Wapres Ma'ruf "Ingin Seperti" Gibran dan Kaesang

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 02 Jun 2024 20:42 WIB

Wapres Ma'ruf "Ingin Seperti" Gibran dan Kaesang

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres) Ma'ruf Amin, saat memberi

sambutan di pembukaan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI Se-Indonesia, Rabu,( 29/5)2024), ingin menjadi anak presiden. Pernyataannya ini terkait jika seseorang dapat menentukan jalan hidupnya. Dan itu jalan hidup yang tak bisa dipilih, karena sudah merupakan keputusan Allah.

Baca Juga: Polri tak Antikritik, Lamban Tangani Kasus Tanpa Fulus?

Pernyataan Kiai NU ini sekilas normatif tentang takdir Allah .

Menjadi sorotan publik karena momen. Ya momen saat MA pun ubah syarat peserta Pilgub dan Pilbup.

Ini terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang syarat umur cagub-cawagub. Secara konstitusi, aturan PKPU, sudah sesuai dengan UU Pilkada. Saat ini, tak ada hal darurat dilakukan perubahan.

Akal sehat saya berbisik, sebagian publik akan sulit mengesampingkan dugaan adanya kepentingan politik putra presiden dalam putusan ini.

Menurut akal sehat saya pernyataan Wapres Ma'ruf Amin, itu bisa merupakan sindiran dan satire untuk bangsa ini. Bukan semata untuk Presiden Jokowi dan anak menantunya.

 

***

 

Sejauh ini publik diberi pengetahuan bahwa Gibran, bisa jadi cawapres, karena diuntungkan oleh putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan ini telah final dan tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Dalam putusannya, MK menyatakan seseorang yang di bawah usia 40 tahun bisa menjadi capres maupun cawapres asalkan sedang atau pernah menduduki jabatan negara yang dipilih melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah.

Kini, dengan keputusan MA, Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep dimungkinkan maju sebagai calon pada Pilkada serentak 2024.

Hal ini menyusul nama putra bungsu Presiden Jokowi itu santer didorong maju sejumlah daerah Pilkada 2024, termasuk Pilgub Jakarta. Sementara, Kaesang saat ini berusia 29 tahun. Ia baru berusia 30 tahun pada 25 Desember mendatang.

Padahal tahapan dan jadwal Pilkada 2024 telah diatur dalam PKPU 2 tahun 2024 tentang Tahapan, Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Dijelaskan dalam PKPU itu bahwa pendaftaran pasangan calon adalah pada 24 Agustus sampai 26 Agustus 2024. Adapun penetapan pasangan calon pada 22 September 2024.

Pemungutan suara dilakukan pada 27 November 2024. Dan penghitungan suara dan rekapitulasi penghitungan suara pada 27 November sampai 16 Desember 2024.

Setelah, penetapan calon terpilih dilakukan paling lama lima hari setelah MK secara resmi memberitahukan permohonan yang teregistrasi dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) kepada KPU.

 

***

 

Usai mendengar pernyataan Wapres Ma'ruf, saya berdialog dengan seorang Kiai NU asal Probolinggo.

Kiai itu menegaskan bagaimana pun, dunia ini punya Penguasa Maha Perkasa yang mengendalikan seluruh gerak-geriknya. Dan hanya kepada-Nya ia tunduk.

Kata Kia inil makna firman Allah dalam QS. Fusshilat: 11, “Kemudian Dia (Allah) menuju kepada penciptaan langit, dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: ‘Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan suka rela atau terpaksa.’ Keduanya menjawab: ‘Kami datang dengan suka rela.’”

Sebenarnya, kata Kiai itu, segenap keinginan kita baru bisa terealisir bila selaras dengan apa yang dikehendaki Allah. Sebagai contoh, kasus “pawang hujan”.

Banyak orang sering bertanya-tanya ketika mengetahui para dukun yang “bisa” menolak hujan dan memindahkannya ke tempat lain. Alhasil, dukun itu pun dikagumi dan dipuja-puji.

Baca Juga: Mantan Mensos vs Mensos, Beradu Atasi Kemiskinan

Sayangnya, mereka lupa bahwa tidak semua pawang dan dukun selalu berhasil dalam usahanya tersebut. Bahkan, kisah-kisah kegagalan mereka terlalu banyak untuk dideretkan. Jadi, jika kita renungkan dengan baik-baik, keberhasilan para pawang itu tidak ada bedanya dengan tebakan nasib yang dilontarkan oleh para peramal. Adakalanya tepat, walau lebih banyak yang meleset.

Kiai itu bilang, nasib baik atau kesialan yang dialami seseorang pada dasarnya tidak ada hubungannya samasekali dengan ramalan tersebut. Entah diramalkan atau tidak, apa yang dikehendaki oleh Allah terhadap seseorang tetaplah harus terjadi.

Tidak akan ada yang bisa menghindari, memanipulasi, membatalkan, atau merekayasanya.

Oleh karenanya, Allah menyatakan bahwa turunnya hujan merupakan satu diantara lima kunci perkara gaib yang hanya dipegang-Nya sendiri (QS. Luqman: 34). Hakikat semisal ini sangat dimengerti oleh generasi Salafus Sholih, bahwa segala sesuatu hanya mungkin terjadi bila Allah mengizinkannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bersemangatlah atas apa yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah. Jika engkau tertimpa sesuatu maka jangan katakan: ‘seandainya saja aku lakukan pasti jadinya begini dan begitu’. Akan tetapi, katakan: ‘Allah telah menakdirkannya, dan apa saja yang Dia kehendaki pasti Dia lakukan.’ Sebab, (perkataan) ‘seandainya’ itu membuka perbuatan setan.” (Riwayat Muslim, dari Abu Hurairah. Dipotong dari teks lengkapnya). Wallahu a’lam.

 

***

 

Mengutip jaringansantri.com, Gus Dur pernah berkisah setiap menjelang weekend, keluarga Cendana (Pak Harto dan keluarga) sering menghabiskan liburannya di daerah Puncak, Bogor.

Keberangkatan pertama, Mbak Tutut lebih dulu pergi. Sesampainya di pintu pembayaran tol Ciawi, ia mengeluarkan uang 100 ribuan. Saat akan dikembalikan, Mbak Tutut menolak seraya berkata : “Tak usah dikembalikan, biar buat tambahan uang dapurmu saja.”

“Waduh, terima kasih banyak atas kebaikan Mbak Tutut. Memang Mbak Tutut cantik juga dermawan,” kata penjaga tol dengan senang hati.

“Siapa dulu dong? saya kan anak Presiden..,” komentar Mbak Tutut sambil melaju.

Tidak lama kemudian, Tommy menyusul. Ia pun membayar tol dengan mengeluarkan uang pecahan 50 ribuan. Saat mau dikembalikan, Tommy pun menolak dengan halus.

Baca Juga: Si Tamak SYL, Ngaku Bukan Bapak yang Baik

“Biarin aja buat uang rokokmu..,” jelas Tommy dengan senyuman khasnya.

Keruan saja penjaga tol senang betul. “Terima kasih Pak Tommy, Bapak baik hati sekali..,” tutur penjaga tol.

“Ah..biasa itu sih.. saya kan anak Presiden..,” timpal Tommy Soeharto dengan bangga.

Setengah jam kemudian, muncul Pak Harto. Ia pun mencontohkan sebagai warga negara yang baik dengan membayar tol. Diserahkannya uang 20ribuan.

Beberapa saat Pak Harto terlihat menunggu, tidak langsung tancap gas. Lalu ia berkata kepada penjaga tol : “Mas, mana kembaliannya?”

“Lho, putra-putri Bapak saja tidak minta kembalian, kok Pak Presiden sendiri malah minta kembalian..?” tanya penjaga tol penasaran.

“Ooitu tho sebabnya.. sini, kamu saya jelasken.. kamu tahu tidak, siapa yang berangkat duluan tadi..?” tanya Pak Harto.

“Tahu Pak.. Mbak Tutut dan Pak Tommy anak Bapak..” jawab penjaga tol.

“Ya itulah makanya mengapa mereka tidak minta kembalian, karena mereka anak Presiden. Sedangkan saya ini cuma anak petani, tahu..? Cepat ! sini kembaliannya..!” bentak Pak Harto.

Penjaga Tol: *******####***

Ini lah perbedaan dua Kiai NU, yang satu masih Wapres dan satunya eks Presiden.

Gus Dur bisa bikin guyonan tentang enaknya anak presiden, karena Presiden ke-4 RI, ini dikenal sebagai sosok yang penuh dengan humor cerdas yang segar.

Akal sehat saya bilang wajar bila Wapres Ma'ruf, berimajinasi ingin jadi anak presiden. Tentu anak presiden "seperti" Gibran, Kaesang, Tutut dan Tommy. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU