SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Sejak Februari 2021 lalu, yang sedang jadi trending topic dalam urusan vaksin diluar sinovac adalah vaksin Nusantara, dan Dr. dr. Terawan.
Bagi publik, nama Dr. dr Terawan tak lagi asing. Ini karena inovasinya tentang metode "cuci otak" . Metode inovasinya ini telah terbukti menyembuhkan banyak pasien stroke.
Sampai April 2018, dr Terawan, dikabarkan telah menyembuhkan ribuan pasien stroke dengan metode "cuci otak". Metode ini mulai diperkenalkan sejak 2004. Penyembuhan metode ini dikenal dengan nama digital subtraction angiography (SDA). Tujuan penyembuhan menggunakan motede SDA untuk mendiagnostik dan mengevaluasi pembuluh darah otak sehingga bisa diketahui penyakit pasien sekaligus menentukan pengobatan yang tepat.
Dalam metode pengobatan stroke itu Terawan memasukan obat heparin dalam proses SDA. Terawan percaya obat ini dapat menyembuhkan penyakit stroke.
Maklum metode cuci otak melalui DSA ini telah diuji dalam disertasi dr Terawan di Universitas Hasanuddin Makassar pada 2016. Beberapa pakar menilai metode itu masih butuh kajian secara ilmiah lebih mendalam.
Kendati demikian, banyak dukungan yang mengalir kepada dr Terawan seperti dari Komisi IX DPR, Kementerian Ristekdikti, masyarakat yang menjadi pasiennya, dan bahkan para pejabat dan tokoh negeri yang merasakan manfaat luar biasa dari metode tersebut.
Beberapa tokoh yang pernah menjalani terapi DSA dr Terawan ialah Wakil Presiden 2014-2019 Jusuf Kalla, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, mantan Ketua MK Mahfud MD, dan lainnya.
Para tokoh tersebut memberikan testimoni atas pengalamannya ditangani dr Terawan dan mendukung metode "cuci otak" terus dilanjutkan.
***
Nah, apa yang telah dilakukan dr. Terawan, bukan sebuah eksperimen. Tapi inovasi dibidang kedokteran. Katakan inovasi penyembuhan cuci otak, dinilai belum mengikutu kaidah ilmiah, tapi metode metode cuci otak melalui DSA, telah menyembuhkan lebih 4000 penderita stroke. Pejabat negeri ini termasuk mantan Wapres mengapreasi, karena mereka telah mengikuti penyembuhan ala Dr. Terawan. Penyembuhan semacam ini adalah pengabdian untuk kemanusiaan.
Bahkan dengan metode DSA, Dr dr Terawan bisa mendatangkan 1000 warga negara Vietnam ke Indonesia untuk melakukan terapi "cuci otak". Setelah itu, Dr Terawan, membuat nota kesepahaman dengan Pemerintah Vietnam . Akhirnya, terapi cuci otak inovasinya juga menjadi wisata medis.
Baca Juga: Prof Terawan: Pendapat Profesor Diluar Keahlian saya, Bisa Menyesatkan
Dengan fakta-fakta seperti ini, Menkes, wapenkes, ketua IDI, dokter lain termasuk Kepala BPOM, tidak membuka mata Dr. Terawan telah mengharumkan negara bidang wisata medis sekaligus menyelamatkan jiwa lebih 40.000 pasien stroke. Apakah pengabdian Dr. Terawan, tidak patut dihargai bahwa urusan mengabdi pada kemanusiaan, dia tidak perlu didekte, apalagi diajari. Suka atau tidak, Letjen (P) Dr. dr. Terawan adalah pejuang kemanusiaan.
Dalam bahasa politiknya, Dr. Terawan, telah menjadi garda terdepan mencegah dan menangani masalah kesehatan kronis (stroke dan kanker) tidak saja di seluruh pelosok Tanah Air. Tapi juga pasien dari luar negeri seperti Vietnam.
Akal sehat saya mengatakan pra klinis dan uji klinis pertama penelitian vaksin nusantara, katakan masih kontroversi (uji hewan dilakukan di AS), diakui atau tidak, apa yang telah dilakukan oleh Dr Terawan adalah inovasi di bidang kedokteran yang sudah sepatutnya dikembangkan agar dapat diterima sebagai tindakan medis yang resmi dengan penelitian lebih mendalam.
Apalagi dalam masa Covid-19 semua pihak didorong oleh Presiden Jokowi untuk berinovasi dalam hal corona dan vaksin agar bisa membantu kesehatan masyarakat dan bangsa yang lebih baik.
Data yang saya peroleh, Dr. Terawan, inisiator vaksin Nusantara maupun Kelala BPOM Dr. Ir. Penny Kusumastuti Lukito, sama-sama pernah membuat disertasi, karena dua-duanya doktor.
Saran saya, untuk kepentingan negara dan kemanusiaan, lakukan diskusi ahli terbatas tentang penelitian vaksin nusantara menggunakan nilai-nilai ilmiah, dengan mengajak Prof Amin Soebandrio (ahli dari Eijkman) dan Prof C. A. Nidom (epidemiologist). Apalagi penelitian vaksin nusantara adalah yang pertama dilakukan anak bangsa untuk negara dan rakyat Indonesia.
Baca Juga: Produksi Vaksin Nusantara, Bentuk Manajemen Efisiensi dengan AS
Dalam diskusi ahli terbatas ini, bisa mencari titik temu kelanjutan uji klinis tahap kedua vaksin nusantara. Apalagi telah ada political will dari Presiden Jokowi, untuk melanjutkan iji klinis tahap dua dengan pendekatan penelitian yang ilmiah. Hal menarik vaksin nusantara adalah produk inovasi.
Filosofi inovasi menganjurkan semua ilmiwan belajar (penelitian-penelitian) meski tidak selalu mudah. Justru dengan belajar pada saat pandemi, waktunya ilmuwan bidang kedokteran dan farmasi berinovasi. Termasuk bereksperimentasi mendengar hati nurani kita saat COVID-19. Akal sehat saya berbisik dengan melakukan penelitian atas obyek inovasi, kita bisa menjadi masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan.
Dr. Terawan kini menyikapi saat Pandemic Covid-19 dengan inovasi pembuatan vaksin corona anak bangsa dengan harga yang jauh lebih murah dari vaksin Sinovac. Inovasi Dr. Terawan menurut akal sehat saya usahanya sebagai dokter untuk memberikan sepercik kontribusi bagi masyarakat Indonesia.
Ini karena vaksin corona bermanfaat memberikan kekebalan dalam tubuh, agar warga tidak terpapar virus Corona.
Sebagai anak bangsa yang berprofesi jurnalis, saya mengusulkan pemerintahan Jokowi (termasuk Menteri BUMN, Menkes dan Menko Kemaritiman dan Investasi, untuk tidak terlalu bergantung pada vaksin Sinovac yang hingga saat ini belum teruji seberapa besar efektivitasnya.
Akhirnya saya berpesan pada Kepala BPOM tidak berhenti dengan slogan nilai ilmiah, tapi sebagai anak bangsa berkolaborasikan dengan mantan Menkes meneruskan uji klinis tahap kedua vaksin nusantara dengan nilai-nilai ilmiah yang aplikatif, bukan nilai ilmiah sloganis. ([email protected])
Editor : Moch Ilham