Aktivis Anti Korupsi Minta KPK Kencengi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

author surabayapagi.com

- Pewarta

Jumat, 02 Feb 2024 20:57 WIB

Aktivis Anti Korupsi Minta KPK Kencengi Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

SURABAYAPAGI.COM, Sidoarjo – Jumat (2/2/2024) kemarin, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, mangkir dari pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus korupsi pemotongan dana insentif pajak para ASN di BPPD Sidoarjo. Hanya Kepala BPPD Ari Suryono yang hadir pemeriksaan.

Tidak diketahui, alasan tidak hadirnya Gus Muhdlor. Padahal, Kamis sehari sebelumnya, Gus Muhdlor masih melakukan deklarasi mendukung paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto bertajuk “Nderek Kyai” di Ponpes Bumi Sholawat Sidoarjo.

Baca Juga: Aset Sandra Dewi Bisa Disita, Penerima Pasif Kejahatan TPPU

“Dari rencana pemeriksaan saksi Ahmad Muhdlor Ali hari ini (Jumat kemarin, red). Yang bersangkutan tidak hadir,” ujar Ali Fikri, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Jumat (2/2/2024).

Ali mengatakan Mudhlor sudah mengkonfirmasi terkait ketidakhadirannya tersebut. Dia mengatakan KPK akan menjadwalkan ulang pemeriksaan Mudhlor. "Dan konfirmasi pada Tim Penyidik untuk dijadwal ulang. Informasi penjadwalan ulang dimaksud akan kami informasikan berikutnya," ujarnya.

Sementara, Ari Suryono, Kepala BPPD Sidoarjo menghadiri panggilan penyidik KPK sekitar pukul 10:00 WIB kemarin. Dia tampak mengenakan jaket biru dongker dengan topi dan masker putih. "Saksi Ari Suryono informasi yamg kami peroleh sudah hadir," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri. Ari Suryono tak mengucapkan kalimat apapun.

 

Masyarakat Sidoarjo Minta KPK Kenceng

Sedangkan, puluhan orang yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Sidorjo Bersatu Anti Korupsi (GMSBAK) di Sisi Timur Alun-alun Sidoarjo, Jumat (2/2/2024) menuntut agar KPK tidak masuk angin dan tetap setel kenceng untuk memberantas korupsi di Kabupaten Sidoarjo. Pasalnya, hingga kini hanya Siska Wati, Kasubag Umum dan Kepegawaian dari BPPD Pemkab Sidoarjo yang ditetapkan tersangka.

Bahkan, dari laporan penyidik KPK, uang pemotongan insentif pajak itu dibutuhkan dan akan diberikan kepada Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono dan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor.

Puluhan massa GMSBAK merupakan gabungan dari kelompok pegiat anti korupsi diantaranya, Java Corruption Watch (JCW) dan Institute Research Public Development (IRPD). Ada pula mantan akvitis Forum Gerakan Reformasi Sidoarjo (Forgress) dan Parlemen Watch Sidoarjo (Parwasid) Hariadi, aktivis LSM. Masing-masing membentangkan spanduk dan poster seruan antikorupsi.

Korlap aksi Nanang Aromain mengatakan, pihaknya sengaja menggelar unjuk rasa untuk memberikan dukungan kepada KPK agar jangan ragu mengusut tuntas kasus korupsi di Sidoarjo. "Kami dari perwakilan Gerakan Masyarakat Sidoarjo Bersatu Anti Korupsi memberikan dukungan terhadap KPK untuk mengusut tuntas korupsi di Sidoarjo," tegas Nanang di lokasi, Jumat (2/2/2024).

Nanang menjelaskan, gerakan ini untuk mendorong dan mendukung KPK terus maju dalam menangani kasus korupsi di Sidoarjo. Harapannya, masyarakat Sidoarjo bisa mengetahui kebenaran dari kasus korupsi yang terjadi di lingkup pemerintahan secara terang benderang.

Ia menambahkan, warga Sidoarjo beberapa hari ini dipenuhi dengan ketidakpastian lantaran dalam OTT pada Kamis (25/1). Pihaknya melihat banyak tanda tanya. Sebab, dalam waktu 24 jam, KPK tidak langsung memunculkan tersangka kasus korupsi, namun tersangka baru diumumkan 4 hari kemudian dan hanya satu orang.

 

Terlalu Mesra

Terpisah, terkait hattrick urusan korupsi yang dilakukan para bupati Sidoarjo ini, Subagyo, SH, sekda LSM Lira Sidoarjo mengatakan, lemahnya pengawasan membuat penjabat di Sidoarjo, terutama Bupati leluasa untuk korupsi.

“Saya melihat pada kurang maksimalnya masyarakat dan stakeholder yang ada di Sidoarjo untuk diberi ruang untuk mengawasi. Bahkan jika kita mengawasai dan mengkritisi, cenderung dianggap musuh,” kata Subagyo, kemarin pada Surabaya Pagi.

Apalagi yang bikin tambah parah, kata Subagyo, legislatif di Sidoarjo kurang berfungsi sebagai watchdog.

Baca Juga: Sandra Dewi, Perjanjian Pisah Harta, Sebuah Strategi

“Legislatif jangan terlalu mesra  dengan eksekutif. Ini cenderung akan melemahkkan fungsi pengawasan,” tegas dia.

Sementara itu, Fahmi Rosyidi,  pegiat Anti Korupsi Sidoarjo menegaskan, kasus Siska Wati, harus menjadi evaluasi tersendiri ketika melihat fenomena kepemimpinan di Sidoarjo.

“Dari ketiga bupati dalam masa kepemimpinannya harus berakhir dengan permasakalahan korupsi,”ucap Fahmi.

Ia mennyebut Darurat korupsi menjadi kata kunci bagi aparat penegak hukum  di kabupaten Sidoarjo.

“Ini menjadi tragedi dimana tindakan korupsi yang terstruktur menjadi peluang pemangku kepentingan untuk mengambil keuntungan dalam jabatannya,”pungkasnya.

 

Perilaku Korupsi, Tergantung Personal

Namun dua anggota dewan di Sidoarjo justru enggan bila disebut kurang melakukan pengawasan pada kinerja eksekutif, yakni Bupati, dan jajaran di Pemkab Sidoarjo.

Pasalnya, korupsi dilakukan atau tidak, tergantung ke pribadi masing-masing pejabat. Hal itu ditegaskan, Nur Hendriyatidari dari fraksi Nasdem DPRD Sidoarjo.

Baca Juga: Rumah Mewah SYL, Disita dalam Kasus TPPU

"Pasalnya korupsi dilakukan tergantung tabiat personal pejabat atau sang penguasa. Adapun pekerjaan rumah selanjutnya, terkait bagaimana membuat lembaga antikorupsi tetap transparan dan akuntabel,"tegas Nur.

Ia menilai,  pihaknya sudah melakukan pengawasan. Tapi memang, tambahnya, korupsi itu tergantung tabiat personal.

"Di mana kedudukan dewan sudah melakukan penyeimbangan pengawasan, inisiatif dan pengawalan kebijakan sesuai regulasi yang ada," ujarnya.

 

Kurang Doktrin ke Kader

Seanda juga diungkapkan H Muhamad Rojik dari Partai PKB pengusung Gus Muhdlor, mengatakan secara umum ia sebagai anggota dewan, tidak ada hubungannya dengan perilaku  korup bupati sebagai pejabat publik. Sehingga bicara  fenomena perilaku korupsi para pemimpin Sidoarjo itu, lebih tepatnya  sebagai kader partai.

"Mungkin dalam partainya kurang pembinaannya, kurang doktrin dan diklatnya membentuk karakter bupati yang bersih dan akuntabel sebagai seorang pemimpin" tandas H. Rojik.

Lebih lanjut Rojik menyebutkan, bisa juga ada orang orang yang ingin menjatuhkan partai, karena sulit Partai untuk pengawasan.

"Karena seperti lingkaran dari mana kita membaca sudut pandangnya, kadang kala partai sudah memberikan rambu-rambu yang benar ke kiri misalnya, namun personal kader pejabat bupati berbelok kekanan dengan kekuasaannya," tutur H Rojik. erk/jk/sg/ham/rmc

Editor : Moch Ilham

BERITA TERBARU