tolok ukur akal sehat, kritik memang dapat berupa penilaian terhadap kenyataan yang ada dan sedang dalam sorotan norma (Kwant, 1975: 19).

Konsep ini menunjukkan bahwa di dalam kritik harus ada norma-norma tertentu yang berfungsi sebagai dasar penilaian terhadap sesuatu yang kita hadapi. Dengan akal itu, seseorang bisa memikirkan semua urusan dunia, dari yang besar sampai yang kecil.

Khalid Ibnu Shafwan berkata, “Bila ada seseorang yang tidak bisa menjelaskan apa-apa, ia tidak ada bedanya dengan hewan ternak atau ia hanya berganti rupa."

Ha, ha, ha. Cak Imin, yuk, kita biasakan bicara rasionalitas. Kata kiai saya, akal sehat itu adalah pikiran yang baik dan normal. Sekaligus pikiran yang logis. Secara fisik, seseorang mesti bisa bekerja dengan baik dan sehat.

Praktis, akal yang sehat seorang politisi yang dapat memilih segala hal dengan cermat dengan pertimbangan. Saya mengenal politisi adalah  seseorang yang bisa menjadi penyambung suara rakyat, bukan bodohi rakyat. Iya atau iya Cak Imin. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU