Home / Opini : Jumat Berkah

Idhul Adha, Kisah Kekasih Allah

author surabayapagi.com

- Pewarta

Kamis, 06 Jun 2024 20:53 WIB

Idhul Adha, Kisah Kekasih Allah

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Sebagai muslim, kita tahu Syari’at Idhul Adha adalah Idhul Qurban. Ini salah satu hari besar kaum muslimin, tanggal 10 Dzulhijjah yang dibersamai dengan syariat pemotongan hewan kurban hingga 2 hari setelahnya . Momen ini sekaligus puncak bagi kaum muslimin yang sedang berhaji.

Namun sejatinya Idhul Adha bukan sekedar pelaksanaan Ibadah haji lengkap dengan kewajibannya atau penyembelihan hewan sesuai dengan ketetapan syariat.

Baca Juga: Haji Mabrur, Banyak Dzikir dan Doa

Momentum Idhul Adha memiliki ibrah yang mendalam karena mengingatkan kepada kita semua pada kisah kekasih Allah, bapak dari semua nabi yaitu Nabi Ibrahim AS.

Kisah kasih, bukan hanya pribadinya, namun pada keluarganya, yang selalu dijunjungkan atasnya shalawat ummat Muhammad AS.

Berbagai kisahnya begitu apik untuk dirindu, diteladani, menjadi hikmah bagi generasi selanjutnya, tak terkecuali kita.

Juga kisah awal Makkah Almukarramah, Baldah Tayyibah yang dahulu tandus dan gersang kemudian menjadi tempat persinggahan musafir bahkan sekarang menjadi tempat yang dikunjungi setiap tahun bahkan bulan untuk beribadah.

Nama tempat ini disebut juga sebagai Baitullah sebagaimana Allah abadikan dalam kitab suci Al-Qur’an dalam Surah Al-Baqarah ayat 125-126.

Sejarah Islam mencatat, jauh berabad dari kisah Ibrahim.

Korban sendiri pernah dilakukan oleh kedua putra nabi Adam AS yakni Habil dan Qabil, yaitu tatkala Allah memerintahkan keduanya untuk memberikan kurban dari harta mereka. Qabil memberikan hasil gandumnya yang buruk dikarenakan kedengkiannya yang menjadikan kurbannya tidak diterima. Sedang kurban yang diterima adalah kepunyaan Habil karena niat yang tulus dan ikhlas (dengan memberikan hasil terbaiknya dari ternaknya berupa kambing). Al-Qurthubi menukil dari Sa’id bin Jubair bahwa kambing yang diterima itulah yang dijadikan tebusan atas Ismail AS dalam kisah berikutnya. Dari kisah inilah, pembelajaran eksistensi kurban dipetik, adalah keikhlasan dan ketakwaanlah selalu menjadi tolak ukurnya dari diterimanya setiap amalan. Ini sebuah perwujudan amalan membuktikan nilai sebuah ketakwaan.

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kita supaya kita mengagungkan Allah atas hidayah-Nya kepada kita, dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.

Juga tentang perpisahan Nabi Ibrahim dengan Istri dan Anaknya.

Kisah kurban yang terjadi dalam keluarga nabi Ibrahim AS adalah yang kedua. Kisah yang bersejarah ini memiliki banyak hikmah yang dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Sosok Ibrahim AS sebagai pemimpin keluarga, seorang suami dari ibunda Hajar dan ayah dari Isma’il AS.

Baca Juga: Sepulang Haji, Mesti Makin Sabar

Ketaatan, kesabaran, ketabahan dan ketaqwaan tergambar dalam sirah mereka. Berawal ketika Nabi Ibrahim yang menginginkan keturunan. Setelah sekian lama menunggu Allah pun mengabulkan permohonan beliau dengan pemberitahuan kabar gembira bahwa beliau akan dianugrahi keturunan dari istrinya Hajar.

Anak yang menjadi penantian sejak lama itu diberi nama Isma’il, nama yang datang sebagai seruan bahwa Allah telah mendengar do’a panjangnya nan mulia.

Saya mencatat ada empat pesan yang terkandung dalam kisah Nabi Ibrahim yaitu: pertama, nabi Ibrahim tidak ingin dirinya terus menerus jadi pemimpin. Dia selalu berdoa Allah agar kelak dari generasinya lahir pemimpin yang membawa nilai ketauhidan.

"Dia tak mau terus menerus jadi pemimpin dan tak ada doanya kepada Allah agar dia terus jadi pemimpin," ujar Pengasuh

Pesan kedua, Nabi Ibrahim mempersiapkan generasinya sejak kecil agar tidak terpangaruh pada lingkungan yang bisa merusak pertumbuhan generasinya terutama kerusakan moral, akhlak terlebih jauh dari ketakwaan kepada Allah. Itulah sebabnya Nabi Ibrahim meninggalkan isteri dan anaknya Ismail di Mekkah yang jauh dari kehidupan tetapi dekat dengan rumah Allah.

Pesan ketiga, Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah agar suatu hari Allah menurunkan dari generasi kenabian yang berasal dari Mekkah yang kelak membawa agama Allah dan mensyiarkan kalam Allah Al Qur'anul Karim.

Baca Juga: Nabi Ibrahim, Sosok Rasional Pencari Kebenaran

Dan pesan ke empat dari peristiwa nabi Ibrahim adalah nilai kurban dalam meningkatkan kesolehan pribadi dan kesolehan sosial. Nilai keikhlasan dalam berkurban baik untuk pribadi, masyarakat dan bangsa sangat diperlukan. Karena, keikhlasan dalam berkurban dapat melahirkan tauladan di tengah masyarakat.

Saya amati dalam kondisi saat ini semangat untuk berempati, bergotong royong dan membangun kebersamaan sepertinya sudah mulai pudar.

Salah satu faktor terjadinya degradasi budaya gotong royong antara lain: faktor ekonomi dan kesibukan masyarakat selain kecenderungan mementingkan diri sendiri. ([email protected])

 

Oleh:

Hj Lordna Putri

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU