Fakta Dugaan Penyerobotan Fasum Jalan Usaha Tani oleh Pabrik di Mojoagung Jombang

author surabayapagi.com

- Pewarta

Minggu, 04 Feb 2024 15:45 WIB

Fakta Dugaan Penyerobotan Fasum Jalan Usaha Tani oleh Pabrik di Mojoagung Jombang

SURABAYAPAGI.com, Jombang - PT Maxxi Agri diduga menabrak aturan terkait dugaan penyerobotan fasilitas umum jalan usaha tani (JUT) di Desa Betek, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Jalan usaha tani yang diklaim sepihak oleh oknum perangkat desa, maupun pihak perusahaan yang menyatakan jika JUT tersebut bukan bagian dari fasilitas umum, dibantah Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), M Okky Mabruri. 

Baca Juga: Komoditas Unggulan Vanili: Perawatan Mudah, Harga Jual Tinggi

Ia menegaskan jika JUT itu merupakan fasilitas umum yang sudah ada sejak dahulu. Hal ini menurut Okky didasarkan pada peta blok Desa Betek, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang. 

"Kalau di peta blok kemarin saya minta, lihat memang ada jalan itu (JUT), memisahkan yang depan dan belakang itu. Ada gambarnya di peta blok termasuk yang saluran air," kata Okky kepada SURABAYAPAGI.com.

Meski sudah ada di peta blok akan tetapi, dijelaskan Okky kepala desa masih sempat bersikeras jika jalan yang diduga diserobot pabrik bukan fasilitas umum. 

"Itu sudah jelas JUT, tapi pak Kades sempat ngeyel itu bukan JUT tapi jalan urunan petani. Memang awalnya JUT dulu gak selebar sekarang, terus petani inisiatif urunan untuk menambah lebar JUT seperti sekarang ini," tandasnya. 

Disinyalir Terjadi Pemufakatan "Jahat"

Lahan pertanian yang saat ini sudah beralih fungsi menjadi pabrik pertanian PT Maxxi Agri, merupakan lahan sawah milik kepala desa, ketua Gapoktan hingga anggota DPRD Kabupaten Jombang. 

"Tanah yang dibeli pabrik itu ada miliknya pak Kades, pak ketua Gapoktan di bagian belakang itu," ungkap Okky. 

Ketua BPD yang juga seorang petani ini tidak menyangka jika pihak pabrik berani menutup (menyerobot) fasilitas umum berupa jalan usaha tani (JUT). 

"Saya gak tau apakah ada sesuatu atau apa gak ngerti. Kok berani pihak pabrik sampai menyerobot JUT dan dipagar. Mungkin-mungkin karena ada kepentingan yang lain saya tidak tau," tandasnya. 

Menurutnya, pengalihan fasilitas umum seharusnya melalui musyawarah desa atau Musdes. Akan tetapi, hal ini dikatakan Okky tidak dilalui oleh oknum-oknum perangkat desa. 

"Secara aturan kan seharusnya tidak semudah itu, pabrik langsung menutup fasum (JUT) dan katanya memberikan ganti jalan lain. Kan gak semudah itu, harus sesuai aturan, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui dulu. Seperti pernyataan dari para petani, Musdes dan lain sebagainya," ungkap Okky menegaskan. 

Hal senada juga diungkapkan salah seorang petani, menyatakan bahwa tanah yang dibeli pabrik pertanian tersebut dulunya milik kepala desa.

"Tanah yang dibeli pihak pabrik itu ada miliknya pak Kades, baik di sisi timur atau baratnya jalan tani, juga ada tanah milik ketua Gapoktan," tuturnya. 

Baca Juga: Upacara Hardiknas di Jombang, Belasan Peserta Bertumbangan: Kelamaan ‘Dijemur’

Ia menegaskan, bahwa JUT itu sudah ada sejak lama atau bisa dikatakan semenjak adanya areal persawahan. "Sudah ada lama, buktinya sawah di bagian timur dan barat sudah ada patok pembatasnya. Samping JUT dan samping saluran air," kata dia menambahkan. 

Pabrik Diduga Salahi Aturan dari Awal

Dari awal pembangunan pabrik pertanian PT Maxxi Agri di Desa Betek, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang, hingga mencuat polemik dugaan penyerobotan fasilitas umum jalan usaha tani. 

Menurut Okky dari awal diduga sudah menyalahi aturan karena, belum ada kesepakatan apa pun dengan petani maupun BPD. Pihak pabrik belum apa-apa sudah melakukan pemagaran JUT secara sepihak. 

"Pabrik memang beli lahan di bagian barat dan timur JUT. Kalau gak salah antara bulan Oktober, pembangunan pabrik yang bagian barat JUT. Lantas, BPD, Gapoktan dan petani diundang ke pabrik situ oleh manajemen. Dan ternyata pas kita diundang JUT bagian utara sudah dipagari oleh pabrik, yang selatan waktu itu belum. Tapi sekarang sudah dipagar semua oleh pabrik," tutur Okky. 

Mengutip laman hukumonline, penyerobotan tanah termasuk ke dalam penyalahgunaan wewenang terhadap hak milik tanah. Pemerintah melalui undang-undang telah mengatur pasal khusus untuk memberikan kemudahan kepada korban yang mengalami penyerobotan tanah.

Tanah secara yuridis dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara.

Baca Juga: Panen Raya Berakhir: Petani di Jombang Nangis, Harga Gabah Anjlok

Mengambil hak orang lain merupakan tindakan melawan hukum. Tindakan ini dapat berupa menempati tanah, melakukan pemagaran, mengusir pemilik tanah yang sebenarnya, dan lain sebagainya.

Dalam Undang-Undang KUHP Pasal 385 ayat (1) dan ayat (6), tindakan penyerobotan tanah diancam dengan pidana penjara maksimal 4 tahun.

Pasal tersebut berbunyi, barang siapa dengan maksud menguntungkan diri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan, atau membebani dengan credietverband sesuatu hak atas tanah, gedung, bangunan, penanaman, atau pembenihan, padahal diketahui bahwa yang mempunyai atau turut mempunyai hak atasnya adalah orang lain. 

"Sudah ada kesepakatan ama petani yang terdampak," kata Kepala Desa Betek Moh Faruq saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kamis (01/02/2024). 

Saat disinggung terkait penyerobotan fasilitas umum berupa jalan usaha tani, Faruq tidak menjawab. 

Upaya konfirmasi ulang terkait polemik penyerobotan fasum JUT tersebut, pada Minggu (04/02/2024) belum dijawab Kepala Desa Betek Moh Faruq. 

Sementara itu, tim legal PT Maxxi Agri, Haris Su'ud belum memberikan jawaban terkait permasalahan tersebut. Pesan teks pada Minggu (4/2/2024) juga tidak berbalas, bahkan saat dihubungi nomor ponsel tidak aktif. sarep

Editor : Desy Ayu

BERITA TERBARU