Jokowi vs Mega = Prabowo + Gibran

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 11 Jan 2024 20:34 WIB

Jokowi vs Mega = Prabowo + Gibran

i

Raditya M Khadaffi

Jokowi, fenomenal. Ini saya bandingkan presiden presiden sebelumnya. Dari Soekarno sampai Susilo Bambang Yudhoyono, saat lengser, tak satu pun yang menyiapkan putra mahkota untuk menggantikannya. Bahkan Soeharto, yang dikenal "sangat" berkuasa, saat mengakhiri kekuasaannya tak mikir anaknya jadi penerus. Padahal dari aspek kekuasaan, Soeharto, punya kans besar. Mungkin mereka sadar, NKRI bukan kerajaan. Jadi tak ada fatsun, anak harus dimahkotai sebagai raja atau wakilnya.

Jokowi, tahun 2023-2024 mulai utak-atik wariskan kekuasaan sebagai presiden secara luar biasa. Ini fenomenal. Apakah ini yang dinamakan keajaiban?

Baca Juga: Jokowi Ikut Siapkan Program Makan Siang Gratis

Walahualam.

 

***

 

Sebagai jurnalis usia milenial, saat saya lihat di live streaming, saya sampai terharu. Perasaan saya hanyut saat Megawati, bicara moral, dan etika sambil menunjuk otak dan dada. Mega orang tua. Orang bilang politisi senior.

Saat pidato di HUT PDIP ke 51, Mega memang tidak menyebut nama seseorang. Tapi sebagai jurnalis yang masih berakal sehat saya siang itu di depan kamera HP, mengira-ngira, Ketua Umum PDIP itu sedang memikirkan Jokowi?

Lho kok bisa? Ya namanya mengira-ngira, saya bisa membuat taksiran dan mengangan-angan. Taksiran saya bisa salah dan benar.

Hasil catatan saya, Jokowi ini berkarir politik melalui PDIP? Ini diraih saat ia menjadi wali kota Solo.

Jejak digital yang saya gali, Sebelum terpilih sebagai wali kota Kota Surakarta, tanggal 28 Juli 2005, ia orang biasa. Profesinya masih pengusaha furnitur yang ada di Solo. Sejak tahun 2005 hingga 1 Oktober 2012, Jokowi jadi wali kota Solo didampingi F.X. Hadi Rudyatmo sebagai wakil wali kota.

Perlahan semua berubah saat ia bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada tahun 2004 lalu. Di momen ini juga, ia mengenal FX Hadi Rudyatmo, yang lebih dahulu bergabung dengan PDIP dan masuk di DPC PDIP Solo.

Dalam waktu singkat, Joko Widodo dan FX Hadi Rudyatmo diusung oleh PDIP dan PKB untuk maju sebagai calon walikota dan wakil walikota Solo pada tahun 2005.

Tahun 2010, kembali Jokowi, diusung PDIP jadi wali kota Solo, untuk periode 2010 - 2015. Jokowi, memenangkan suara masyarakat Solo sebesar lebih dari 90%. Lalu jadi wakil ketua salah satu bidang di DPD PDIP Jawa Tengah.

Belum habis masa pengabdiannya, Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama berhasil memenangkan pilkada DKI Jakarta. Ia resmi menjabat sebagai Gubernur DKI periode 2012 - 2017. PDIP akhirnya resmi mengusung Joko Widodo bakal calon Gubernur DKI Jakarta. Ia diusung PDIP, bersama Partai Gerindra.

Tahun 2014, Jokowi maju bersama dengan Jusuf Kalla, untuk melawan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.

Saat itu, PKB bergabung dengan gerbong PDI-P, mengusung Joko Widodo sebagai Capres 2014. Sementara itu, Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum PDIP memberi amanah kepada Jokowi untuk maju sebagai capres dari PDIP. Untuk itu, Jokowi juga harus ingat tugasnya sebagai anggota partai.

"Saya bilang ke Pak Jokowi ingat, sampeyan saya jadikan calon presiden. Tapi jangan lupa, jangan ingat capresnya aja, tapi Anda adalah petugas partai yang harus menjalankan apa yang ditugaskan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan," kata Megawati. (BBC News, Indonesia, 14 Mei 2014).

Jokowi, juga kembali terpilih pada pilpres tahun 2019 lalu. Ia berangkat bersama Ma’ruf Amin.

Keduanya didampingi oleh para ketua umum partai politik yang menjadi pendukungnya, seperti ketua umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri dan Ketua umum PKB Muhaimin Iskandar.

Kini di penghujung masa jabatannya, Presiden Joko Widodo justru dikabarkan memiliki pandangan politik berbeda dengan Megawati Soekarnoputri, yang notabene adalah pimpinan tertinggi dari PDIP.

Mencatat laporan The Strait Times yang dikutip Sabtu (3/6/2023), sejak pertengahan tahun 2023, terjadi keretakan hubungan antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini terkait bakal calon wakil presiden yang akan mendampingi Ganjar Pranowo dalam Pemilu tahun depan.

Mengutip sumber dari dalam partai, Megawati telah 'mengesampingkan' peran Jokowi dalam memilih cawapres untuk Ganjar. Hal tersebut disebut telah menimbulkan rasa tak nyaman bagi Jokowi.

Dua tokoh yang diunggulkan Jokowi menjadi cawapres Ganjar disikapi dingin oleh Megawati," kata politisi senior PDIP yang tak mau disebutkan namanya itu, sebagaimana dikutip The Strait Times.

Kedua tokoh tersebut adalah Menteri Pariwisata Sandiaga Uno yang berperan penting dalam membantu menantu Jokowi, Bobby Nasution, memenangkan pemilihan Wali Kota Medan pada 2020. Seorang lagi adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang keluarganya disebut donatur utama kampanye kepresidenan Jokowi pada 2019.

"Ibu [Megawati] menganggap Jokowi mencampuri urusan parpol. Itu bukan urusan eksekutif yang harus ditangani," kata politisi PDIP itu kepada The Straits Times .

Saat itu, Jokowi merasa tak lama lagi menyelesaikan periode kedua pemerintahannya. Ia tak bisa lagi maju sebagai capres. Hal itu menimbulkan kekhawatiran sejumlah kebijakannya yang telah dimulai tidak berlanjut.

Alhasil, Jokowi sangat 'berkepentingan' untuk terlibat dalam pemilihan cawapres yang diusung partainya, PDIP.

"Dua tokoh yang diunggulkan Jokowi menjadi cawapres Ganjar disikapi dingin oleh Megawati," kata politisi senior PDIP yang tak mau disebutkan namanya itu, sebagaimana dikutip The Strait Times.

Menurut politisi lain, hal ini memperparah ketidaknyamanan Jokowi, yang sebelumnya juga kaget dengan waktu pengumuman Ganjar sebagai capres dari PDI-P, pada 21 April.

Politisi, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan hal ini dapat mendorong Jokowi tidak senang untuk mendukung kandidat saingan partainya, Prabowo Subianto.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan Ali Mochtar Ngabalin dari Kantor Staf Kepresidenan Indonesia tidak membalas pesan yang meminta komentar dari The Straits Times.

Baca Juga: Prabowo dan Wiranto, Hadiri Ultah Adik Bu Tien Soeharto

Secara terpisah, Jokowi juga berdiskusi dengan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto mengenai calon presiden.

Saat ditanya soal itu, Juru Bicara Golkar Nuruf Arifin mengatakan "Tidak ada yang bisa kami bagikan." (CNBC Indonesia 03 Juni 2023 ).

 

***

 

Usai melakukan panen raya di Jalan PLTU Indramayu, Desa Karanglayung, Sukra, Jawa Barat, Jumat (13/10/2024), Jokowi ditanya apakah ada pembicaraan dengan Gibran soal dukungan maju cawapres?. Jokowi mengatakan dirinya belum bertemu dengan putra sulungnya itu beberapa bulan ini ( detikNews, Jumat, 13 Okt 2023).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan doa dan restu kepada putranya, Gibran Rakabuming Raka yang dikabarkan akan menjadi bakal calon wakil presiden (Bacawapres) Prabowo Subianto.

Hal tersebut diungkapkan, Jokowi setelah memimpin Apel Hari Santri Nasional 2023, di Tugu Pahlawan, Surabaya, Minggu (22/10/2023), pagi.

Selain itu, Jokowi mengungkapkan, perihal tawaran cawapres merupakan urusan pribadi anaknya. Dengan demikian, dia tak ingin mempengaruhi setiap keputusan putra sulungnya tersebut. (Kompas.com, 22 Oktober 2023). Ini catatan jurnalistik saya terkait Jokowi, Mega, Ganjar dan Gibran.

 

***

 

Akal sehat saya mencatat gonjang ganjing yang diungkap media asing terkait Jokowi-Megawati- Ganjar dan Gibran, tersebut, bukan sekedar perasaan ketersinggungan. Saya lebih menyebut urusan kekuasaan.

Peneliti Politik BRIN, Prof Lili Romli berpandangan Capres Ganjar Pranowo paling bisa melanjutkan legacy Presiden Joko Widodo. Sebab Jokowi adalah kader PDIP yang lahir dari rahim Banteng dan dipercaya memiliki ideologi yang sama.

Karena itu, publik pun jadi heran saat Jokowi memberikan dukungan ke Capres Prabowo, bahkan memberikan anaknya Gibran Rakabuming sebagai cawapres. “Ini perubahan arah ideologis bisa jadi karena haus kekuasaan sehingga mengorbankan nilai dan prinsip ideologi,“ ungkapnya.

Lili melihat, berpalingnya Jokowi dari PDIP diikuti juga dengan elite politik lain yang mengejar kekuasaan. “Sebenarnya hal yang sama juga terjadi dengan elite-elite politik lain, seperti Budiman Sudjatmiko dan elite-elite PSI,” tandasnya.( Sindonews.com, Jum'at, 29 Desember 2023).

Baca Juga: Politisi Jalin Politik Silaturahmi

Semua ini analisis. Bagi akal sehat saya, sekiranya Jokowi, legowo penerusnya Ganjar, ia mesti ugemi bahwa kekuasaan seorang presiden ada batasnya. Saat mau purna, mengapa mesti cawe-cawe urusi presiden dan cawapres mendatang. Mungkin Jokowi lupa NKRI ini milik rakyat Indonesia. Disana ada

kedaulatan rakyat. Jokowi mesti ingat Pemerintahannya berfungsi atas kuasa yang diberikan oleh rakyat, bukan oleh keluarga. Jadi tak harus digandol gandoli "diserahkan" ke siapa, penerusnya.

Terkait ini, saya juga heran relevansi kenegaraan seorang presiden yang hendak lengser bolehkan Gibran, anaknya yang "masih ingusan" mencawapreskan diri.

Jokowi seperti tahu kedaulatan rakyat tercermin dalam mekanisme pemilihan umum. Tapi ia seperti tak rela mekanisme pemilihan umum "diserahkan" ke mekanisme pasar. Ini karena bila mekanisme pasar dimuluskan, rakyat bebas berpartisipasi menentukan pemimpin dan kebijakan negara, tidak ikuti setting.

 

***

 

Saya juga heran mengapa dalam pemilihan calon presiden mesti ada settingan capres-cawapres "pilihan" seorang presiden yang akan lengser?. Mengapa Jokowi tidak ikuti filosofi Soeharto dan SBY, usai habis jadi presiden madeg pandhita (ungkapan bahasa Jawa yang memiliki arti setiap pemimpin atau penguasa—yang sudah mengakhiri masa kekuasaannya—diharapkan banyak beribadah mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa—untuk bertobat.)

Ada baiknya, bila memang ada "keretakan" dengan Megawati, sebagai negarawan, Jokowi ingat pesan Bung Karno, tentang jas merah.

Pertanyaannya, Apakah Jokowi tahu dan menghargai jas merah? Jujur saya tak paham penghargaan atas sejarahnya dari pengusaha mebel hingga bisa jadi presiden dua periode.

Saya yang masih milenial paham jangan sekali-kali melupakan sejarah (jas merah).

Ini akronim yang dibuat oleh founding father bangsa Indonesia, Ir. Soekarno.

Ungkapan proklamator kita "Ir. Sukarno" bahwa sejarah begitu penting dalam kelanjutan hidup.

Pidato terakhir Soekarno sebagai presiden mengingatkan kita untuk tidak melupakan sejarah. Artinya, apapun yang telah kita capai di masa lampau, apa yang kita capai di masa sekarang adalah bekal nanti di masa depan. Apakah bukan begitu Pak Jokowi?

Thesis politik saya dari analisa pakar politik, penelitian akademisi, komentar jokowi atas serangan Anies ke Prabowo sampai kritik Anies soal etika Prabowo, menerima Gibran berdasarkan putusan MK, dan Jokowi tak hadiri HUT PDIP ke 51, bisa saya visualkan sebagai: Jokowi vs Mega = Prabowo-Gibran. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU