Pesan Tata Krama Menkeu, Ditengah Euforia Menteri

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 26 Jan 2024 20:38 WIB

Pesan Tata Krama Menkeu, Ditengah Euforia Menteri

i

Raditya M Khadaffi

SURABAYAPAGI.COM, Surabaya - Selama hiruk pikuk kampanye, saya baru kali ini terpukau oleh pidato penyelenggara negara. Itu bukan pidato presiden jokowi yang membuat polemik. Tapi pidato menteri yang berasal dari teknokrat, Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Saya berharap agar tidak ada salah intepretasi dan persepsi, pidato wanita keturunan jawa kelahiran Lampung ini, saya kutip lengkap.

Baca Juga: Jokowi-Mega, Hanya Relasi Politik

"Tahun Pemilu, jaga sikap kita. Netralitas itu adalah sesuatu yang sudah menjadi keharusan. Anda bisa punya preferensi apa saja, lakukan pada saat Anda di kotak suara," kata Sri Mulyani seperti dikutip dari keterangan resmi, Kamis (25/1).

"Itu adalah value yang menunjukkan bahwa kita sebagai manusia diatur oleh Undang-undang dan diatur oleh tata krama," sambungnya .

Pidatonya ini ia ucapkan dalam Rapat Kerja Pimpinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) di Sentul, Bogor, Rabu (24/1/2024).

Sebagai jurnalis usia milineal yang keturunan jawa, saya terkesan dengan narasi "kita sebagai manusia diatur oleh Undang-undang dan diatur oleh tata krama."

Manusia dan tata krama? Saya menebak, meski Sri Mulyani, menteri yang tidak ikut ikutan dukung capres-cawapres Prabowo-Gibran, naluri  sense of humanitynya, tak luntur.     

Dalam Bahasa Indonesia, humanity berarti kemanusiaan. Literasi yang saya baca, kemanusiaan merupakan suatu sifat yang seharusnya dimiliki oleh setiap manusia yang berada di muka bumi ini. Arftnya sifat kemanusiaan harus dijaga, ditumbuhkan dan dikembangkan dengan baik agar tercipta kedamaian. Pengajar filsasat saat kuliah dulu mengatakan maksud tata krama adalah terlaksananya keseimbangan moral dan  jiwa. Orang bertata krama selalu merasa bagian dari orang lain yang lebih tua dan sedang tidak beruntung. Pesan dosen  filsasat saya, walaupun sifat kemanusiaan merupakan sikap yang wajib dimiliki oleh manusia, terkadang ada manusia yang kehilangan sifat kemanusiaannya.

Nah, Sri Mulyani menawarkan dua hal yaitu Undang undang dan tata krama.

 

***

 

Soal Undang-undang Pemilu, telah menciptakab multi tafsir. Presiden Jokowi, menganggap dirinya boleh berpihak dan boleh berkampanye. Ini selama tak menggunakan fasilitas negara. Pidato Jokowi, ramai ditanggapi.

Termasuk oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menegaskan akan tetap bersikap netral pada Pemilu 2024. Ini ditegaskan wapres saat memberikan keterangan pers di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (25/1/2024), Wapres Ma'ruf Amin menyerahkan penilaian mengenai pejabat negara yang diperbolehkan berkampanye kepada publik.

Beda dengan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Organisasi non partisan ini malah mengingatkan Presiden Joko Widodo. Sebagai pejabat negara, presiden dilarang Berpihak ke Paslon.

Dasar Perludem adalah pasal Pasal 283 ayat (1) UU nomor 7 Tahun 2017. Pasal ini  mengatur  pejabat negara  serta aparatur sipil negara dilarang melakukan kegiatan yang mengarah kepada keperbihakan kepada peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah kampanye.

Bunyi lengkapnya: “Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.”

"Ketentuan ini jelas ingin memastikan, pejabat negara, apalagi selevel Presiden dan Menteri untuk tidak melakukan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan pada peserta Pemilu tertentu. Bahkan larangan itu diberikan untuk ruang lingkup waktu yang lebih luas, sebelum, selama, dan sesudah kampanye. Kerangka hukum di dalam UU Pemilu dapat disimpulkan ingin memastikan semua pejabat negara yang punya akses terhadap program, anggaran, dan fasilitas negara untuk tidak menyalahgunakan jabatannya dengan menguntungkan peserta pemilu tertentu," kata Direktur Perludem, Khoirunnisa Agustyati, dalam siaran persnya, Rabu (24/1/2024).

Khoirunnisa Agustyati, menilai pernyatan Presiden Jokowi boleh kampanye dan berpihak, sangat dangkal. Bahkan berpotensi akan menjadi pembenar bagi Presiden sendiri, Menteri, dan seluruh pejabat yang ada di bawahnya, untuk aktif berkampanye yaitu menunjukkan keberpihakan di dalam Pemilu 2024.

Baca Juga: Sandra Dewi, Perjanjian Pisah Harta, Sebuah Strategi

Khoirunnisa Agustyati, menuding Jokowi punya konflik kepentingan langsung dengan salah satu peserta Pilpres. Dia mengingatkan netralitas aparat negara merupakan salah satu kunci Pemilu yang adil.

"Apalagi Presiden Jokowi jelas punya konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pemilu 2024, sebab anak kandungnya, Gibran Rakabuming Raka adalah Calon Wakil Presiden Nomor Urut 2, mendampingi Prabowo Subianto. Padahal, netralitas aparatur negara, adalah salah satu kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, fair, dan demokratis," ucap Khoirunnisa Agustyati.

Direktur Perludem ini mendesak Bawaslu untuk secara tegas dan bertanggungjawab menyelesaikan dan Direktur Perludem ini ini minta Bawaslu menindak seluruh bentuk ketidaknetralan dan keberpihakan aparatur negara dan pejabat negara, yang secara terbuka menguntungkan peserta pemilu tertentu.  

Nah, ini pandangan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Lembaga ini nonpartisan dan nonprofit.

 

***

 

Catatan jurnalis saya saat ini, ada semacam euforia. Sejumlah menteri yang mendukung pernyataan presiden Jokowi, seolah lepas dari tata krama berpolitik netral mereka berperilaku bebas ikut kampanye salah satu paslon, meski tidak didaftarkan sebagai tim sukses. Diantaranya Menteri BUMN Erick Thohir dan Bahlil Lahadalia adalah Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Keduanya menyusul Ketua Umum parpol yang jadi menteri. Airlangga Hartarto dan Zulkifli Hasan. Sementara menteri dari teknoklat dan parpol tak tampak bereforia ikuti Jokowi.

Eforia sebagian menteri ini dikritik paslon Anies Baswedan-Cak Imin dan Ganjar - Mahfud MD. Sampai Mahfud MD, mendeklarasikan di publik, ia akan mundur sebagai Menko Polhukam. Salah satu pertimbangannya, Mahfud MD, tidak ingin terjerat conflict of onterest, menyalagunakan fasilitas negara .

Pernyataan Menkeu Sri Mulyani dan euforia sebagian menteri bagi saya telah  memunculkan humanity. Ada menteri yang punya humanity dan tak punya. Juga ada yang menghormati tata krama, ada yang mengabaikan.

Baca Juga: Budi Said, Dituding Mafia Tanah, Apa Iya??

Pernyataan Menkeu itu menurut akal sehat saya, bisa menumbuhkan sense of humanity dikalangan penyelenggara negara. Ini saya kaitkan dengan bocoran dari Faisal Basri akan ada 15 menteri yang mundur. Saat ini secara terbuka baru Mahfud MD.

Sebagai jurnalis usia milenial catatan jurnalistik saya menyoal problem utama  cara menumbuhkan rasa peduli terhadap segala yang bersifat kemanusiaan di lembaga kepresidenan. Itu lembaga yang bersifat formal yang di dalamnya ada “managerial figur”. Dia adalah presiden Jokowi. Dengan pernyataan memihak, figur tersebut memberikan dorongan yang bersifat "humanity policy" untuk sebagian menterinya yang sedang bereuforia.

Adanya UU dan tata krama, akal sehat saya berbisik dinamika sense of humanity di lembaga formal kepresidenan mestinya makin tumbuh agar tidak ada lagi menteri menteri netral yang merasa sendiri, kesepian dalam menghadapi eforia.

Jujur, sebagai jurnalis milenial saya tertarik dengan narasi tata krama yang dilontarkan Menkeu Sri Mulyani.

Dikutip dari buku Bimbingan dan Kons SMA Kelas X karya Sri Hapsari, (2005: 8) dijelaskan bahwa pengertian dari tata krama adalah sopan santun atau tata cara sikap baik yang mengatur keharmonisan dalam bergaul.

Tata juga dapat diartikan sebagai aturan, norma atau adat. Sedangkan krama dapat diartikan sebagai sopan santun, perilaku santun, tingkah laku yang santun bahasa yang santun dan tindakan yang santun.

Lalu Mengapa tata krama menjadi sangat penting untuk diterapkan di dalam masyarakat? Jawabannya sederhana, kata kakek saya teman mantan wapres Try Sutrisno. Bahwa tanpa adanya tata krama di dalam masyarakat, akan menyebabkan perpecahan di antara masyarakat. Kakek saya bilang dengan adanya tata krama, bisa membuat seseorang saling menghargai satu sama lainnya. Selain itu tata krama juga dapat menciptakan ketertiban dan kedamaian dalam kehidupan masyarakat.

Tata krama harian tambah guru bahasa jawa saya, adalah setiap manusia harus bersikap dan bertutur kata yang sopan terutama antara orang yang muda dengan orang yang lebih tua usianya.

Juga saya masih ingat ajaran guru bahasa jawa saya saat SMP tentang tata krama. Guru saya bilang tata krama penting dalam bermasyarakat. Dan dalam menjalankan tata krama, kata beliau  bukan hal yang sulit dilakukan setiap manusia. Ini jika kita telah belajar tata krama sejak dini baik di rumah, sekolah, atau pun lingkungan sekitar. Halo Gibran, kowe ngerti opo gak soal tata krama?. ([email protected])

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU