MA vs Risma, Pertarungannya Pejudi

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 11 Jun 2020 21:52 WIB

MA vs Risma,  Pertarungannya Pejudi

i

Ilustrasi karikatur

 

 Harian kita Surabaya Pagi, kali ini menjaring tokoh-tokoh informal leader senior pengagum Soekarno di Surabaya. Ada Dr. Tjuk Sukiadi, Dr. Ronny H. Mustamu sampai aktivis milenial pecinta Bung Karno, Seno Bagaskoro dan mantan orang kepercayaan tokoh PDIP Almarhum Ir. Soetjipto. Mereka diminta pandangan, pendapat dan saran tentang Wali Kota Surabaya periode 2020-2025. Selama tiga periode terakhir, ini walikotanya dari PDIP. Kini sosok nasionalisnya menyebar tidak hanya diusung dari PDIP saja. Ada yang dari koalisi 7 partai pemilik 26 kursi di DPRD Surabaya. Akankah pengganti Risma, orang incumbent yang bukan kader PDIP, seperti Eri Cahyadi. Atau malah kuda hitam, orang nasionalis asli Surabaya, yang bukan kader PDIP. Pertarungan merebut grassroot diprediksi bakal berdarah-darah. Machfud Arifin (MA) yang sudah kluruk setahun yang lalu, tak mau kehilangan peluang. Juga Risma, yang sering disebut oleh Bambang DH, “mak lampir”, kini tampaknya akan all out menggeret Eri Cahyadi. Bisa jadi ini gambling antar dua kubu yang ingin meraih kekuasaan politik lima tahunan. Gambling? Ya! Baik kubu MA maupun Risma, sudah merekrut pengusaha etnis China. Ada pengusaha China yang dulu simpati pada MA, kini menarik diri. Juga ada pengusaha etnis China simpatisan Risma, mulai jaga jarak?Ada apa? Tim wartawan Surabaya Pagi yang dikoordinasi Raditya Mohammar Khadaffi menurunkan tim wartawan Alqomaruddin, Aditya Putra Pratama, dan Byta Indrawati. Berikut laporan investigasi dan undercovernya.

Baca Juga: Ajak Masyarakat Berolahraga dan Bersenang-senang, AKG Entertainment Gelar Pokemon Run 2024 di Surabaya

 

SURABAYAPAGICOM, Surabaya - Beberapa pengusaha properti dan pabrik Surabaya mengatakan, pemilihan Wali Kota Surabaya tahun 2020, bukan pertarungan konvensional antara MA dengan Eri Cahyadi atau MA dengan Risma.

“Ini pertarungan antar pejudi. Baik Pak MA maupun Bu Risma, sama-sama dikelilingi pengusaha China. Ada yang dari Medan dan Banjar. Ini bakal seru. Makanya, sejak sekarang Risma mulai merangsek ke Pak BG (Budi Gunawan, red), Kepala BIN,“ ungkap seorang pengusaha etnis Tionghoa Surabaya, saat ditemui Surabaya Pagi di Bandara Juanda Surabaya, Kamis (11/6/2020) siang kemarin.

Sementara itu, mantan Wali Kota Surabaya Bambang DH, saat ditemui di “My Kopi-O” Sutos Surabaya, menilai calon Wali Kota Surabaya yang didukung BG, jauh lebih aman ketimbang tanpa BG. “Saya kenal Pak BG. Orangnya komitmen. Kalau mau bantu, dia bantu teknis sampai teknis,” jelasnya.

Minggu ini BG ke Surabaya, atas undangan Risma, untuk membantu problem penanganan Covid-19 di Surabaya, yang sempat bermasalah.

 Lantas, siapa yang akan unggul dari beberapa nama yang sudah muncul, baik dari MA, atau Eri Cahyadi juga Whisnu Sakti Buana, kader asli PDIP yang juga putra tokoh PDIP Ir Sutjipto Soedjono? Tim Surabaya Pagi, meminta pendapat para tokoh informal leader, kaum milenial, budayawan hingga pengusaha di Surabaya yang dihubungi secara terpisah, Kamis (11/6/2020).

Salah satunya, seorang budayawan, mantan akademisi Universitas Airlangga dan seorang Soekarnois, Dr. Tjuk Sukiadi. Tjuk hingga saat ini masih belum bisa memprediksi lebih jauh, siapa sosok calon Wali Kota Surabaya mendatang. Pasalnya, gaco yang dibawa PDIP masih belum definitif. "Memang masih belum pasti juga. Belum definitif juga. Jadi tidak bisa diprediksi lebih jauh. Yang penting itu niatnya baik dan tekadnya kuat," ujar Tjuk Sukiadi.

Meski begitu, tambah Tjuk, Risma dapat dijadikan contoh meskipun masih banyak kekurangan. Dari kekurangan tersebut calon Wali Kota Surabaya berikutnya dapat mengevaluasi untuk menjadikan mereka lebih baik untuk memimpin Surabaya di kemudian hari. "Kita butuh pemimpin yang bener. Bener-bener bisa mengabdi kepada masyarakat dan mampu memberikan segala apa yang dibutuhkan oleh masyarakat," katanya.

Dirinya juga menambahkan jika siapa pun dan darimana pun latar belakangnya, hal terpenting yang perlu ada dibenak para calon Wali Kota Surabaya tersebut adalah harus menjadikan Surabaya dan isinya lebih baik lagi dari sebelumnya. "Meskipun itu dari birokrat, pensiunan aparat, atau siapapun itu. Jika niatnya bukan untuk numpang eksis dan ingin menjadikan Surabaya dan isinya lebih baik. Maka dia layak untuk menjadi Walikota," ungkapnya.

Tjuk Sukiadi juga berpesan kepada calon Walikota Surabaya nanti, dengan mengutip dan memodifikasi kata-kata mantan presiden Amerika Serikat John F. Kennedy, yaitu ‘Jangan tanyakan apa yang Surabaya berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada Surabaya’

 

Bisa Saling Bekerjasama

Tokoh informal leader lainnya, yang juga seorang pengusaha, advokat senior dan tokoh keturunan Tionghoa, Oemar Ishananto, menjelaskan bila kriteria pemimpin untuk kota Surabaya harus bisa saling bekerjasama. "Ini terserah pada rakyat Surabaya nanti siapa yang akan dipilihnya. Yang perlu dijadikan kriteria bahwa walikota itu adalah bisa kerja sama antara Walikota dan wakilnya, maka kedua-duanya harus singkron dan sudah punya dasar, supaya rakyatnya tidak bingung. Kemudian harus punya rasa cinta terhadap rakyat-rakyatnya, memperhatikan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan masyarakat," jelas Oemar, dihubungi Surabaya Pagi, Kamis (11/6/2020).

Oemar menambahkan bila kebiasaan orang Surabaya adalah memilih pemimpin yang biasanya juga lahir dan besar di kota Surabaya sendiri. "Orang Surabaya kan biasanya yang menjadi kepala daerah itukan dari kota yang berangsangkutan, artinya anak kota Surabaya sendiri. Kemudian track record dari yang bersangkutan anak yang dipilih itu tadi rakyat pasti sudah tau. Setidak-tidaknya dia sudah punya pengalaman, pendidikan, ada suatu nurani terhadap rakyatnya," lanjutnya.

 

Polisi juga ‘Birokrat’

Sementara, Ketua Pemuda Pusura Surabaya, Hoslih Abdullah menuturkan siapa calon Wali Kota Surabaya mendatang, harus bisa meneruskan kinerja yang sudah dilakukan oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini selama 10 tahun ini.  Baik itu dari birokrat ataupun dari seorang pensiunan Polri.

Bahkan, menurut Hoslih, seorang pensiunan Kepala Polri Jatim pun, juga bisa dalam menerapkan sistem birokrasi, meski birokrasi di kepolisian sedikit perbedaan dengan pemerintahan. “Menurut saya kalau pengalaman di Polri kan juga di birokrat , institusinya kan memang polisi jadi kan kurang lebihnya untuk pengelolaan tinggal menyesuaikan lagi. Untuk yang birokrat asli misalnya muncul dari pensiunan pemerintah kota, atau yang sudah lama bergelut di pemerintahan. Memang itu lebih berpengalaman di bidang pengelolaan pemerintahan," ulasnya.

Namun, ia juga berpesan, selain pembangunan, maka ada tugas lain yang harus dikejar oleh Walikota yang akan terpilih nantinya. "Ini kan pembangunan sudah bagus, tapikan sisi lainya ada kekurangan. Nah itu yang harus dikejar. Karena tidak mungkin dalam 10 tahun menyempurnakan kota Surabaya seluas ini dan penduduknya yang banyak. Tujuan semua walikota adalah untuk lebih memperbaiki dan menyempurnakan kota Surabaya agar semuanya tersentuh," kata pria yang juga Ketua KONI Surabaya ini.

Baca Juga: KPU Kota Surabaya Mulai Seleksi Calon Anggota PPK dan PPS Pilkada 2024

 

Milenial Percaya Bu Risma

Bagaimana suara milenial terhadap calon pemimpin kota Surabaya mendatang?

Menurut pelajar dan gokil milenial, Seno Bagaskoro, kepercayaan rakyat Surabaya terhadap Tri Rismaharini masih sangat kuat dan bisa berpengaruh terhadap pilihan rakyat kota Surabaya nantinya. "Saya kira begini, kepercayaan masyarakat kota Surabaya terhadap sosok atau figur Bu Risma itu masih sangat kuat. Sehingga bagaimanapun nanti, siapapun pilihan Bu Risma juga akan berpengaruh terhadap pilihan masyarakat kota Surabaya. Saya yakin itu. Meski PDIP masih belum munculkan nama. Tetapi, karena faktor popularitas dan sosok Bu Risma, kepercayaan masyarakat Surabaya masih ada," ungkap Seno, kepada Surabaya Pagi, Kamis (11/6/2020).

Menurutnya, hal ini terbukti dengan beberapa kali, Wali Kota Surabaya tersebut memberikan instruksi apapun kepada masyarakat melalui media sosial maupun pada kesehatan yang direspon positif oleh masyarakat. "Bu Risma saat menyampaikan kebijakan atau himbauan selalu mendapat respon positif dan saya yakin sosok Bu Risma akan menentukan siapa nanti yang dipilih masyarakat Surabaya dalam Pilwali. Tentunya saya tidak bisa menyimpulkan serta merta siapa yang akan memimpin lebih baik," jelasnya.

Seno menambahkan bila masyarakat kota Surabaya adalah masyarakat yang mampu berfikir secara rasional untuk menentukan siapa pemimpin yang akan dipilih nantinya. "Saya yakin kalau masalah track record atau masalah rekam jejak prestasi dan seterusnya publik Surabaya adalah masyarakat yang sangat rasional sehingga mereka bisa menilai juga apa saja yang tengah dikerjakan para calon itu di kota Surabaya. Kalau saya pribadi, saya percaya kepada pemimpin yang mau mendengarkan rakyatnya, pemimpin yang mau bekerja untuk rakyatnya. Dan itu nanti kita lihat bagaimana kedepannya, siapa yang akan memenuhi kriteria tersebut" imbuhnya.

 

Kasus Covid-19 Bisa Jadi Contoh

Salah satu praktisi dan pengusaha di Surabaya, Jamhadi melihat, dari nama-nama yang dia ketahui, semuanya masih mempunyai kans yang sama. "Menurut saya masih ada kans untuk keduanya. Jika dilihat dari latar belakangnya pun juga masih sama-sama mempunyai peluang," ujar Jamhadi, kepada Surabaya Pagi, Kamis (11/6/2020).

Dirinya juga mengatakan bahwa siapa pun yang bisa mengambil hati masyarakat Surabaya yang heterogen, akan mempunyai peluang lebih besar untuk memenangkan Pilwali mendatang. Jamhadi memberi contoh kasus apa yang bisa mereka lakukan di tengah kondisi Pandemi Covid-19. "Contohnya saja bagaimana loyalitas mereka ditengah pandemi, siapa yang bisa menunjukkan pandangan baru dan sebuah solusi yang mampu menjawab permasalahan masyarakat Surabaya, maka itu lah yang mempunyai peluang lebih besar," kata Jamhadi.

Baca Juga: Pokemon Run 2024 Ramaikan kota di Surabaya

Jamhadi juga menambahkan jika sosok Walikota Surabaya nantinya harus lebih memperhatikan masyarakatnya. Hal ini dikarenakan meskipun jabatannya hanya secara politik, tapi masih erat kaitannya dengan simpul-simpul sosial dan ekonomi masyarakat.

 

Strategi Pemasaran Politik

Berbeda dengan, Ronny H. Mustamu selaku Wakil Ketua, Komite Advokasi Daerah Antikorupsi Provinsi Jawa Timur. Menurutnya hingga saat ini belum terlihat dengan jernih kekuatan mana yang akan unggul. Bahkan, Ronny menjelaskan, apa yang dimunculkan di beberapa media massa, terkait masing-masing calon, bagian dari pemasaran politik semata. “Apa yang sekarang digaungkan di media oleh calon walikota saat inni itu bagian dari strategi kehumasan mereka. Masuk dalam pemasaran politik semata,” jelas Ronny, kepada Surabaya Pagi, Kamis (11/6/2020).

Pasalnya, hingga kini, Ronny melihat belum ada yang secara sporadik, gerakan hingga ke tataran grassroots. Mereka masih membalut klaim akar rumput itu dengan balutan sebuah kasus, yakni adanya pandemi Covid-19. “Sekali lagi, belum terlihat yah kalau sampai akar rumput. Masih gimmick, hanya bubble yang seolah-olah besar, tapi isinya kosong. Dan berpotensi sewaktu-waktu kempes lagi. Harus dipahami bersama bahwa pemilu kepala daerah adalah agenda politik," beber pria yang juga pengajar di Universitas Kristen Petra Surabaya ini.

 

Pembajakan Calon Walikota

Jadi, tambah Ronny, kini menjadi tanggungjawab partai politik masing-masing untuk bisa diserap sesuai aspirasi warga. Misal, memberikan Pendidikan politik dan meninghkatkan kapabilitas nantinya sebagai calon pemimpin daerah di Pilwali Surabaya mendatang.

Disinggung soal pensiunan polri atau seorang birokrat yang cocok untuk menjadi Wali Kota Surabaya nantinya, Ronny mengungkapkan bila pencalonan kepala daerah merupakan jalur independen. "Pensiunan polisi, tentara dan birokrat sesungguhnya memiliki wadah/kanal tersendiri untuk pencalonan kepala daerah, yaitu jalur independen. Maraknya ada upaya membajak calon walikota dari pensiunan polisi dan birokrat aktif menunjukkan partai politik telah gagal melakukan kaderisasi. Dana besar dari negara untuk pembinaan partai politik terbukti hanya menghasilkan kesia-siaan belaka," ungkapnya.

Ia pun menambahkan, munculnya fenomena membajak atau “pinjam kendaraan” yang sangat berpotensi untuk mudah dimasuki politik uang. Artinya, tambah Ronny, setiap partai politik wajib memeriksa governance systems internalnya agar memastikan tidak terjadi mekanisme jual beli rekomendasi. “Jika ditanya risiko kepemimpinan sipil, maka siapa pun yang tidak berasal dari komunitas sipil dan tidak belajar tentang berorganisasi sipil akan berpotensi melakukan pemerintahan yang berjarak dengan prinsip-prinsip demokrasi," imbuhnya. adt/alq/byt/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU