Guruh Soekarno, Anak Proklamator Kesandung Masalah Hukum

author surabayapagi.com

- Pewarta

Rabu, 19 Jul 2023 20:06 WIB

Guruh Soekarno, Anak Proklamator Kesandung Masalah Hukum

i

H. Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Siapa yang tak kenal Guruh, yang nama lengkapnya, Mohammad Guruh Irianto Soekarnoputra.

Bagi generasi baby boomers yang lahir pada tahun 1946-1964, kenal betul karya-karya seni, putra bungsu presiden Soekarno dengan Fatmawati.

Baca Juga: Resiko Pejabat Bea Cukai Berkongsi

Menurut ayah saya yang lahir periode itu, diingat, Guruh pernah menggelar pertunjukan kolosal 'JakJakJakJak Jakarta' dalam rangka ulang tahun Jakarta ke 462 tahun (1989). Juga Pagelaran kolosal "Gempita Swara Mahardhika" dalam rangka 10 tahun Swara Mahardika (1987).

Guruh juga pernah membentuk band The Beat-G dan merilis album perdananya di tahun 1975 berjudul Guruh Gyps. Musik itu perpaduan gamelan Bali.

Termasuk peran Guruh di bidang perfilman yaitu menjadi ilustrator musik film Ali Topan Anak Jalanan. Ia juga pernah berperan sebagai Sunan Muria dalam film Sembilan Wali (1985).

Terkait dengan kehidupan pribadinya, adik mantan presiden RI Megawati Soekarno Putri ini pernah menikahi seorang penari asal Uzbekistan, Sabina Guseynova pada 20 September 2002 di Tashkent, Uzbekistan.

Dalam perkawinannya itu, Guruh menyerahkan Al-Quran, Buku Di Bawah Bendera Revolusi dan Buku Otobiografi Presiden Soekarno sebagai mas kawin. Namun perkawinannya tak berusia lama dan kini kembali sendiri.

Guruh, kini berusia 70 tahun. (lahir 13 Januari 1953). Kini ia juga jadi politikus Indonesia yang menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sejak 1999.

Dikutip dari Wikipedia, Guruh menempuh pendidikan di SD dan SMP Perguruan Cikini. Ia bersekolah di SMA Negeri 25 Jakarta tahun 1967-1970.

Ia pernah berkuliah jurusan Arkeologi selama tiga tahun (1971-1974) di Universitas Amsterdam, Belanda, tetapi tidak selesai.

Guruh juga kuliah S1 Ilmu Administrasi Negara di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia (STIAMI) tahun 2005-2008 dan meraih gelar Sarjana Administrasi Publik (S.A.P.). Guruh, meraih gelar Magister Manajemen (M.M.) Konsentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia tahun 2010. Tahun 2012 ia meraih gelar Magister Sains (M.Si.) Program Studi Ilmu Administrasi Konsentrasi Ilmu Administrasi Publik

Dengan pendidikannya, seniman dan karir politik, adakah yang percaya Guruh, buta hukum?

Sebagai politikus, ia tahu negara mengakui dan melindungi serta menjamin hak asasi setiap orang atas perlakuan yang sama dihadapan hukum (equality before the law).

Hal ini ditegaskan dalam pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

Guruh pasti paham ketentuan pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal ini mengamanatkan setiap WNI berhak memperoleh keadilan melalui mekanisme yang adil dan akuntabel (bertanggung jawab). Tentu melalui lembaga peradilan (keadilan untuk semua/justice for all). Akal sehat saya berkata, Guruh, berhak memperoleh keadilan melalui mekanisme yang adil dan akuntabel ke pengadilan. Apalagi ia politisi PDIP, bisa minta keadilan ke partai sampai Menko Polhukamhum Mahfud Md.

Tapi perjalanan kasus bergulir dalam gugat-manggugat saya, sehingga rencananya, pada 3 Agustus 2023 mendatang, rumah Guruh di Kebayoran Baru Jakarta Selatan, akan dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Jakarta.

Pemohon eksekusi, adalah seorang wanita bernama Susy Angkawijaya. Susy sudah bersengketa sejak tahun 2014 silam. Praktis sudah sembilan tahun sengketa antara Susy Angkawijaya dan Guruh, berlangsung. Susy menggugat rumah Guruh Soekarnoputra.

Susy Angkawijaya mengatakan Guruh Soekarnoputra telah melakukan transaksi jual-beli atas rumah tersebut pada 2011 silam di sebuah notaris.

Menurut Jhon Redo, kuasa hukum Susy Angkawijaya, kasus dengan Guruh, menyangkut jual beli tanah dan bangunan yang terletak di Kebayoran di Jalan Sriwijaya 2 nomor 9. "Kalau nggak salah, itu terjadi di tahun 2011 antara penjual dan pembeli sudah ada di notaris tuh jual belinya, bahkan ada akta pengosongan," Jhon Redo, kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/7).

"Pada tahun 2014 malah sudah ada balik nama di sertifikat hak miliknya dari pemilik sebelumnya ke sekarang (klien kami). (Nama pemilik sebelumnya) tertulis di sertifikat itu pemilik semula Muhammad Guruh Soekarno Putra di sertifikat. Sekarang kepemilikan beralih ke Bu Susy," ujarnya.

Dikatakan selama tahun 2014 hingga saat ini, Guruh Soekarnoputra selalu melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan rumahnya tersebut. Namun usaha Guruh Soekarnopura selalu gagal sehingga Susy Angkawijaya lah yang dinyatakan menang.

"Nah itu proses hukumnya panjang, ketika jual beli terlaksana sudah selesai balik nama tidak diserahkan. Makanya terjadi gugat menggugat dalam gugatan di PN Jakarta Selatan kan mencakup di sini gugatan Pak Guruh yang ingin membatalkan jual beli tidak dikabulkan, naik banding di Pengadilan Tinggi DKI tidak dikabulkan, kasasi ke Mahkamah Agung tidak dikabulkan, ditolaklah, kemudian beliau PK setelah PK inkrah nih, dari Mahkamah Agung inkrah juga kasasi. Beliau PK, kita mengajukan eksekusi," ungkap Jhon Redo.

Guruh Soekarnoputra pun disebut telah menerima surat penyitaan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (13/7) lalu.

Baca Juga: Jurnalistik Investigasi Ungkap Kejahatan Tersembunyi untuk Kepentingan Umum

"(Guruh sudah tahu) sudah disampaikan oleh Pengadilan Negeri dalam hal ini juru sita itu disampaikan di hari Kamis minggu kemarin," pungkasnya.

Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto SH. MH, menyebut eksekusi penyitaan rumah merupakan bagian dari proses hukum perdata yang dimenangkan Susy.

Djuyamto kemudian menjelaskan duduk perkara perebutan rumah tersebut. Memang permasalahan antara Guruh Soekarnoputra dan Susy Angkawijaya berawal dari gugatan Guruh. Namun gugatan itu kemudian ditolak pengadilan setelah Susy menggugat balik dan gugatannya dikabulkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Guruh sendiri memiliki pembelaan. Ia merasa hanya melakukan pinjam meminjam uang dengan Susy.

"Kalau dari pengadilan permohonan pembatalan, dia (Guruh) itu pinjam meminjam uang, tapi akta dokumen, akta notaris jelas jual beli. BPN tidak akan mungkin bikin itu kalau dokumennya tidak lengkap ini, bukan karena sertifikat ganda itu tidak ada, ini normal jual beli biasa," bebernya.

Sementara itu, Susy mengklaim tidak pernah melakukan meminjam uang dengan Guruh.

"Oh nggak, ini jelas di notaris jelas, pejabatnya juga masih hidup," kata Jhon.

Hingga saat ini Jhon menyebut Guruh masih tinggal di rumah tersebut

 

***

 

Baca Juga: Komedian jadi Menteri, Bisa Campurkan Humor dan Joke

Mempelajari keterangan kuasa hukum Susy, tampak jelas ini modus pinjam meminjam uang dengan dana talangan yang dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di kantor Notaris lalu mengambil alih jaminan. Bukan jual beli tanah dan bangunan yang aturannya dibuat di PPAT. Selain itu, usai AJB (Akte Jual Beli), penjual menyerahkan tanah dan bangunan ke pembeli.

Pertanyaannya, bila Susy berniat membeli rumah Guruh, yang konon bernilai lebih seratus miliar, mengapa mesti lewat jalur PPJB di notaris, bukan AJB di PPAT?

Dalam hukum perdata, PPJB artinya perjanjian pengikatan jual beli. Dalam praktik, adminstrasi pinjam meminjam uang dibeckup dengan PPJB sebagai asli jaminan. Artinya, pemilik tanah dan bangunan saat menandatangani PPJB di notaris, tidak ada maksud dari opsi peminjaman untuk mengalihkan harta benda nya.

Praktik yang saya temui, kasus seperti Guruh, bisa ajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ke Susy. Tujuannya pembatalan ikatan jual beli yang didasari dari perjanjian utang piutang.

Secara konseptual, diduga terdapat cacat hukum dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak, baik penggugat maupun para tergugat. Salah satunya, utang piutang uang yang diikatkan menjadi jual beli.

Gunakan aturan perdata, bila memang Guruh mengklaim utang piutang dengan Susy, tahun 2011, mengapa Guruh mau dibuatkan perikatan jual beli.

Misal, SHMnya Guruh dibuat jaminan, secara hukum harus dibuat dalam bentuk perjanjian jaminan bukan perjanjian perikatan.

Disini, diduga ada cacat kehendak perikatan jual beli yang dibuat para pihak di notaris, dimana pihak peminjam (penggugat) tidak ada niat untuk mengalihkan harta bendanya pada pihak. Ini bertentangan dengan Pasal 1320 Kuhperdata tentang syarat sahnya perjanjian.

Sayang, sampai saya menulis catatan ini, belum menerima dokumen gugat menggugat.

Dengan sudah ada pemberitahuan surat eksekusi, secara yurudis ini kewenangan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. KPN Jakarta Selatan bisa melakukan penelitian yang bersifat “non litigasi”. Terutama Guruh adalah anak proklamator. Misalnya menemukan hal-hal yang bersifat “eksepsional” untuk menunda eksekusi. Salah satunya jasa Soekarno terhadap negara ini.

Negara mesti hadir. Antara lain mengambil alih pokok masalah yang win-win solution. Apalagi Guruh, seniman yang karya karyanya bersentuhan dengan ibu pertiwi. Megawati, sang kakak masak diam?. Guruh, juga punya keponakan yang Ketua DPR-RI, Puan Maharani. Masih ada waktu untuk di mediasi. Mari peduli terhadap putra proklamator yang kini diujung tanduk, rumahnya akan di eksekusi. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU