SURABAYAPAGI, Surabaya - Banjir masih mejadi problem tahunan yang masih belom terpecahkan. Segala upaya dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Namun belum juga menjadi solusi bagi warga Surabaya.
Termasuk anggran besar pembangunan saluran yang diharapkan dapat mengatasi banjir di Surabaya. Anggota Komisi C DPRD Surabaya, Achmad Nurdjayanto, menilai pemerintah kota Surabaya juga harus memikirkan perawatan gorong-gorong atau aluran air yang sudah dibangun. Menurutnya dimana sering kali daerah yang sudah dilakukan pembangunan saluran ternyata masih juga mengalami banjir. untuk itu dirinya mengusulkan terobosan kepada pemerintah kota untuk segera memiliki alat penyedot sedimen untuk membersihkan saluran air secara efektif dan efisien.
Baca Juga: Diterjang Banjir hingga 50 Centimeter, Jalur Pantura Situbondo Macet Total
“Dengan melakukan perawatan pemkot juga bisa memiliki data kondisi saluran sehingga langkah-langkah preventif bisa diambil dengan cepat ketika terjadi kendala,” ungkap Achmad Nurdjayanto, Kamis, (16/1/2025).
Achmad menjelaskan bahwa permasalahan banjir sebenarnya telah ditangani sejak lama, termasuk dengan pembangunan box culvert yang kini sudah hampir merata di 80% wilayah Surabaya. Namun, ia menekankan pentingnya perawatan rutin terhadap saluran tersebut untuk mengurangi sedimentasi yang memengaruhi volume air.
“Hari ini, pembersihan saluran masih banyak mengandalkan tenaga manusia. Untuk kota sebesar Surabaya, cara ini sudah tidak relevan. Pemkot perlu berinovasi dengan menyediakan mesin penyedot lumpur (Sedimen) yang lebih efisien. Idealnya, setiap kelurahan memiliki satu unit yang dapat digunakan secara bergilir untuk membersihkan saluran di tingkat RW,” terangnya.
Achmad mengungkapkan bahwa keberadaan alat penyedot sedimen tidak hanya mempercepat penanganan banjir tetapi juga memastikan sedimentasi di saluran dapat diminimalkan. Ia mencontohkan model alat penyedot yang mobile, seperti kendaraan vakum, yang mampu membersihkan lumpur dari saluran secara langsung.
“Biaya untuk pengadaan alat ini tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan membangun box culvert baru atau meninggikan jalan. Dengan adanya alat ini, perawatan saluran eksisting yang sudah ada juga bisa lebih maksimal,” tambahnya.
Ia juga menegaskan urgensi alat penyedot sedimen ini sebagai salah satu solusi jangka panjang yang harus segera diwujudkan. Mengandalkan tenaga manusia di tengah meningkatnya intensitas hujan dan jumlah titik banjir sudah tidak memadai lagi.
"Masih ada nya daerah yang tergenang air waktu hujan bisa jadi bukan karena masalah koneksitas saluran, tapi masalah perawatan dan tinggi nya sedimen. Jika dibiarkan tanpa inovasi, potensi kerugian akibat banjir akan terus meningkat dan membebani anggaran kota di masa depan” tuturnya.
Baca Juga: Sering Langganan Banjir, Petani Padi di Jombang Terancam Gagal Panen
Menurut Achmad, anggaran sebesar Rp1,4 triliun yang disampaikan oleh pak wali kota yang dialokasikan untuk penanganan banjir harus digunakan secara efektif.
Ia berharap sebagian anggaran tersebut dapat dialokasikan untuk pengadaan alat penyedot sedimen, sehingga pemkot memiliki solusi yang lebih praktis dan hemat biaya.
"Beberapa daerah di Indonesia ini juga sudah memiliki alat itu, bahkan kemeterian PU juga sudah memiliki alat itu," ujarnya.
Achmad juga menyoroti pentingnya normalisasi saluran primer yang tertutup, seperti di kawasan Menur dan Banyu Urip.
Baca Juga: Jakarta Kebanjiran, Kota Surabaya Berpotensi Juga Alami Cuaca Ekstrem
Ia menilai bahwa tenaga manusia sudah tidak memungkinkan untuk menangani saluran besar semacam itu.
“Volume air di saluran besar sering kali berkurang akibat sedimentasi tinggi, sehingga air meluber ke jalan. Harapannya, pemkot segera mengambil langkah inovatif dengan menggunakan alat modern untuk membersihkan saluran tersebut. Alat ini juga tidak akan mubazir karena bisa digunakan untuk berbagai keperluan perawatan lainnya,” paparnya.
Selain alat penyedot sedimen, Achmad juga mengusulkan pembuatan sumur vertical sebagai tempat untuk menampung air hujan sehingga mampu mengurangi debit air dan men-delay air masuk ke saluran.
Ia menegaskan bahwa sumur vertical ini bukan sumur resapan yang hanya berdiameter kecil namun, memiliki sumur diameter besar seperti pada sumur umumnya yang berfungsi sebagai penampung air ketika hujan dan hydrant ketika musim kemarau.
“Pemkot bisa membuat sistem pipa resapan vertikal, seperti yang dilakukan di Jepang. Pipa vertikal dengan kedalaman 20 meter bisa menjadi solusi yang lebih cepat dan efektif. Biayanya juga lebih hemat karena tidak memerlukan pembongkaran saluran besar,” pungkasnya. Alq
Editor : Mariana Setiawati